Isi Artikel |
Filsafat Pendidikan
Merdeka Belajar untuk Kebahagiaan
Pendidikan seyogianya membawa manusia merefleksikan kebermaknaan hidup dan keutuhan manusia sebagai mahluk ber-Tuhan dan ber-masyarakat sebagai fokus pendidikan dan mengisi spektrum kemanusiaan.
Oleh Anita Lie
Mengapa manusia mesti belajar? Sejarah menggambarkan upaya manusia untuk menyadari realitas diri dan lingkungannya serta untuk bertumbuh dalam relasinya dengan lingkungan alam dan sesamanya.
Untuk mencapai kesadaran ini, manusia belajar melontarkan pertanyaan-pertanyaan dan berupaya menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul. Sebagian pertanyaan yang tidak terjawab disisihkan dan dititipkan kepada masa depan.
Namun, kesadaran tersebut juga akan bersinggungan, bertumbukan serta berkelindan dengan kesadaran-kesadaran dari manusia lain. Untuk mengatur secara kolektif proses pencapaian kesadaran itu, manusia membangun suatu sistem pendidikan. Melalui sistem pendidikan, manusia dikondisikan sebagai pemelajar yang mampu menjadi terang bagi masyarakat dengan berbagai kemuliaan dan patologinya.
Melalui sistem pendidikan, manusia dikondisikan sebagai pemelajar yang mampu menjadi terang bagi masyarakat dengan berbagai kemuliaan dan patologinya.
Jadi membelenggu
Sayangnya, dalam perkembangannya sistem ini terus menambah mekanisme pengaturan yang semula bertujuan baik tetapi kemudian justru makin membelenggu kemerdekaan manusia untuk belajar.
Untuk apa manusia belajar? Secara esensial, manusia belajar untuk menjadi bahagia dan membawa kebahagiaan bagi manusia lain. Bahwa kemudian ada variasi interpretasi dan reduksi makna kebahagiaan itu sendiri tidak terlepas dari perbedaan pemahaman dan pengalaman para aktor dalam suatu sistem pendidikan.
Secara esensial, manusia belajar untuk menjadi bahagia dan membawa kebahagiaan bagi manusia lain.
Dalam perjalanannya mencapai satu versi kebahagiaan, manusia justru bisa menciptakan lembah kekelaman bagi manusia lain dalam spektrum yang paling primitif seperti dalam perang dan penindasan manusia lain sampai dengan yang paling canggih melalui terobosan-terobosan bioteknologi.
Lembah kekelaman juga terjadi melalui kecanggihan intelegensi manusia justru karena kegagalan manusia memahami alam semesta dan mengatur laku hidupnya sesuai dengan tanda-tanda alam.
Menjadi Tuhan
Dalam bukunya, Homo Deus: A Brief History of Tomorrow, Yuval Noah Harari mengingatkan, menuju abad-abad selanjutnya, bencana kelaparan, perang, dan penyakit tidak akan lagi menjadi ancaman yang lebih serius daripada ambisi manusia menjadi Tuhan melalui kemajuan bioteknologi.
Yang akan dihadapi oleh para lulusan sistem pendidikan kita adalah agenda besar abad ini—kreasi dan kehancuran melalui rekayasa genetika, cyborg—dan benda-benda non-organik. Bill Maris, Presiden Google Ventures dan Peter Thiel, pendiri PayPal, membiayai proyek-proyek manusia super yang bertujuan memperpanjang hidup manusia, bahkan mengalahkan kematian.
Di sisi sebaliknya, proyek manusia super juga meniadakan benih-benih yang kurang unggul melalui pemindahan seleksi alam kepada eksperimen laboratorium.
Untuk apa hidup manusia diperpanjang? Apakah manusia akan bahagia berumur panjang atau malah memperpanjang penderitaan (bagi diri sendiri maupun orang lain)?
Maka, proyek-proyek lain pun dikerjakan untuk menemukan formula kebahagiaan melalui rekayasa biologi molekuler sehingga upaya manusia untuk menjadi bahagia bukan lagi perjalanan kemanunggalan manusia dengan alam semesta dan Sang Pencipta. Kebahagiaan manusia menjadi pekerjaan laboratorium menemukan dan menata-ulang kode-kode genetika serta mengatur lalu lintas dopamin, serotonin, endorfin, dan oksitosin melalui tindakan medis-bioteknologis.
Kebahagiaan manusia menjadi pekerjaan laboratorium menemukan dan menata-ulang kode-kode genetika serta mengatur lalu lintas dopamin, serotonin, endorfin, dan oksitosin melalui tindakan medis-bioteknologis.
Bagaimana manusia belajar? Untuk menjawab pertanyaan ini, perlu pendahuluan jawaban atas pertanyaan siapa yang menjadi pemelajar dan ke arah mana si manusia pemelajar ini akan diarahkan.
Perbedaan tafsir atas makna kebahagiaan dan bagaimana pendidikan bisa mengantarkan anak didik untuk mencapai kebahagiaan tersebut kemudian ikut memperumit sistem mulai dari pencapaian kesepakatan tentang muatan pengetahuan dan keterampilan apa yang perlu dipelajari (kurikulum), penentuan pendekatan untuk menguasai pengetahuan dan keterampilan (strategi dan metodologi), proses pembelajarannya (guru), dan mekanisme operasional serta akuntabilitas (kebijakan dan regulasi).
Kemerdekaan belajar
Bagaimana kemerdekaan belajar bisa membantu manusia mencapai kebahagiaan? Ilmu pengetahuan berkembang sebagai upaya manusia untuk menaklukkan alam semesta.
Manusia bisa menggunakan ilmu pengetahuan menuju titik baik atau titik buruk. Maka, pendidikan seyogianya tidak hanya mengantarkan manusia dalam penguasaan dan pengembangan pengetahuan, tetapi juga menuntun manusia pada titik kesadaran mengenali titik baik dan titik buruk serta bertanggung jawab atas pilihannya.
Perjalanan proyek manusia super masih belum akan berakhir tragis seperti dalam film-film science-fiction versi Hollywood, tetapi menjadi proses historis langkah demi langkah peleburan manusia dengan robot dan komputer. Pada titik inilah, pendidikan bisa berperan dalam spektrum kenadiran dan kemuliaan hidup.
Pendidikan kontemporer di banyak negara saat ini berlomba-lomba memacu anak didik untuk menjadi unggul dalam bidang sains, teknologi, engineering, dan matematika (STEM) dalam ambisi manusia untuk menjadi unggul, menguasai dunia, dan menaklukkan alam semesta.
Berkembang seutuhnya
Keunggulan itu kemudian diprediksikan dalam skor tes-tes internasional seperti PISA yang menguji kemampuan membaca, matematika, dan sains. Tentu tidak salah mengajar anak untuk menjadi unggul dalam bidang-bidang itu karena memang manusia dikaruniai kemampuan untuk mengembangkan diri dan bidang-bidang itu telah membantu umat manusia untuk memperbaiki kualitas hidup.
Kebahagiaan terletak pada penggunaan kebebasan yang memerdekakan manusia dari dirinya sendiri dan membawa berkah bagi manusia lain.
Namun, formulasi STEM di sekolah-sekolah seyogianya tidak mengabaikan seni, budaya, dan kerohanian agar anak didik tidak tersesat dan kehilangan kemanusiaannya.
Ketika laju ambisi manusia untuk mengunggulkan dirinya melalui ilmu pengetahuan tidak bisa lagi dihentikan, pendidikan bisa mengajak anak untuk terus mengisi kebermaknaan hidup agar umat manusia tidak terjerumus dalam lembah kekelaman keterasingannya.
Kebahagiaan terletak pada penggunaan kebebasan yang memerdekakan manusia dari dirinya sendiri dan membawa berkah bagi manusia lain.
Pendidikan seyogianya membawa manusia merefleksikan kebermaknaan hidup dan keutuhan manusia sebagai makhluk ber-Tuhan dan bermasyarakat sebagai fokus pendidikan dan mengisi spektrum kemanusiaan antara titik nadir dan titik mulianya.
(Anita Lie, Guru Besar Universitas Katolik Widya Mandala, Surabaya)
|