Isi Artikel |
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro menyatakan akan melibatkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dalam tata kelola dana optimalisasi tahun 2016. Dana optimalisasi yang selalu muncul setiap kali pembahasan anggaran negara antara pemerintah dan DPR itu rawan menjadi obyek perburuan rente.
"Mekanisme BPKP tetap akan kami jalankan karena itu adalah bagian dari tata kelola yang baik," kata Bambang menjawab pertanyaan Kompas dalam keterangan pers tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016 di Jakarta, Rabu (29/6).
Sebelumnya, mekanisme pelibatan BPKP untuk mengkaji dana optimalisasi pernah dilakukan terhadap APBN 2014. Saat itu Menteri Keuangan M Chatib Basri meminta BPKP mengkaji dana optimalisasi tahun 2014 sebelum dicairkan. Hal ini sebagai respons banyaknya kritik di media massa atas peruntukan dana tersebut.
Kritiknya adalah dana optimalisasi rawan menjadi perburuan rente. Sejumlah kasus korupsi dana optimalisasi yang diungkap Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi referensinya.
Dana optimalisasi adalah ruang fiskal yang muncul saat pembahasan APBN. Dana ini muncul akibat satu sebab atau kombinasi beberapa sebab, yakni perubahan asumsi makro, kenaikan target pendapatan negara, atau efisiensi belanja negara.
Pada 2014, dana optimalisasi mencapai Rp 26,9 triliun. Hasil kajian BPKP menyebutkan, pengalokasian dana optimalisasi senilai Rp 22,5 triliun bisa dijalankan. Sisanya senilai Rp 2 triliun masih perlu dilakukan pembahasan dan Rp 2,4 triliun tak bisa dieksekusi karena melanggar ketentuan.
Dalam pembahasan Rancangan APBN-P 2016, pemerintah dan DPR menghasilkan dana optimalisasi Rp 58,36 triliun. Ini dihasilkan oleh perubahan asumsi harga jual minyak dunia, perubahan asumsi produksi minyak siap jual, dan realokasi beberapa anggaran belanja pemerintah pusat.
Badan Anggaran DPR dan Kementerian Keuangan dalam pembahasan telah menyepakati pengalokasian dana optimalisasi tersebut. Porsi terbesar digelontorkan untuk menambah belanja 21 kementerian dan lembaga negara Rp 22 triliun. Ada pula alokasi untuk dana alokasi khusus (DAK) fisik Rp 7,4 triliun dan DAK Rp 2,94 triliun.
Adapun dana optimalisasi sisanya digunakan untuk alokasi lain, di antaranya Rp 16,6 triliun untuk mengurangi target defisit 2,48 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) pada RAPBN-P 2016 menjadi 2,35 persen terhadap PDB pada APBN-P 2016.
Tidak cukup
Secara terpisah, peneliti ekonomi-politik anggaran Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Apung Widadi, menyambut positif pelibatan BPKP untuk menjaga tata kelola dana optimalisasi. Namun, itu saja tidak cukup.
Ranah BPKP, menurut Apung, adalah meneliti formulasi anggaran dan prosedur penganggarannya. Hal ini bisa meminimalkan perburuan rente terhadap dana optimalisasi. (LAS)
|