Isi Artikel |
Suatu hal yang saat ini kita anggap tiada, bukan berarti akan selamanya tiada. Bisa jadi, sesuatu itu akan tercipta untuk dinikmati manusia pada masanya. Perjalanan revolusi industri menjadi buktinya.
Oleh DEDY AFRIANTO
Suatu hal yang saat ini kita anggap tiada, bukan berarti akan selamanya tiada. Bisa jadi, sesuatu itu akan tercipta untuk dinikmati manusia pada masanya. Setidaknya, perjalanan panjang revolusi industri selama hampir tiga abad terakhir mengajarkan umat manusia tentang hal ini.
Para penjelajah samudra pada pertengahan abad ke-15 mungkin tak akan mengira bahwa perjalanan mereka bisa saja lebih cepat andai menggunakan kapal bermesin. Sayangnya, teknologi ini belum ditemukan kala itu sehingga perjalanan harus dilakukan selama berbulan-bulan bermodalkan kapal layar untuk menuju tanah harapan.
Demikian pula dengan peta perjalanan. Saat itu belum terpikir adanya sebuah peta digital untuk menuntun perjalanan lintas benua. Terbatasnya ruang informasi memaksa para penjelajah untuk membuat peta secara manual sesuai dengan perjalanan yang dilalui. Hingga kini, jejak peta kuno yang dibuat secara manual masih dapat ditemui pada museum-museum di sejumlah negara.
Hal-hal yang dulu dianggap tidak ada, bahkan mustahil, seperti mesin kapal, peta digital, hingga teknologi lainnya, kini dapat dinikmati. Ini membuktikan, ketiadaan bukanlah sesuatu yang abadi. Hal yang tidak ada, suatu saat bisa menjadi ada untuk dinikmati manusia pada masanya.
Rangkaian penemuan sesuatu yang baru dan berpengaruh pada kehidupan banyak orang tak terlepas dari revolusi industri sejak medio abad ke-18 silam. Revolusi industri adalah gerbang dari perubahan fundamental dalam kehidupan manusia. Dari empat periode revolusi industri yang terjadi sejak abad ke-18 hingga saat ini, semuanya selalu berkaitan dengan penemuan teknologi.
Bagan tahapan revolusi industri.
Pada revolusi industri pertama, geliat industri rumahan yang mulai tumbuh di Inggris menjadi pijakan awal bagi perkembangan industri di Inggris. Faktor pendorong lainnya adalah terbukanya masyarakat di Eropa terhadap ilmu pengetahuan setelah terjadinya Revolusi Perancis. Hak paten yang diberikan oleh Pemerintah Inggris kepada para ilmuwan juga turut mendorong sejumlah penemuan baru.
Faktor pendorong ini turut memberikan dampak pada ditemukannya sejumlah teknologi baru, seperti mesin pemintal benang (1767), mesin uap (1769), dan baterai (1800), menjadi batu loncatan bagi perkembangan industri di dunia.
Teknologi kembali menjadi batu loncatan saat memasuki revolusi industri kedua pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Saat itu terdapat sejumlah penemuan baru yang menjadi faktor pengubah dunia secara signifikan hingga saat ini, seperti pembangkit tenaga listrik, pesawat, telepon, dan mobil.
Jika revolusi industri tahap pertama memangkas waktu produksi, pada revolusi industri tahap kedua, dunia terbantu dengan dipangkasnya waktu tempuh antarwilayah berkat pengembangan pada sektor teknologi transportasi.
Ini membuktikan bahwa ketiadaan bukanlah sesuatu yang abadi. Hal yang tidak ada, suatu saat bisa menjadi ada untuk dinikmati manusia pada masanya.
Dunia kembali mengalami perubahan dengan perkembangan komputer pada dekade 1960-an. Saat itu, komputer generasi ketiga mulai dikembangkan berkat penemuan integrated circuits atau microchip. Berkat teknologi ini, perangkat komputer dapat lebih kecil sehingga dapat dimanfaatkan untuk berbagai bidang pekerjaan.
Pengembangan teknologi komputer ini menjadi awal dari revolusi industri berikutnya, tak lama setelah perang dunia berakhir. Revolusi industri jilid ketiga terus berlanjut hingga akhir abad ke-20 seiring pengembangan internet.
Revolusi industri berikutnya datang lebih cepat. Jika jarak antara revolusi pertama, kedua, dan ketiga adalah sekitar 50 tahun, jarak antara revolusi industri ketiga dan keempat hanya berjarak kurang dari dua dekade.
Berkembangnya internet dengan pesat menjadi faktor pendorong revolusi industri jilid keempat. Perkembangan ini turut dirasakan oleh masyarakat dari semua lapisan masyarakat. Internet berkecepatan tinggi hingga pengembangan ponsel pintar menjadi bagian tak terpisahkan dari rangkaian revolusi industri 4.0 yang hingga kini masih dirasakan.
Dampak
Revolusi industri yang terjadi sebanyak empat kali memberikan dampak yang besar pada dunia dari berbagai sisi. Dampak pertama yang amat dirasakan adalah bertambahnya jumlah penduduk secara pesat dalam waktu singkat.
Hingga tahun 1825, penduduk di dunia hanya mencapai 1 miliar jiwa. Namun, setelah terjadi revolusi industri jilid pertama dan kedua, jumlah penduduk meningkat pesat hingga dua kali lipat. Dalam kurun waktu satu abad, penduduk di dunia sudah mencapai 2 miliar jiwa.
Pertumbuhan penduduk selanjutnya juga terjadi secara lebih cepat. Hanya dalam kurun waktu 33 tahun, jumlah penduduk di dunia kembali bertambah hingga mencapai 3 miliar jiwa. Tren percepatan pertumbuhan penduduk ini terus terjadi setelah revolusi industri 3.0 tahun 1960-an hingga 2011 lalu. Dunia hanya membutuhkan waktu 11 hingga 15 tahun setiap pertambahan penduduk 1 miliar jiwa.
Pesatnya pertumbuhan penduduk ini tidak terlepas dari ada upaya perbaikan kualitas hidup seiring terjadinya revolusi industri. Berbagai temuan pada bidang kesehatan juga turut membantu menekan angka kematian ibu dan anak hingga memperpanjang usia harapan hidup. Jika pada awal abad ke-19 angka harapan hidup pada sejumlah negara masih di bawah 50 tahun, kini usia harapan hidup terus meningkat hingga mencapai di atas 70 tahun.
Dampak lainnya dari revolusi industri adalah pada sektor ketenagakerjaan. Setiap revolusi industri selalu mengeliminasi sesuatu yang tradisional dan digantikan dengan sesuatu yang baru berbasis teknologi.
Pendiri World Economic Forum atau Forum Ekonomi Dunia, Klaus Schwab, dalam bukunya berjudul The Fourth Industrial Revolution (2016) mengungkapkan, revolusi industri pada satu sisi memberikan dampak pada disrupsi di beberapa bidang. Namun, kondisi ini memberikan peluang yang dapat menjadi celah untuk dimanfaatkan pada bidang lainnya.
Pada revolusi industri pertama, misalnya, para pekerja di sektor industri tekstil harus rela kalah saing dengan mesin pemintal yang saat itu baru ditemukan. Pada sisi lain, revolusi industri kala itu mempercepat produksi dan memunculkan industri skala besar sehingga turut membuka lapangan kerja.
Demikian juga dengan revolusi industri 4.0. Menurut laporan Forum Ekonomi Dunia, terdapat beberapa jenis pekerjaan yang memiliki peranan penting pada tahun 2022 mendatang, seperti analis data, spesialis perdagangan daring dan media sosial, dan pengembang aplikasi. Ini tentu menjadi peluang yang dapat dimanfaatkan oleh setiap tenaga kerja.
Hal baru
Revolusi industri setidaknya membuktikan satu hal, segala sesuatu yang bahkan tidak pernah terpikir akan ada, pada akhirnya dapat tercipta dan bermanfaat bagi masyarakat luas pada berbagai lini kehidupan.
Panggilan video atau video call, misalnya, sebelum adanya internet, panggilan video mungkin tak pernah terpikirkan oleh orang-orang pada zamannya. Hingga akhirnya pada 2001, ide tentang panggilan video sempat ditayangkan dalam film A Space Odyssey. Kini, imajinasi dalam film tersebut menjadi nyata. Panggilan video dapat dinikmati dengan mudah seiring mulai maraknya ponsel pintar dengan jaringan 4G.
Hal baru lainnya yang juga muncul adalah perdagangan elektronik atau e-dagang. Dulu, perdagangan membutuhkan waktu hingga berbulan-bulan dengan menggunakan kapal penjelajah samudra. Kini, proses jual-beli dapat dilakukan hanya dalam genggaman tangan.
Perkembangan perdagangan secara elektronik ini telah diprediksi sejak akhir abad ke-20. Harian Kompas bahkan telah menyinggung potensi e-dagang sejak 25 Agustus 1996. Kini, potensi tersebut menjadi nyata dan dapat dinikmati oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
Satu hal yang menjadi perhatian dari revolusi industri saat ini adalah perkembangan hal baru yang semakin cepat dibandingkan dengan periode revolusi industri sebelumnya. Melihat pola dari revolusi industri sebelumnya, bisa saja hal-hal yang saat ini kita anggap mustahil untuk ada, hanya dalam waktu singkat akan ada dihadapan kita, dan tentu menuntut kita untuk siap beradaptasi dengan kebaruan. (Dedy Afrianto/Litbang Kompas)
|