Judul | KORUPSI DAK Pergantian Taufik Kurniawan Terganjal |
Tanggal | 07 Nopember 2018 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | - |
Kata Kunci | |
AKD |
- Pimpinan - Mahkamah Kehormatan Dewan |
Isi Artikel | JAKARTA, KOMPAS – Proses reposisi tersangka kasus korupsi dana alokasi khusus Kebumen, Taufik Kurniawan, dari jabatan wakil ketua DPR terganjal. Taufik, pimpinan DPR, dan Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional diingatkan agar mengutamakan etika berpolitik di atas argumentasi tafsir legal formal. Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Demokrat Agus Hermanto beralasan, tak ada norma dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) yang menyebutkan partai politik bisa mengganti kadernya yang menjabat pimpinan DPR. Karena itu, Partai Amanat Nasional (PAN) tak bisa mengganti Taufik dengan anggota DPR dari PAN lainnya. Penggantian terhadap pimpinan DPR hanya bisa dilakukan jika pimpinan mengundurkan diri atau berhalangan tetap. Berhalangan tetap konteksnya jika pimpinan DPR meninggal atau sakit berkepanjangan. ”Kalaupun berhalangan tetap karena tersangkut kasus hukum, kasusnya harus berkekuatan hukum tetap dulu. Sementara kalau statusnya seperti sekarang (tersangka), ya belum bisa diproses,” kata Agus Hermanto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (6/11/2018). Sebelumnya, hal senada disampaikan Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo. Menurut dia, Taufik tak perlu mundur sebagai pimpinan DPR karena UU MD3 tak mengharuskan seorang tersangka kasus pidana mengundurkan diri sebelum putusannya berkekuatan hukum tetap. Padahal, UU MD3 sebenarnya memungkinkan pimpinan DPR diberhentikan partai asalnya. Pasal 87 mengatur, pimpinan DPR dapat berhenti karena meninggal, mengundurkan diri, dan diberhentikan. Lebih lanjut, Pasal 87 Ayat 2 (d) menyatakan pimpinan DPR dapat diberhentikan jika diusulkan partainya. Suasana rapat Paripurna DPR saat Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan laporannya di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (31/10/2018). Rapat Paripurna tersebut mengesahkan rancangan undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 menjadi undang-undang. (Ilustrasi) Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno mengatakan, pihak pimpinan DPR lainnya sempat menyarankan agar DPP PAN tak perlu mengganti Taufik. ”Katanya akan dirangkap oleh mereka (pimpinan lain). Namun, menurut saya, tak efektif kalau dirangkap. Kami juga tetap ingin punya peran sebagai pimpinan DPR dan tak mau posisi wakil ketua DPR bidang ekonomi ini kosong,” katanya. Eddy menambahkan, ada kekhawatiran, jika Taufik dicopot sebelum kasusnya berkekuatan hukum tetap, ia akan mengajukan gugatan sehingga proses pergantian menjadi berkepanjangan. ”Kalau mau main aman, ada dua pilihannya. Pertama, Pak Taufik mundur. Kedua, menunggu kasusnya inkracht (berkekuatan hukum tetap),” ucap Eddy. Menurut Eddy, PAN akan tetap memproses internal pergantian Taufik dan mengajukan pergantian ke pimpinan DPR. ”Kalau terbentur aturan atau tak bisa dijalankan karena belum inkracht atau karena Pak Taufik belum mundur, itu bukan salah kami. Yang penting kami sudah menjalankan proses,” tuturnya. Sejauh ini, pengganti Taufik belum diputuskan. Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Syamsuddin Haris, mengatakan, argumentasi dan sikap politisi atas kasus Taufik menunjukkan sikap yang semakin permisif atas kejahatan korupsi. Meskipun tak ada undang-undang yang mengharuskan Taufik mundur, di atas hukum, ada etika berpolitik. |
Kembali ke sebelumnya |