Isi Artikel |
Oleh FAJAR RAMADHAN
25 November 2019 07:44 WIB
Salah satu cara untuk menunjukkan bahwa seorang guru mau belajar adalah dengan membagi pengalaman terbarunya kepada siswa setiap masuk kelas. Contoh lainnya, guru bisa mengenalkan buku atau koran terbaru yang ia baca.
JAKARTA, KOMPAS — Memperingati Hari Guru Nasional, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengajak para guru melakukan perubahan. Tanpa harus menunggu aba-aba, guru dituntut mengambil langkah awal.
Ajakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim tersebut tercantum dalam pidato peringatan Hari Guru Nasional pada Senin (25/11/2019).
Pengamat pendidikan, Doni Kusuma, sepakat dengan pernyataan Mendikbud bahwa perubahan harus dimulai dari guru, bukan pemerintah. Sebab, sering kali perubahan dari pemerintah juga tidak mampu mengubah pola pembelajaran guru.
”Jika semua guru mampu memunculkan kreativitas di kelas, perannya akan semakin otentik, yakni mencerdaskan bangsa,” katanya saat ditanya mengenai makna pidato Mendikbud tersebut.
Menurut Doni, guru masa kini hendaknya tidak sekadar menjadi pembelajar, tetapi juga pemelajar. Mereka harus mampu menunjukkan kepada siswa bahwa dirinya mau terus belajar. Harapannya, agar para siswa juga memiliki motivasi yang sama.
Sebab, siapa pun yang tidak mau belajar, ke depan akan mudah tersingkir. Terlebih, banyak tantangan baru yang siap menghadang. ”Selain itu, jika guru hanya mengajarkan materi dengan metode yang sama setiap pertemuan akan menjemukan,” kata Doni.
Doni menambahkan, salah satu cara untuk menunjukkan bahwa seorang guru mau belajar adalah dengan membagi pengalaman terbarunya kepada siswa setiap masuk kelas. Contoh lainnya, guru bisa mengenalkan buku atau koran terbaru yang ia baca dan menyampaikan kepada siswa hal-hal apa yang menarik.
”Dari situ, anak bisa terinspirasi melihat gurunya yang mau belajar terus-menerus. Apalagi jika guru berbesar hati meminta pendapat siswa,” katanya.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Sejumlah anak-anak bersama Kerry, guru bahasa Inggris di sekolah mereka, memungut sampah anorganik di pesisir pantai Kampung Sawandarek, Pulau Mansuar, Distrik Meos Mansar, Kabupaten Raja Ampat. Papua Barat, Jumat (22/11/2019). Kegiatan ini secara rutin diadakan setiap pekan di hari Jumat untuk tetap menjaga kebersihan dan mencegah pencemaran sampah, terutama sampah plastik yang membahayakan habitat laut di kawasan tersebut.
Menurut Doni, hal semacam itu relevan diterapkan kepada siswa SD, SMP, dan SMA. Namun, kedalaman materinya perlu disesuaikan dengan tahapan usia siswa. Dalam hal ini, guru harus jeli memilih materi.
Membentuk karakter
Pengajar Jurusan Pendidikan Sejarah dan Ketua Program Studi Pendidikan IPS Pascasarjana Universitas Negeri Semarang, Hamdan Tri Atmaja, mengatakan, kemunculan guru dan pendidikan formal awalnya ditujukan untuk menyiapkan warga negara yang baik. Oleh sebab itu, peran guru saat itu adalah untuk membentuk karakter siswa.
Sementara fungsi dari mata pelajaran eksakta adalah untuk mengarahkan minat dan bakat siswa. ”Fokusnya adalah membentuk karakter bernegara. Banyak negara melakukan praktik ini dengan menanamkan pendidikan bahasa, sejarah, geografi, dan kewarganegaraan,” ungkapnya.
Menurut dia, pada era 1945 hingga 1970-an, fungsi tersebut betul-betul dipegang teguh para guru di Indonesia. Bahkan, banyak lulusan terbaik sekolah pendidikan guru (SPG) dan diploma I yang dikirim ke Malaysia untuk mengajarkan tentang pendidikan karakter karena bekal pedagogi mereka yang kuat.
Namun, mulai pada tahun 1980-an, paradigma guru secara tidak langsung berubah menjadi lebih pragmatis. Hal itu terjadi seiring dengan pemakaian nilai akhir seperti NEM sebagai syarat masuk perguruan tinggi atau mencari kerja.
”Kini, guru non-eksakta saja lebih banyak mengajarkan materi ketimbang penanaman nilai kepada siswa,” katanya.
Dalam pelajaran sejarah, misalnya, Hamdan mengatakan, bukan materi kesejarahannya yang terpenting, melainkan bagaimana siswa bisa memaknai peristiwa masa lalu dan mengambil nilainya. Oleh sebab itu, materi sejarah juga perlu dipilah. Materi dengan muatan edukatif kuat yang perlu disampaikan.
”Mengenal Soekarno sudah biasa, tetapi menginspirasi banyak pemuda lewat Soekarno-lah yang luar biasa. Misalnya, dengan mengenalkan keahlian menulis Soekarno pada tahun 1920-an,” katanya.
Refleksi pemerintah
Dalam pidato Mebdikbud, Doni Kusuma mencermati beberapa hal. Menurut dia, pidato Mendikbud lebih banyak berisi tentang empatinya kepada para guru dan mengingatkan kembali tugas-tugas yang mesti mereka lakukan.
Hal ini memang penting karena tidak sekadar mengingatkan tugas guru, tetapi secara tidak langsung juga menjadi refleksi bagi pemerintah. Oleh sebab itu, pidato tersebut perlu dibarengi dengan solusi yang konkret.
”Misalnya guru yang cenderung dibebani tugas-tugas administratif, hal itu sebenarnya menjadi tanggung jawab pemerintah untuk menyelesaikan,” ujarnya.
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Kondisi Sekolah Dasar Muhammadiyah 4 Palembang Filial, Selasa (12/11/2019). Murid di sekolah ini harus belajar di satu kelas dengan satu guru. Walau di dalam segala keterbatasan, semangat mereka untuk belajar tetap tinggi.
Berikut adalah isi pidato lengkap Mendikbud Nadiem Makarim, dilansir dari laman Kemendikbud.
PIDATO MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
PADA UPACARA BENDERA PERINGATAN HARI GURU NASIONAL TAHUN 2019
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Shalom,
Om Swastiastu,
Namo Buddhaya,
Rahayu,
Selamat pagi dan salam kebajikan bagi kita semua,
Bapak dan Ibu Guru yang saya hormati,
Biasanya tradisi Hari Guru dipenuhi oleh kata-kata inspiratif dan retorik.
Mohon maaf, tetapi hari ini pidato saya akan sedikit berbeda. Saya ingin berbicara apa adanya, dengan hati yang tulus, kepada semua guru di Indonesia, dari Sabang sampai Merauke.
Guru Indonesia yang tercinta, tugas Anda adalah yang termulia sekaligus yang tersulit.
Anda ditugasi untuk membentuk masa depan bangsa, tetapi lebih sering diberi aturan dibandingkan dengan pertolongan.
Anda ingin membantu murid yang mengalami ketertinggalan di kelas, tetapi waktu Anda habis untuk mengerjakan tugas administratif tanpa manfaat yang jelas.
Anda tahu betul bahwa potensi anak tidak dapat diukur dari hasil ujian, tetapi terpaksa mengejar angka karena didesak berbagai pemangku kepentingan.
Anda ingin mengajak murid keluar kelas untuk belajar dari dunia sekitarnya, tetapi kurikulum yang begitu padat menutup pintu petualangan.
Anda frustrasi karena Anda tahu bahwa di dunia nyata kemampuan berkarya dan berkolaborasi akan menentukan kesuksesan anak, bukan kemampuan menghafal.
Anda tahu bahwa setiap anak memiliki kebutuhan berbeda, tetapi keseragaman telah mengalahkan keberagaman sebagai prinsip dasar birokrasi.
Anda ingin setiap murid terinspirasi, tetapi Anda tidak diberi kepercayaan untuk berinovasi.
Saya tidak akan membuat janji-janji kosong kepada Anda. Perubahan adalah hal yang sulit dan penuh dengan ketidaknyamanan. Satu hal yang pasti, saya akan berjuang untuk kemerdekaan belajar di Indonesia.
Namun, perubahan tidak dapat dimulai dari atas. Semuanya berawal dan berakhir dari guru. Jangan menunggu aba-aba, jangan menunggu perintah. Ambil langkah pertama.
Besok, di mana pun Anda berada, lakukan perubahan kecil di kelas Anda.
– Ajaklah kelas berdiskusi, bukan hanya mendengar.
– Berikan kesempatan kepada murid untuk mengajar di kelas.
– Cetuskan proyek bakti sosial yang melibatkan seluruh kelas.
– Temukan suatu bakat dalam diri murid yang kurang percaya diri.
– Tawarkan bantuan kepada guru yang sedang mengalami kesulitan.
Apa pun perubahan kecil itu, jika setiap guru melakukannya secara serentak, kapal besar bernama Indonesia ini pasti akan bergerak.
Selamat Hari Guru,
#merdekabelajar #gurupenggerak
Wassalamu alaikum warrahmatullahi wabarakatuh,
Shalom,
Om Santi Santi Om,
Namo Buddhaya,
Rahayu.
Jakarta, 25 November 2019
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia,
Nadiem Anwar Makarim.
|