Isi Artikel |
FRALUS DOLFY ELLYSON
Assistant Vice President PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.
Dalam pidato pertamanya setelah dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia periode 2019--2024 pada 20 Oktober 2019, Joko Widodo menyebutkan istilah omnibus law. Presiden Jokowi mengatakan bahwa omnibus law akan menyederhanakan regulasi yang berbelit dan tumpang tindih dan diharapkan dapat memperkuat perekonomian nasional dengan memperbaiki ekosistem investasi dan daya saing Indonesia dalam menghadapi ketidakpastian dan perlambatan ekonomi global. Pemerintah berencana mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mengamendemen beberapa undang-undang sekaligus setelah masa reses Dewan berakhir pada 16 Januari 2020, dimana diidentifikasi setidaknya terdapat 82 undang-undang yang akan terdampak omnibus law. Namun Rancangan UndangUndang (RUU) Omnibus Law yang telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas baru sebatas untuk omnibus law Cipta Lapangan Kerja dan RUU Omnibus Law Perpajakan. Dalam hal ini pembahasan omnibus law Cipta Lapangan Kerja sendiri telah memasuki tahap akhir atau finalisasi pada Desember 2019 lalu. Di dalam RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja terdapat tiga klaster utama, yakni klaster perizinan, klaster pemberdayaan UMKM dan klaster administratif. Bila ditelisik lagi, dalam ketiga klaster tersebut terkandung sebelas klaster khusus yang perlu diseleraskan dalam omnibus law, yakni penyederhanaan perizinan tanah, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, kemudahan dan perlindungan UMKM, kemudahan berusaha, dan dukungan riset serta inovasi. Selain itu juga terkandung administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, pengendalian lahan, kemudahan proyek pemerintah, dan kawasan ekonomi khusus (KEK). Adapun beberapa sektor usaha yang akan dilarang di dalam RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja adalah meliputi penangkapan spesies ikan yang tercantum dalam appendix cites, industri pembuat chlor alkali dengan proses merkuri, industri bahan aktif pestisida, perdagangan mariyuana/ganja, industri bahan kimia dan bahan perusak lapisan ozon serta kasino/judi. Segmen UMKM sebagai ujung tombak perekomonian nasional yang banyak bergerak di sektor riil, khususnya di sektor ekonomi yang padat karya secara langsung maupun tidak langsung akan terdampak dengan adanya RUU Omnibus Law tersebut. Tiga klaster utama didalam RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja akan sangat berpengaruh terhadap eksistensi segmen UMKM di Indonesia, baik dari segi perizinan, administratif maupun pemberdayaan UMKM itu sendiri. Bank Indonesia mencatat bahwa kredit produktif yang terdiri dari kredit investasi (KI) dan kredit modal kerja (KMK) per November 2019 tumbuh cukup baik. Secara tahunan (year-on-year/yoy) pertumbuhan KI jauh lebih stabil dibanding dengan KMK yang justru melambat. KI tercatat tumbuh 13,7% secara tahunan, sedangkan KMK hanya tumbuh 4% yoy. Pertumbuhan KI lebih banyak didominasi oleh sektor perdagangan, hotel, restoran (PHR), pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan. Adapun pertumbuhan KMK lebih banyak disumbangkan dari sektor PHR dan konstruksi. Selain pertumbuhan kredit, sisi lain yang perlu dicermati pula adalah adanya tekanan rasio nonperforming loan (NPL) yang terus merangkak naik dan pengetatan likuditas yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi perbankan nasional. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), rasio NPL per November 2019 telah mencapai 2,77% yang merupakan tertinggi sejak Januari 2019, sehingga perbankan lebih banyak mengarah kepada kegiatan restrukturisasi kredit guna menjaga tidak memburuknya kinerja portofolio kredit yang disaluran kepada UMKM. Sementara itu, pekerjaan rumah lainnya yang masih menanti adalah ketatnya persaingan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK). Hal ini akan tecermin dari rasio kredit terhadap simpanan (loan to deposit ratio/LDR) yang telah menyentuh level tertinggi dalam 5 tahun terakhir, yakni mencapai 93,96% per Oktober 2019 lalu. Dengan adanya RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, nantinya perbankan nasional tentu menaruh harapan besar agar segmen UMKM dapat bertumbuh dengan adanya kemudahan berusaha, baik dari segi perizinan maupun administratif serta pemberdayaan bagi pelaku usaha sektor tersebut. Kendala utama bagi segmen UMKM selama ini untuk dapat mengakses kredit perbankan adalah perizinan dan administratif, sehingga terobosan pemerintah yang telah berjalan selama ini dengan penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) akan dirasakan lebih mendorong lagi bagi pelaku usaha UMKM untuk berbenah diri dari kedua aspek tersebut. Dengan demikian faktor teknis kelayakan bank akan dapat teratasi. Bagi dunia perbankan sendiri juga dapat merasakan dampak positif dari adanya RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dalam hal penyaluran kredit, yakni semakin banyaknya calon debitur baru yang secara teknis perbankan menjadi bankable dan memudahkan menjaring calon debitur berkualitas. Pasalnya, kelayakan usaha calon debitur minimal telah tersaring dengan baik melalui mekanisme pelarangan beberapa sektor usaha yang ada di dalam RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja tersebut.
|