Selamat datang di website E-PAPER PERPUSTAKAAN DPRRI.

Koleksi Perpustakaan DPR RI

Judul Benahi Sistem Pengawasan
Tanggal 01 Juli 2016
Surat Kabar Kompas
Halaman 1
Kata Kunci
AKD - Komisi III
- Komisi IX
Isi Artikel Benahi Sistem Pengawasan   JAKARTA, KOMPAS — Peredaran vaksin palsu yang terkuak baru-baru ini menjadi pelajaran penting untuk membenahi sistem pengawasan vaksin. Verifikasi pemasok vaksin harus jadi prosedur mutlak yang tak boleh dilanggar, terutama pada tender pengadaan vaksin di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lain. Selama ini, selain melalui katalog elektronik, rumah sakit dan klinik swasta bisa mengadakan sendiri obat dan vaksin untuk kebutuhannya. Motif mendapat barang murah menjadi peluang masuk pemasok vaksin palsu. ”Bisa jadi produsen vaksinnya disebutkan di luar negeri, tetapi distributornya di dalam negeri. Verifikasi pemasok vaksin inilah yang seharusnya bisa diperketat lagi,” kata dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono, di Jakarta, Kamis (30/6). Direktur Pengawasan Distribusi Produk Terapeutik Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Arustyono memaparkan, ketentuan pengadaan obat dan vaksin sudah ada. Namun, motif ekonomi pemasok yang mengejar target penjualan dan fasilitas kesehatan yang ingin mendapat barang murah memungkinkan vaksin palsu masuk ke fasilitas kesehatan. ”Di lapangan, perusahaan tak berizin memasok vaksin bisa memasok vaksin ke fasilitas kesehatan. Padahal, pemasok vaksin harus bersertifikat cara distribusi obat yang baik,” ujarnya. Terhambat regulasi Menurut Pelaksana Tugas Kepala BPOM Tengku Bahdar Johan Hamid, pengawasan produksi vaksin hingga distribusi di pedagang besar farmasi menjadi kewenangan BPOM. Adapun pengawasan layanan kefarmasian di rumah sakit, apotek, dan puskesmas ada di Kementerian Kesehatan dan pemerintah daerah. ”Jadi, yang mengawasi obat terlalu banyak,” ujarnya. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit dan Permenkes Nomor 35 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kefarmasian di Apotek mengatur layanan kefarmasian. ”Jika pengawasan berjalan baik dan aturan dipatuhi, tak akan ada vaksin palsu,” ucapnya. Akses pengawasan BPOM pada apotek pun minim. Menurut Permenkes No 35/2014, pembinaan dan pengawasan hanya oleh Menkes serta kepala dinas kesehatan provinsi dan kabupaten atau kota. ”Setelah ada aturan itu, jika fasilitas kesehatan menolak menunjukkan faktur pembelian vaksin di rumah sakit dan apotek, kami tak bisa apa-apa,” ujar Arustyono. Sekretaris Utama BPOM Reri Indriani menambahkan, minimnya jumlah pengawas makanan dan farmasi (PMF) BPOM memicu lemahnya pengawasan. Untuk 250 juta warga Indonesia, idealnya ada 10.618 pengawas makanan dan farmasi. Namun, baru ada 1.634 orang, atau 15 persen kebutuhan ideal. Selain itu, menurut Kepala Biro Hukum dan Humas BPOM Riati Anggriani, masuknya vaksin palsu ke fasilitas kesehatan terkait pengelolaan limbah medis tidak benar. Limbah medis, termasuk vaksin kedaluwarsa, seharusnya dimusnahkan. Perketat pengawasan ”Pencegahan vaksin palsu dan pengendalian distribusi vaksin harus diperbaiki demi masa depan manusia Indonesia,” kata Direktur Bio Farma Iskandar, kemarin, di Bandung, Jawa Barat. Produsen lebih dari 3,2 miliar dosis vaksin per tahun itu mengakui produk serum dan diagnostik produksi Bio Farma, seperti BIOSAT (Serum Anti Tetanus), BIOSAVE (Serum Anti Bisa Ular), dan Tuberculin PPD, dipalsukan para pelaku. Pencegahan sejak dini penting demi rasa aman warga. Produsen vaksin, distributor, dan petugas kesehatan harus memperhatikan kemasan, masa kedaluwarsa, kode produksi, dan asal-usul vaksin sebelum diberikan ke warga. Di sejumlah daerah, antara lain Yogyakarta, Jayapura (Papua), dan Bogor (Jawa Barat), Balai Besar POM terus memeriksa fasilitas kesehatan guna mengecek keaslian vaksin. Pemeriksaan dilakukan pada rumah sakit umum, rumah sakit ibu dan anak, klinik, apotek, dan distributor. Tidak Ditemukan di Kota Bogor Wali Kota Bima Arya Sugiarto memastikan, tidak ditemukan vaksin palsu di puskesmas ataupun rumah sakit di Kota Bogor, Jawa Barat. Meski demikian, pihaknya tetap memerintahkan aparat terkait untuk tetap waspada dan melakukan pengecekan. ”Sudah kami cek puskesmas dan rumah sakit. Katanya, yang dipalsukan itu vaksin impor. Jadi, belum ada laporan ditemukan vaksin palsu di Kota Bogor. Dinas kesehatan sudah mengundang semua pimpinan rumah sakit dan Persatuan Dokter Anak Indonesia. Belum ada laporan temuan vaksin palsu. Namun, kami sudah meminta mereka untuk kembali melakukan pengecekan dan meningkatkan kewaspadaan,” tutur Bima. Sebelumnya, Kepala Bidang Pencegahan Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinkes Kota Bogor Edi Darma juga memastikan tidak ditemukan vaksin palsu beredar di Kota Bogor. Menurut dia, Kota Bogor memiliki sistem pendistribusian vaksin yang sangat ketat untuk bayi dan balita. ”Dari dinkes vaksin langsung didistribusikan ke puskesmas, posyandu, dan rumah sakit. Pengontrolan kualitas vaksin sangat ketat, dari pengecekan kemasan hingga penyimpanan pada suhu 2 sampai 8 derajat celsius dengan menggunakan sistem pendingin yang canggih,” katanya. Menurut dia, Dinkes Kota Bogor mendapat vaksin dari Biofarma yang sudah teruji sebagai lembaga yang memproduksi vaksin yang diakui WHO. (RTS) Sementara itu, 10 bayi dan anak balita terindikasi mendapatkan vaksin palsu oleh bidan Elly Novita di Ciracas, Jakarta Timur. Bayi dan anak balita akan diobservasi tim medis terkait dampak vaksin palsu bagi mereka. Kemarin, Menkes Nila F Moeloek bersama Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto melihat kondisi mereka. Menurut Kepala Polri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti, polisi mengecek bahan baku vaksin palsu, lalu meminta pendapat ahli terkait dampaknya bagi tubuh. Ada 17 tersangka kasus itu. (ADH/JOG/CHE/HRS/FLO/C11/WAD/MDN/RTS)
  Kembali ke sebelumnya