Selamat datang di website E-PAPER PERPUSTAKAAN DPRRI.

Koleksi Perpustakaan DPR RI

Judul Presiden: Usut Vaksin palsu
Tanggal 28 Juni 2016
Surat Kabar Kompas
Halaman 1
Kata Kunci
AKD - Komisi III
- Komisi IX
Isi Artikel Presiden: Usut Vaksin Palsu Hukum Seberat-beratnya Pembuat dan Pengedar   JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo memerintahkan Menteri Kesehatan dan Kepala Kepolisian RI untuk mengusut tuntas pembuatan dan peredaran vaksin palsu. Presiden juga meminta agar produsen dan pengedar vaksin palsu dihukum seberat-beratnya karena membahayakan anak-anak. KOMPAS/AUFRIDA WISMI WARASTRIBalai Besar Pengawas Obat dan Makanan Kota Medan, Sumatera Utara, menemukan obat diphenhydramine atau obat alergi yang diganti labelnya menjadi serum anti tetanus, Selasa (28/6). Obat yang biasanya dijual Rp 2.000 per ampul itu naik menjadi lebih dari Rp 150.000 per ampul. Distributor obat itu kini dalam proses hukum, sedangkan seorang tersangka lainnya masih dalam pencarian. ”Kita, misalnya, menganggap anak-anak sudah divaksin polio, tetapi ternyata belum. Akan seperti apa anak-anak kita nantinya? Ini amat berbahaya, kejahatan luar biasa sekali,” ujar Presiden dalam siaran pers di Istana Bogor, Selasa (28/6). Presiden menegaskan, dirinya sudah memerintahkan Menteri Kesehatan dan Kepala Polri untuk serius mengusut kasus vaksin palsu ini. ”Kasus ini sudah berjalan sangat lama, sudah 13 tahun. Oleh sebab itu, harus betul-betul ditelusuri. Berikan hukuman seberat-beratnya, baik yang memproduksi, mengedarkan, memasarkan, semuanya,” kata Presiden. Terkait hal itu, Kepolisian Negara RI, Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta instansi kesehatan terkait membentuk satuan tugas kasus vaksin palsu. Kerja satgas akan didukung penyidik di semua kepolisian daerah untuk mengungkap kasus vaksin palsu. Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Brigadir Jenderal (Pol) Agung Setya mengatakan, tugas utama satgas adalah mendukung penegakan hukum, pemeriksaan laboratorium, dan penanganan individu yang diduga terdampak vaksin palsu. ”Tugas satgas yang pertama adalah mengidentifikasi sebaran vaksin palsu,” kata Agung. Dari hasil penyidikan sementara, polisi mengidentifikasi vaksin palsu beredar di Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sumatera Utara. Namun, belum diketahui jumlah anak balita yang menggunakan vaksin palsu. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, sampai akhir 2015 angka kelahiran bayi di Indonesia rata-rata mencapai 4,8 juta jiwa per tahun. Vaksin ulang gratis Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes Maura Linda Sitanggang mengatakan, satgas akan mencari data bayi yang menerima vaksin palsu. Selain itu, tim Kementerian Kesehatan juga akan mengidentifikasi dampak pemberian vaksin palsu bagi bayi. ”Setelah tahu data penerima vaksin, Kemenkes akan memberi vaksinasi ulang gratis,” ujarnya. Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia Aman Bhakti Pulungan berharap kasus vaksin palsu tak menyebabkan warga ragu mengimunisasikan anak mereka. Warga diimbau tetap mengikuti jadwal rutin imunisasi vaksin bagi bayi. ”Kami akan melihat efek samping kandungan vaksin itu. Efek jangka pendek adalah tak muncul kekebalan penyakit dari vaksin,” ujarnya. Agung mengungkapkan, pada Senin (27/6) malam penyidik menangkap tersangka berinisial R di Jakarta Timur, distributor vaksin palsu di Jakarta dan sekitarnya. Jadi, ada 16 tersangka kasus vaksin palsu. ”Mereka saling terkait. Jika kekurangan stok vaksin, minta ke jaringan lain,” katanya. Pemerintah lalai   KOMPASTVBareskrim Mabes Polri terus melakukan koordinasi dengan sejumlah pihak termasuk Kementerian Kesehatan terkait kasus pembuatan dan perindustrian vaksin palsu. Salah satu yang akan dibahas adalah nasib dari korban vaksin palsu. Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) akan mengajukan class action atau menggugat bersama-sama ke Kemenkes dan BPOM atas vaksin palsu. Sebab, pemerintah lalai menjamin kesehatan anak. ”Adanya vaksin palsu akibat pemerintah tak hadir mengawasi distribusi vaksin,” kata Ketua Umum Komnas PA Arist Merdeka Sirait. Pada 2008-2016, 121 kasus anak terkait vaksin dilaporkan ke Komnas PA. Kasus-kasus itu akan dianalisis lagi sebagai bahan gugatan. Menurut Sekretaris Jenderal Komnas PA Dhanang Sasongko, pihaknya membuka posko di 24 kabupaten atau kota untuk menjaring laporan warga terkait pemakaian vaksin pada anak. ”Butuh dua pekan menghimpun data dan dukungan warga, baru ajukan gugatan class action ke pengadilan,” ujarnya. Menurut Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, tim Kemenkes bersama dinas kesehatan daerah mengecek sarana kesehatan yang dicurigai menjual vaksin palsu. Dinas kesehatan diminta melihat langsung jika ada bayi diduga mendapat vaksin palsu. Bayi-bayi itu harus diberi vaksin dasar. ”Kami memberi vaksin gratis kepada warga. PT Bio Farma mengeluarkan vaksin, dicek, lalu didistribusikan ke dinas kesehatan sampai puskesmas. Itu wajib dan gratis,” kata Nila. Pelaksana Tugas Kepala BPOM Tengku Bahdar Johan Hamid mengatakan, untuk jalur resmi, pengawasan vaksin melebihi obat. Sebelum produk dipasarkan, BPOM mengujinya. Distributor juga dievaluasi berkala, dan pasien hanya bisa mendapatkan vaksin di sarana layanan kesehatan resmi. Namun, BPOM tak mengawasi apotek atau toko obat tak berizin untuk menjual vaksin. ”Kami tidak memeriksa vaksin di Jalan Pramuka, Jakarta. Mungkin di sana tempat penjualan obat resmi, tetapi tidak untuk vaksin,” ujarnya. BPOM tak bisa mengawasi adanya vaksin palsu di sarana kesehatan. Sebab, badan itu tak mempunyai kewenangan mengawasi pengadaan obat oleh sarana kesehatan. Direktur Eksekutif International Pharmaceutical Manufacturers Group Parulian Simanjuntak mengatakan, rantai distribusi vaksin tak bermasalah karena diatur dalam cara distribusi obat yang baik (CDOB) oleh BPOM. Namun, ada penjualan vaksin di luar sistem CDOB. Di sejumlah daerah, antara lain Makassar, Bali, Yogyakarta, Semarang, dan Banyuwangi, pengecekan vaksin di sejumlah fasilitas kesehatan dilakukan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) dan dinas kesehatan. Di Makassar, petugas menemukan dua RS bersalin menyimpan vaksin tak sesuai standar. Penyimpanan Vaksin Tak Memadai Dinas Kesehatan Kota Makassar, Sulawesi Selatan, melakukan pengecekan terhadap persediaan vaksin di rumah sakit, rumah sakit bersalin, dan praktik bidan di kota tersebut, Selasa (28/6). Belum ditemukan vaksin palsu seperti yang beredar di daerah lain. Namun, petugas menemukan dua rumah sakit bersalin yang menggunakan alat penyimpanan vaksin yang tak sesuai standar. Kepala Dinas Kesehatan Kota Makassar Naisyah Azikin memimpin pemeriksaan di dua rumah sakit bersalin (RSB) dan satu rumah sakitdi Kecamatan Panakkukang. Petugas menemukan kedua RSB tidak menggunakan alat penyimpanan vaksin yang standar berupa mesin cold chain, tetapi hanya kulkas rumah tangga. Dari hasil pemeriksaan, suhu kulkas di kedua RSB itu juga tak memenuhi standar, 2-8 derajat celsius, yang disyaratkan untuk menyimpan vaksin. Bahkan, di kulkas salah satu RSB, penyimpanan vaksin dicampur dengan kue basah, makanan, dan telur ayam. Adapun di satu rumah sakit yang diperiksa, alat penyimpanan vaksin yang dipakai juga bukan jenis cold chain, melainkan kulkas komersial. Namun, suhu kulkas rumah sakit itu berada di kisaran 2-8 derajat celsius sehingga masih dapat diterima Dinkes Makassar. Naisyah mengatakan, pihaknya menarik semua persediaan vaksin yang dimiliki kedua RSB tersebut. Penyimpanan vaksin yang tak sesuai standar, apalagi bercampur dengan barang lain, dapat menurunkan kualitas vaksin sehingga tak efektif lagi dalam memberikan efek kekebalan tubuh. ”Kedua RSB itu juga dilarang memberikan layanan vaksin kepada pasien hingga memiliki alat penyimpanan vaksin yang memadai,” kata Naisyah. (ENG) BBPOM Medan menurunkan enam tim untuk memeriksa RS, klinik, dan sarana kesehatan lain terkait dugaan peredaran vaksin palsu. Dari 10 sarana kesehatan, belum ditemukan vaksin palsu. BBPOM Medan Turunkan Tim Deteksi Vaksin Palsu Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Medan, Senin (27/6), menurunkan enam tim untuk memeriksa rumah sakit, klinik, dan sarana kesehatan lainnya atas adanya dugaan peredaran vaksin palsu. Hingga kemarin sudah sepuluh sarana kesehatan diperiksa tetapi belum ditemukan adanya vaksin palsu. Kepala BBPOM Medan Alibata Harahap mengatakan, pemeriksaan dilakukan di rumah sakit hingga praktik bidan. Penelusuran dilakukan pada bukti faktur pembelian vaksin hingga bukti penyerahan vaksin. Namun hingga kemarin belum ada temuan vaksin palsu dan korban dari vaksin itu. Perdagangan vaksin sejatinya berlangsung tertutup karena masuk dalam daftar obat keras dan ditangani dinas kesehatan sehingga penelusuran mudah dilakukan. Namun pada instansi swasta, vaksin dimungkinkan bisa didapatkan dari jalur pemasaran yang berbeda. BBPOM meminta masyarakat tidak perlu cemas tetapi waspada dan hati-hati. Vaksinasi kepada anak-anak dilakukan di tempat resmi, baik di instansi pemerintah atau swasta, yang mempunyai sarana dan prasarana memadai. Kepala Seksi Penyidikan dan Penindakan BBPOM Medan Ramses Doloksaribu mengatakan, BBPOM terus bekerja mengawasi peredaran obat. Saat ini pihaknya masih memproses WA (43), seorang distributor vaksin tetanus (TT) palsu dari Sibuhuan, Barumun, Padang Lawas. WA mengaku mendapatkan vaksin palsu itu dari Riau. Vaksin itu sejatinya adalah Diphenhydramine atau anti alergi yang labelnya dikelupas dan diganti dengan label baru. BBPOM masih mengejar satu pelaku lainnya di Binjai, Sumatera Utara. Sebelumnya BBPOM juga menangkap BS, produsen TT dan serum anti tetanus (ATS) palsu di Medan. BS mengganti label Diphenhydramine yang harganya di pasaran hanya Rp 2.000 per ampul menjadi TT dan ATS yang harganya satu ampul sekitar Rp 150.000. ”BS divonis pengadilan dua tahun,” kata Ramses. (WSI) Bupati Semarang Mundjirin mengimbau Dinkes Kabupaten Semarang menghentikan sementara imunisasi 2-3 pekan untuk mencari informasi ciri kemasan vaksin palsu yang diduga beredar di Jateng. Hentikan Sementara Terkait peredaran vaksin palsu, Bupati Semarang Mundjirin mengimbau pihak Dinas KesehatanKabupaten Semarang menghentikan sementara pemberian vaksin selama dua hingga tiga pekan ke depan. Penghentian pemberian vaksin dilakukan untuk mencari informasi terkait ciri dan bentuk kemasan vaksin palsu yang diduga sudah beredar di Jateng tersebut. ”Saya sudah minta dinkes untuk menginventarisasi ulang vaksin yang ada, khususnya pada kemasan yang tampak mencurigakan,” ujarnya. Secara terpisah, Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Ungaran Setyo Pinardi mengatakan, kendati tidak ditemukan peredaran vaksin palsu di rumah sakit tersebut, dia menduga pintu masuk peredaran vaksin imitasi tersebut ada pada tahap distribusi. Jika pihak rumah sakit tidak mengawasi sumber pasokan pengadaan obat, hal ini dapat dimanfaatkan oknum distributor untuk menyuplai vaksin imitasi itu. ”Selama pihak rumah sakit mengikuti prosedur pengadaan vaksin melalui e-catalogue (katalog elektronik), ancaman masuknya vaksin palsu di rumah sakit sangat minim,” ujarnya. Penggunaan e-catalogue di antaranya sebagai penyaring masuknya vaksin palsu ataupun obat-obatan tidak resmi. Masalahnya, belum semua rumah sakit menggunakan e-catalog (GRE) Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Masalah Kesehatan Dinas Kesehatan Jatim Ansarul Fahrudda mengatakan, pihaknya mengecek vaksin terutama di RS atau klinik swasta. (SON/SAN/JOG/MDN/C11/ENG/NIT/HRS/ADH/COK/CHE/DEN/WSI/GRE)
  Kembali ke sebelumnya