Selamat datang di website E-PAPER PERPUSTAKAAN DPRRI.

Koleksi Perpustakaan DPR RI

Judul Artikel Opini. Pandemi Covid-19. Saat Korona belokkan imunitas jadi senjata makan tuan
Tanggal 08 April 2020
Surat Kabar Kompas
Halaman -
Kata Kunci
AKD - Komisi IX
Isi Artikel Pandemi Covid-19 Saat Korona Belokkan Imunitas Jadi Senjata Makan Tuan Untuk menghindari kefatalan, selain mengandalkan vaksin yang sampai sekarang masih dalam proses percepatan riset, sangat penting upaya untuk menjaga dan memperkuat sistem kekebalan tubuh. Oleh Djoko Santoso    Mengapa virus korona jenis baru (novel coronavirus) ini bisa sangat mematikan? Bagaimana virus bernama resmi Covid-19 ini menyerang tubuh dan mengapa bisa menyebabkan korban meninggal dalam waktu sangat cepat, 4-7 hari? Padahal, pada pasien HIV/AIDS umumnya perlu waktu bertahun-tahun menuju kefatalan. Kalau HIV/AIDS ibarat perang gerilya, Covid-19 menghancurkan dalam perang kilat (blitzkrieg). Gambaran kerusakan itu bisa dilihat dari sebuah video yang disebar di medsos. Dokter Keith Mortman, Kepala Bedah Toraks RS Universitas George, Washington, menunjukkan permodelan 3D untuk memperlihatkan betapa cepatnya Covid-19 menyerang paru-paru. Mulai dari tahap membanjiri alveoli dan akhirnya paru-paru berhenti berfungsi. Seluruh proses sejak pertama terinfeksi hingga paru-paru lumpuh ini hanya butuh satu minggu jika pasien sudah tak memiliki imunitas lagi. ”Saya ingin orang melihat ini dan mengerti apa yang bisa dilakukan. Orang-orang perlu menganggap ini serius,” katanya di tayangan tersebut. Covid-19 ini awalnya memang diremehkan. Sebab, saat tubuh positif terpapar, gejala awalnya hanya seperti flu. Disertai batuk dan sesak napas. Namun, bisa juga tak bergejala sama sekali pada orang usia muda yang sehat dan fit. Artinya, kesehatannya membuat virus belum mempan menyerang, tapi bisa jadi kapal induk virus yang bisa menularkan. Berbeda halnya jika virus merasuki orang yang rentan. Misal, usia lanjut atau orang segala usia dengan riwayat penyakit kronis. Gejalanya itu bisa langsung tampak mencolok, yakni langsung drop dan harus ditolong dengan alat bantu. Covid-19 ini awalnya memang diremehkan. Sebab, saat tubuh positif terpapar, gejala awalnya hanya seperti flu. Disertai batuk dan sesak napas. Cara bekerjanya, virus yang sudah berhasil masuk ke sel-sel di daerah tenggorokan atau saluran pernapasan akan beranak pinak. Ini berlangsung secara cepat, lalu membajaknya secara dominan. Daerah tenggorokan berubah menjadi pabrik yang terus-menerus memproduksi virus korona. Tanpa henti. Jumlah virus pun makin banyak dan terus menginfeksi lebih banyak sel tubuh. Karena pasukan virus makin banyak serta terus menekan dan menyerang, akhirnya dapat menembus benteng pertahanan. Masuk ke saluran napas paling dalam, yaitu paru-paru. Tubuh sebenarnya mengenali virus yang masuk. Sistem pertahanan memberikan isyarat ke seluruh tubuh bahwa ada virus masuk dan harus dibasmi. Dikerahkanlah bahan kimia yang disebut sitokin (semacam protein kimiawi). Tugasnya memperkuat sistem kekebalan tubuh hingga melakukan serangan balik untuk merusak virus asing itu. Menggempur kawan sendiri Pada kondisi ini muncul rasa nyeri, sakit, dan demam pada tubuh. Sel-sel tubuh yang diserang oleh virus ini akan teriritasi hingga menimbulkan batuk. Awalnya, batuk kering. Namun, bisa berlanjut hingga muncul batuk berdahak dengan lendir tebal, yang mengandung sel-sel paru-paru yang sudah mati terbunuh virus. Tahap ini berlangsung sekitar seminggu. Ketika sistem kekebalan tubuh berhasil memberantas virus, tubuh pulih kembali. Namun, jika kalah berperang, akan jatuh ke tahap sakit yang lebih serius. Ironisnya, kekalahan perang tubuh itu bukan karena imunitas tak bersemangat melawan Covid-19. Namun, justru karena sistem kekebalan tubuh bereaksi berlebihan dalam menghadapi virus, seperti mengamuk tak terkendali. Sitokin yang dihasilkan secara masif ini menyebar ke seluruh tubuh sehingga menyebabkan peradangan masif juga atau terjadi ”badai sitokin”. Dalam kondisi ini pun masih bisa diatasi jika didukung segera dengan perawatan intensif.   Jika penyebaran sitokin terlalu berat, proses berlanjut ke peradangan berat yang akan menyebabkan kerusakan di seluruh bagian tubuh. Terutama enam organ penting: jantung, paru-paru, otak, ginjal, liver, dan saluran pencernaan. Prosesnya, saat virus merangsek ke saluran napas yang paling dalam (paru-paru), seluruh kantong udara berukuran kecil yang disebut alveoli akan terinfeksi. Padahal, pada gelembung-gelembung alveoli inilah oksigen bergerak mengalir ke dalam darah dan karbon dioksida (CO2) bergerak keluar ke alam bebas. Inilah kondisi pneumonia, yaitu kantong-kantong alveoli mulai kebanjiran cairan pekat dan mengakibatkan kesulitan bernapas. Cairan pekat ini kaya protein sehingga sangat menarik bagi segala kuman untuk datang memangsa. Paru-paru pun makin rusak. Ditambah akibat ”badai sitokin”, pasien tak bisa bernapas (seperti tenggelam di udara). Mau tak mau pasien butuh ventilator untuk membantu bernapas. Dalam kasus HIV/AIDS, perlu waktu hingga 10 tahun sebelum pneumonia menjadi fatal. Namun, untuk Covid-19 bisa hanya dalam hitungan 4-7 hari. Ketika organ-organ tubuh mulai gagal berfungsi, peluang sembuh makin sayup. Seluruh bagian tubuh sakit karena enam organ vital gagal sudah diliputi kuman, destruktif pula. Tekanan darah turun drastis ke tingkat yang sangat berbahaya dan organ-organ penting tadi berhenti bekerja atau gagal total. Dalam situasi ini, tubuh tidak mendapatkan pasokan cukup oksigen, yang dibutuhkan untuk bertahan hidup. Salah satu akibatnya, ginjal gagal bekerja untuk membersihkan darah atau rusaknya lapisan usus di saluran pencernaan hingga berdarah. Walhasil, penyebaran sitokin yang awalnya dimaksudkan untuk menghadapi virus, akhirnya malah memicu ketidakseimbangan respons sistem kekebalan tubuh sehingga mengakibatkan peradangan hebat. Seperti senjata makan tuan, serangan virus itu ternyata justru memicu munculnya serangan dari sitokin yang mestinya membela tubuh. Seperti senjata makan tuan, serangan virus itu ternyata justru memicu munculnya serangan dari sitokin yang mestinya membela tubuh. Kinerja sistem pertahanan tubuh menjadi sangat hiperreaktif, bahkan tidak efisien. ”Badai sitokin” malah menggempur kawan sendiri, yakni limfosit atau sel T. Padahal, kelompok sel darah putih ini tentara utama pada sistem kekebalan tubuh. Ujungnya, jumlah limfosit drop seketika. Inilah akhir periode pertahanan tubuh pasien.   Untuk menghindari kefatalan, selain mengandalkan vaksin yang sampai sekarang masih dalam proses percepatan riset, sangat penting upaya untuk menjaga dan memperkuat sistem kekebalan tubuh. Caranya dengan menjalani pola hidup sehat, bersih, serta sering cuci tangan untuk mencegah virus ini masuk ke saluran napas atau saluran yang terhubung ke pernapasan. Wajib pula disiplin hidup sehat serta mengisolasi diri agar tidak ikut menyebarkan dan memenuhi nutrisi serta vitamin, juga tidur pulas dan cukup. Jangan mengabaikan, apalagi meremehkan. Dan, jangan lupa berdoa kepada Yang Maha Menyembuhkan. Semoga gelombang maut global oleh jasad renik ini segera berlalu. (Djoko Santoso, Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga)
  Kembali ke sebelumnya