Isi Artikel |
Jakarta - Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Sri Adiningsih mengungkapkan pihaknya dalam enam bulan terakhir sudah memberikan 50 lebih naskah pertimbangan untuk Presiden Joko Widodo. Lebih dari setengahnya berisi isu ekonomi. “Jumlah itu tergolong banyak untuk ukuran setengah tahun,” kata Sri kepada Tempo, kemarin. “Presiden kita menaruh perhatian yang besar dalam hal ekonomi.”
Sri mengatakan naskah itu merupakan hasil kajian dan diskusi yang melibatkan para ahli dan pemangku kepentingan.
Beberapa isu ekonomi yang menjadi perhatian utama adalah tentang pembangunan perbatasan, maritim, infrastruktur, dan penguatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. “Semua itu yang dianggap prioritas Presiden,” dia melanjutkan.
Meski demikian, Sri enggan memberikan penilaian tentang merosotnya perekonomian akhir-akhir ini. Menurut dia, selain faktor internal, gejolak ekonomi juga disebabkan oleh pelambatan global. “Presiden yang tahu tentang plus-minus menterinya untuk memperkuat kinerja demi mencapai target,” kata Sri.
Anggota parlemen dan pengamat ekonomi berharap perombakan kabinet akan memperkuat sektor perekonomian, yang kinerjanya dinilai paling buruk. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fadli Zon menilai sejumlah menteri bidang ekonomi bermasalah. “Ini masalah besar,” kata Fadli, kemarin.
Hal senada diutarakan anggota Komisi Keuangan DPR, Johnny Gerard Plate. Dia memaparkan angka pertumbuhan ekonomi sejauh ini meleset dari target, yakni hanya 4,92 persen pada kuartal I atau merosot dibanding pada periode yang sama tahun lalu sebesar 5,04 persen. Padahal, pemerintah telah mematok proyeksi pertumbuhan 5,2 persen pada akhir tahun.
Karena itu, Johnny setuju jika sejumlah menteri di sektor ekonomi diganti atau digeser. Namun, Johnny, yang juga Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai NasDem, menampik kabar bahwa partainya telah membicarakan rencana reshuffle secara khusus dengan Jokowi.
Kabar ini beredar menyusul pertemuan tertutup antara Ketua Umum NasDem Surya Paloh dan Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Selasa lalu. “Hanya silaturahmi, baru pulang ke Indonesia setelah liburan,” kata Johnny.
Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati, mengatakan perombakan kabinet diperlukan untuk menggenjot performa ekonomi yang lamban. Enny menilai hampir semua komponen penyokong pertumbuhan ekonomi saat ini sedang loyo. Dia bahkan pesimistis ekonomi triwulan kedua tahun ini bakal melampaui 5 persen. “Memang diperlukan perbaikan manajemen. Selama ini yang terjadi, khususnya di pangan, adalah salah urus,” ujar Enny, kemarin.
Enny menilai konsumsi masyarakat gagal meningkat menyusul melambungnya harga bahan pokok. Padahal, dia mengingatkan, 80 persen penyokong pertumbuhan ekonomi domestik berasal dari konsumsi rumah tangga.
Dia juga menyesalkan kinerja Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil-Menengah, yang dinilainya gagal mereformasi iklim bisnis rakyat kecil. Pertumbuhan penyaluran kredit usaha mikro, kecil, dan menengah semester I hanya Rp 756,3 triliun atau tumbuh sebesar 8,9 persen.ARKHELAUS W | HUSSEIN ABRI | ROBBY IRFANY
|