Selamat datang di website E-PAPER PERPUSTAKAAN DPRRI.

Koleksi Perpustakaan DPR RI

Judul KETENAGAKERJAAN, ”Omnibus Law”, Libatkan Semua Pihak agar Beri Kepastian
Tanggal 28 Januari 2020
Surat Kabar Kompas
Halaman 14
Kata Kunci
AKD - Komisi IX
Isi Artikel Pembahasan RUU Cipta Lapangan Kerja diharapkan melibatkan semua pihak terkait. Jangan sampai pihak yang berkaitan baru tahu saat sudah disahkan. Oleh MEDIANA/C ANTO SAPTOWALYONO   JAKARTA, KOMPAS — Pekerja dan pengusaha berharap agar Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja memberi kepastian. Oleh karena itu, RUU yang disusun menggunakan metode omnibus law untuk menghilangkan aturan tumpang tindih itu mesti bisa mengakomodasi kepentingan semua pihak. Untuk merealisasikan harapan itu, pembahasan RUU tersebut seharusnya melibatkan semua pihak yang berkaitan. Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar yang dihubungi, Senin (27/1/2020), di Jakarta, menyampaikan, OPSI berharap RUU Cipta Lapangan Kerja bisa memberi kepastian dan perlindungan kerja layak. Kepastian kerja berarti pemerintah berperan mempertemukan sumber daya manusia dengan kebutuhan industri, sertifikasi, dan ketenangan saat bekerja. Sementara perlindungan kerja layak berarti pekerja/buruh memperoleh program jaminan sosial, pesangon yang terintegrasi ke jaminan sosial dengan iuran setiap bulan dari perusahaan, dan proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang lebih cepat dan mudah. Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Aromatik, Olefin, dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiyono, Senin, berharap, omnibus law akan mengatur hal-hal yang selama ini tumpang tindih. Hal-hal yang tumpang tindih itu antara lain kebijakan antar-kementerian, perizinan, dan ketenagakerjaan. ”Kami berharap omnibus law bisa segera membereskan persoalan perizinan yang tersebar di daerah dan peraturan daerah yang bertentangan dengan aturan di atasnya. Sistem pelayanan perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik (online single submission/OSS) ternyata belum mempan juga,” kata Fajar. Fajar menuturkan, ada kebijakan pemerintah daerah yang tidak sinkron dengan kebijakan pemerintah pusat. ”Ada juga kebijakan yang tidak pro-industri atau pro-investasi. Terlalu mengedepankan lingkungan dibandingkan dengan pertumbuhan industri,” ujarnya. Sekretaris Jenderal Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur menambahkan, omnibus law ibarat jurus pamungkas untuk menghilangkan berbagai peraturan yang menghambat, termasuk dalam usaha. Abdul Sobur menuturkan, untuk memastikan omnibus law dapat diterima atau mengakomodasi berbagai pihak, maka selain riset mendalam dengan ahli, juga harus melibatkan pemangku kepentingan. ”Semua pemangku kepentingan harus dilibatkan sehingga tajam dan komprehensif. Jurus pamungkas ini harus mendapat dukungan dari semua pihak supaya hasilnya maksimal di lapangan,” ujar Abdul Sobur. Khawatir Presiden Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Elly Rosita yang dihubungi terpisah menyebutkan, draf omnibus law RUU Cipta Lapangan Kerja yang beredar saat ini tak dapat dipastikan kebenarannya. Kondisi ini justru mengkhawatirkan karena pemerintah bisa memiliki versi resminya. ”Kami tegaskan, kami tidak menolak omnibus law Cipta Lapangan Kerja. Sejak awal wacana ini muncul, sikap kami juga tidak menolak,” ujarnya. KSBSI kini sudah masuk dalam tim perumus draf. KSBSI bersama 10 federasi di bawah naungan konfederasi sedang menggelar lokakarya selama tiga hari untuk merumuskan draf usulan. Meski demikian, KSBSI akan kembali menggelar aksi secara nasional. Tujuannya agar pemerintah bersikap transparan terhadap draf omnibus law. ”Jangan sampai kami tidak tahu-menahu RUU Cipta Lapangan Kerja, tetapi sudah diketok (disahkan),” ujarnya. Timboel memperkirakan draf omnibus law Cipta Lapangan Kerja  yang banyak beredar bukan draf resmi. ”Beberapa draf yang beredar isinya tidak jauh berbeda dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Kami rasa bukan draf resmi,” ujarnya.
  Kembali ke sebelumnya