Judul | Anggota DPR Jadi Makelar KPK Tangkap Anggota Komisi III DPR, I Putu Sudiartana |
Tanggal | 30 Juni 2016 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | 1 |
Kata Kunci | |
AKD |
- Komisi III - Mahkamah Kehormatan Dewan |
Isi Artikel | JAKARTA, KOMPAS — Penangkapan anggota Komisi III DPR, I Putu Sudiartana, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, Selasa (28/6), menandakan masih ada legislator yang menyalahgunakan kewenangannya dengan menjadi makelar proyek pemerintah yang sedang dibahas di DPR. Kompas/Lucky PransiskaPenyidik Komisi Pemberantasan Korupsi menunjukan barang bukti uang tunai dolar Singapura dan bukti transfer bank yang diamankan dalam operasi tangkap tangan terhadap Anggota DPR Komisi III dari Partai Demokrat, I Putu Sudiartana di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (29/6). I Putu Sudiartana diamankan bersama tiga orang lain terkait dugaan penerimaan suap terhadap proyek infrastruktur di Sumatera Barat. Putu yang bertugas di Komisi III, yang membidangi persoalan hukum, ditengarai bisa "mengatur" proyek infrastruktur senilai Rp 300 miliar yang jadi ranah Komisi V DPR. Proyek itu juga ada di Sumatera Barat, sementara Putu adalah anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat dari daerah pemilihan Bali. Operasi tangkap tangan terhadap Putu menambah daftar panjang anggota DPR yang tertangkap karena menjadi "makelar" proyek. Akhir 2015, KPK menangkap anggota DPR, Dewie Yasin Limpo, yang menerima uang "ijon" 7 persen dari proyek pembangkit listrik mikrohidro di Papua. Januari 2016, KPK menangkap Damayanti Wisnu Putranti, anggota DPR yang menerima suap proyek infrastruktur jalan di Maluku. Berdasarkan data KPK sejak tahun 2004 hingga 31 Mei 2016, sudah 112 anggota DPR dan DPRD yang ditangkap KPK karena kasus korupsi. Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, Rabu, di Jakarta, menuturkan, operasi tangkap tangan terhadap Putu terkait suap rencana pembangunan di 12 ruas jalan di Sumatera Barat dengan nilai total Rp 300 miliar. Proyek ini menurut rencana dianggarkan selama tiga tahun, dimulai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016. Proyek ini merupakan usulan Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang dan Permukiman Provinsi Sumatera Barat. KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Putu Sudiartana, sekretaris Putu, Noviyanti, dan pihak swasta yang menjadi orang kepercayaan Putu, Suhemi sebagai pihak yang menerima dan turut menerima suap. Sementara itu, Kepala Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang dan Permukiman Provinsi Sumatera Barat Suprapto dan Yogan Askan, pengusaha yang diduga akan mengerjakan proyek, sebagai pemberi suap. Adapun Muchlis, suami Noviyanti yang sempat ditangkap, tidak ditetapkan sebagai tersangka karena nomor rekeningnya hanya dipakai sebagai tujuan transfer uang suap. Operasi tangkap tangan ini bermula dari penangkapan Noviyanti dan Muchlis di rumah mereka di Petamburan, Jakarta, Selasa sekitar pukul 18.00. Setelah itu, sekitar pukul 21.00, penyidik KPK menuju rumah dinas Putu di Kompleks DPR Ulujami, Jakarta Selatan. KOMPAS/LASTI KURNIARuangan anggota Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat, I Putu Sudiartana, yang berada di lantai 9 Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Jakarta, disegel penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (29/6). Penyegelan terkait penangkapan Putu bersama sejumlah orang lainnya dalam operasi tangkap tangan KPK pada Selasa (28/6) malam. Masih di hari yang sama, sekitar pukul 23.00, KPK menangkap Suprapto dan Yogan di Padang, Sumbar. Pada Rabu, pukul 03.00, KPK mengamankan Suhemi di Tebing Tinggi, Sumut. Suhemi diduga merupakan penghubung antara Putu dan penyuap di Padang. Menurut Basaria, suap diberikan Yogan dan Suprapto kepada Putu melalui rekening Muchlis ataupun Noviyanti. Penyidik menyita tiga bukti transfer tertanggal 25 Juni dan 27 Juni dengan nilai masing-masing Rp 150 juta, Rp 300 juta, dan Rp 50 juta. Selain itu, di rumah Putu, KPK juga menyita uang 40.000 dollar Singapura dalam pecahan 1.000 dollar. KPK masih mendalami asal-usul uang tersebut. Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menuturkan, penyidik KPK akan mendalami bagaimana Putu yang bertugas di Komisi III bisa mengatur proyek infrastruktur yang berada di bawah kewenangan Komisi V. Dia juga belum bisa memastikan apakah "pengaturan" itu dilakukan dalam kapasitas Putu sebagai anggota Badan Anggaran DPR atau karena ia bisa memengaruhi komisi lain. KOMPASTVAnggota DPR kembali tertangkap tangan oleh KPK, I Putu Sudiartana, Anggota Komisi III asal Partai Demokrat ditangkap KPK Jakarta, Selasa (28/6) kemarin malam. Ruangannya pun, telah disegel KPK. Ironisnya penangkapan ini dilakukan sehari setelah Putu ikut bertemu dengan pimpinan KPK. Laode menyesalkan kembali berulangnya korupsi di sektor infrastruktur. Ia berharap operasi tangkap tangan ini bisa menambah kesadaran semua pihak karena infrastruktur merupakan proyek nasional yang harus diselamakan. "Jika KPK dipercaya membantu pencegahan dengan DPR, kami bersyukur bisa melakukan itu," ujarnya. Kejar keuntungan pribadi Pengajar hukum pidana Universitas Indonesia, Akhiar Salmi, mengatakan, terus berulangnya kasus suap seperti yang diduga dilakukan Putu menunjukkan motif anggota DPR untuk masuk parlemen adalah mengejar proyek dan keuntungan pribadi, bukan menjalankan fungsinya sebagai wakil rakyat. "Anggota DPR seperti tidak pernah kapok melakukan korupsi?" kata Akhiar. Kasus yang menjerat Putu juga menunjukkan bahwa celah korupsi anggota DPR ada bermacam-macam. Modus untuk menarik keuntungan bisa didapat dari berbagai celah. Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat Amir Syamsuddin menyatakan belum mendengar ada keterangan dan bukti yang cukup kuat dari KPK bahwa penangkapan Putu, Wakil Bendahara Umum Partai Demokrat, adalah operasi tangkap tangan. Namun, terkait kasus ini, Demokrat akan memberikan sanksi kepada Putu berupa pemberhentian dari semua jabatan partai. (AGE/ZAK/COK/GAL) Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 30 Juni 2016, di halaman 1 dengan judul "Anggota DPR Jadi Makelar". |
Kembali ke sebelumnya |