Isi Artikel |
Pendidikan Karakter
Pendidikan Kemakmuran
Tugas pendidikan adalah membangun karakter untuk berbagi. Berbagi kepada siapa saja. Karena dengan berbagi maka hidup akan bergerak dan menjemput kemakmuran.
Oleh Sidharta Susila
Prinsip hidup itu bergerak. Demikian gagasan Herakleitus (535-475 SM), filsuf Yunani Kuno. Ketika pergerakan hidup dihentikan, kematian pun menjemput.
Gerak sebagai prinsip hidup itu nyata pada tubuh. Ketika gerak darah dihentikan, matilah manusia. Yang menarik, saat bergerak, darah juga berbagi. Ia membagikan oksigen dan nutrisi kepada sel-sel. Bergerak dan berbagi itu menghidupkan.
Ada kisah bijak dalam tradisi Kristen tentang merawat kehidupan yang makmur dengan bergerak dan berbagi: Yesus memberi makan ribuan orang dengan lima roti dan dua ikan. Yesus meminta para murid menyuruh ribuan orang itu duduk berkelompok. Ia mendoakan roti dan ikan; memberikannya kepada para murid untuk diteruskan kepada ribuan orang. Mulailah acara makan bersama. Setelah semua makan, sisa makanan yang dikumpulkan: 12 bakul.
Mukjizat kemakmuran
Itulah kisah bijak tentang pendidikan kemakmuran. Dalam cerita tersebut, Yesus tidak mengikuti sikap para murid yang mandek. Yesus bergerak. Ia juga memaksa para murid bergerak.
Penulis bayangkan Yesus mengajarkan kepada khalayak tentang tata cara makan dalam kebersamaan: mengeluarkan bekal, mendoakan dan membagikannya. Ya, pertama-tama dibagikan. Tak dimakan sendiri. Maka, yang terjadi, saling mengeluarkan milik masing-masing, membagikannya kepada sesama. Mukjizat kemakmuran pun tercipta.
Salah satu karakter yang perlu dibangun dalam pendidikan adalah karakter bergerak dan berbagi. Kalau kita sadari bahwa keterpurukan negeri ini disebabkan korupsi, itu terjadi karena aset negeri ini dimandekkan pada sejumlah orang. Korupsi itu menghentikan prinsip pergerakan dalam hidup. Kehancuran negeri ini kian buruk karena aset yang dimandekkan itu dimakan sendiri.
Salah satu karakter yang perlu dibangun dalam pendidikan adalah karakter bergerak dan berbagi
Korupsi dalam bentuk apa pun pada prinsipnya menghentikan filosofi hidup: bergerak. Ketika pergerakan dihentikan, maka kemakmuran dengan berbagi pun tidak terjadi. Dalam hidup sehari-hari, mengupayakan kemakmuran dengan prinsip bergerak dan berbagi bisa diwujudkan dalam berbagi ilmu.
Pro-kontra wacana dibukanya ekspor benih lobster oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo beberapa waktu lalu bisa menjadi contoh menarik (Kompas, 18/12/2019). Karena ketiadaan pengembangan ilmu merawat benih lobster di negeri ini, maka menjual benih lobster adalah pilihan logis ketimbang membiarkan benih lobster mati sia-sia.
Padahal, Vietnam telah sukses membudidayakan benih lobster. Oleh Vietnam, benih asal Indonesia itu dibesarkan jadi ukuran konsumsi, lalu diekspor lagi dengan nilai tambah berkali-kali lipat.
Jadi, ada ilmu membesarkan benih lobster hingga memperoleh kemakmuran fantastis. Ilmu itu memakmurkan hidup. Selama ilmu itu tak dibagikan, selama itu juga bangsa ini tetap meyakini bahwa menjual benih lobster adalah pilihan logis dan menghasilkan.
Kasus serupa terjadi pada pembudidayaan ikan air tawar. Banyak orang enggan beternak lele karena selalu terbentur dengan biaya pembelian pakan/ pelet. Padahal, beberapa tahun lalu Kementerian Kelautan dan Perikanan telah memberi pelatihan sejumlah lembaga untuk membuat pakan pendukung dengan pembudidayaan maggot BSF. Namun, teknologi dan ilmu pembudidayaan maggot BSF ini tak bergulir dan tak terbagikan masif kepada masyarakat.
Mereka pun tak melihat peluang mendapat kemakmuran dengan budidaya lele.
Tersendat bahkan kemandekan aliran berbagi ilmu bisa juga terjadi karena tingkah politik ekonomi. Ilmu sengaja tak dibagikan demi pemasaran produksi pabrik. Rakyat pun terus hidup dalam ketergantungan pada produsen.
Kondisi kian sulit ketika oknum pemerintah bersama para pemodal bermain mata bikin regulasi yang kian membuat rakyat tergantung dan tak punya pilihan. Di sinilah tantangan makna lain dari pendidikan yang memerdekakan.
Kemiskinan terjadi karena kebodohan.
KOMPAS/HARIS FIRDAUS
Tugas pendidikan adalah membangun karakter untuk berbagi. Berbagi kepada siapa saja. Karena dengan berbagi maka hidup akan bergerak dan menjemput kemakmuran.
(Sidharta Susila Pemerhati Pendidikan, Tinggal di Semarang)
|