Isi Artikel |
Jika semua kawasan industri yang ada di Indonesia infrastruktur dasarnya lengkap dan peraturannya menguntungkan pengusaha, investor asing akan berdatangan.
Oleh SETYONO DJUANDI DARMONO
Lambatnya ekonomi global membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 diperkirakan hanya bisa mencapai 5 persen. Hal itu karena melambatnya perdagangan dan investasi, ditambah industri manufaktur sebagai sektor yang paling berkontribusi dalam perekonomian domestik juga mengalami penurunan.
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia menilai, tren perlambatan global untuk perdagangan dan pertumbuhan ekonomi akan berlanjut pada 2020. Artinya, target pertumbuhan ekonomi yang diincar pemerintahan Jokowi 6-7 persen akan menghadapi jalan terjal.
Namun, tak usah cepat cemas. Dengan pasar yang besar, Indonesia masih akan menjadi daya tarik bagi investor asing untuk berinvestasi. Capaian 6-7 persen sebenarnya masih sangat mungkin. Hanya perlu ada gebrakan.
Dengan pasar yang besar, Indonesia masih akan menjadi daya tarik bagi investor asing untuk berinvestasi.
Untuk itu, pemerintah harus mempercepat reformasi yang signifikan guna meningkatkan iklim investasi. Salah satu cara, dengan mengembangkan kawasan industri yang ada saat ini. Sektor industri manufaktur merupakan sektor yang paling berkontribusi untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Wujud nyata langkah itu adalah dengan memberikan kepastian hukum, keamanan, serta fasilitas lengkap. Contoh negara yang berhasil menerapkan ini adalah Singapura. Negara yang dijuluki “Kota Singa” ini bisa berhasil karena mampu memberikan kepastian hukum, keamanan, dan fasilitas lengkap.
Singapura membangun negara sedemikian megah dan nyaman bagi para wisatawan yang secara tak langsung memperlihatkan bahwa Singapura aman, tertib, dan menjanjikan.
“Giant shopping mall”
Singapura bak giant shopping mall: megah, aman, dan membuat pengunjung betah berlama-lama berada di sana. Walaupun nyatanya serba mahal, pelayanannya membuat aman dan nyaman.
Mulai dari toilet, restoran, pramugari, sistem pembayaran sampai parkir, hingga tenant atau penyewa toko, seperti restoran dan perkantoran, terjamin fasilitasnya. Mulai dari listrik, air bersih, perawat dan keamanan, hingga jumlah pengunjung terjamin karena ada manajemen yang mengelola dan mempromosikan mal secara terus-menerus.
Kawasan industri juga tidak berbeda dengan giant shopping mall karena kawasan industri juga butuh kepastian hukum dengan adanya regulasi sehingga memberi kenyamanan kepada tenant, penghuni perumahan, dan daerah komersial.
Untuk bisa menjamin keamanan dan kenyamanan investor, sebaiknya pemerintah membantu penyediaan fasilitas tersebut, seperti air bersih, gas, sarana telekomunikasi meliputi serat optik, dan layanan cepat selama 24 jam, dalam apa yang disebut one stop service.
Kawasan industri bisa dikatakan berhasil jika memiliki tujuh infrastruktur dasar, yaitu dekat dengan pelabuhan besar (seperti Tanjung Priok untuk mengangkut barang ke kawasan industri atau dari kawasan industri ke pelabuhan), bandara yang sibuk (seperti Soekarno-Hatta untuk melengkapi pengangkutan barang dan manusia dengan cepat), ketersediaan listrik, air yang melimpah, jaringan telekomunikasi, gas yang mencukupi kebutuhan industri, dan jalan tol yang menghubungkan dengan bandara.
Dialog yang menghadirkan akademisi atau konsultan bisa menghasilkan proyek yang visible sekaligus regulasi yang menguntungkan bagi pengusaha dan daerahnya.
Dialog ini bisa dilakukan di kantor bupati, wali kota, atau gubernur yang diprakarsai Kadin (Kamar Dagang dan Industri) Indonesia, Apindo, atau universitas. Tujuannya, untuk bersama sama bergotong royong menarik investor asing datang ke daerahnya. Tentu, hal ini membutuhkan peran pemerintah provinsi dan pusat untuk menyetujui adanya regulasi yang khusus karena kemungkinan berlawanan dengan regulasi dari pemerintah pusat.
Jika kita bisa memberi kepastian hukum, keamanan, kenyamanan, dan memenuhi infrastruktur dasar, hal itu akan menumbuhkan minat bagi pengelola kawasan industri atau pengusaha untuk membangun kawasan industri di daerahnya.
Kita bisa mengambil contoh dari kawasan industri di Jawa Barat. Pembangunan kawasan industri di Jawa Barat yang dimulai di Cikarang, Bekasi, dan Karawang telah menghasilkan jutaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan di atas 15 persen selama 30 tahun terakhir. Sampai sekarang, Jawa Barat merupakan kontributor terbesar dalam pertumbuhan produk domestik bruto Indonesia dari segi manufaktur.
Jika infrastruktur dasar semua kawasan industri yang ada di Indonesia lengkap dan peraturannya menguntungkan pengusaha, investor asing akan berdatangan karena “gula-gulanya” sudah banyak dan terpencar rata sampai keluar Pulau Jawa. Saya yakin kalau cara ini dilakukan, pertumbuhan ekonomi kita tidak hanya bisa menyentuh angka 6 persen, tetapi 7 persen.
Jika infrastruktur dasar semua kawasan industri yang ada di Indonesia lengkap dan peraturannya menguntungkan pengusaha, investor asing akan berdatangan.
(Setyono Djuandi Darmono, Founder President University, Kota Jababeka, Cikarang)
|