Isi Artikel |
JAKARTA, KOMPAS — Jumlah penduduk miskin per Maret 2016 mencapai 28 juta jiwa atau 10,86 persen dari total penduduk Indonesia. Dibandingkan dengan Maret 2015, jumlah penduduk miskin berkurang sekitar 580.000 jiwa.
Namun, pada saat bersamaan, indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan di desa memburuk.
Hasil survei kemiskinan Badan Pusat Statistik (BPS) itu dipaparkan Kepala BPS Suryamin dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (18/7).
Jumlah penduduk miskin per Maret 2016 sebanyak 28,01 juta jiwa, yang terdiri dari 10,34 juta jiwa di kota dan 17,67 juta jiwa di desa. Artinya, jumlah penduduk miskin di desa hampir dua kali lipat penduduk miskin di kota.
Baik di kota maupun desa, jumlah penduduk miskin pada Maret 2016 berkurang dibandingkan dengan Maret 2015. Pengurangan penduduk miskin di kota sekitar 310.000 jiwa, lebih besar dibandingkan desa yang berkurang 270.000 jiwa.
Berkurangnya jumlah penduduk miskin, menurut Suryamin, antara lain disebabkan persentase kenaikan pendapatan penduduk miskin dan inflasi yang relatif rendah.
Dalam siaran pers BPS disebutkan, persoalan kemiskinan bukan sekadar jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Kebijakan pengentasan kemiskinan harus dapat mengurangi jumlah penduduk miskin serta mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan.
Indeks kedalaman kemiskinan mengindikasikan rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung menjauhi garis kemiskinan. Indeks keparahan kemiskinan mengindikasikan ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.
Indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan di desa lebih buruk daripada di kota. Indeks kedalaman kemiskinan di desa kian buruk, dari 2,55 per Maret 2015 menjadi 2,74 per Maret 2016. Indeks keparahan kemiskinan di desa memburuk dari 0,71 per Maret 2015 menjadi 0,79 per Maret 2016.
Peneliti The Institute for Ecosoc Rights, Sri Palupi, berpendapat, beban masyarakat desa lebih berat ketimbang kota. "Selama ini pembangunan berorientasi ke kota. Sementara persoalan menumpuk di pedesaan. Dan, kita lihat pembangunan kota tidak ramah untuk orang miskin," kata Palupi.
Data kedalaman dan keparahan kemiskinan di desa yang kian buruk itu mengindikasikan program pembangunan belum sepenuhnya efektif. Karena itu, fokus pada pembangunan infrastruktur perlu lebih dipertajam.
BPS menggunakan konsep kebutuhan dasar untuk mengukur kemiskinan. Kemiskinan didefinisikan sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan.
Metode ini digunakan BPS sejak 1998 supaya hasil penghitungan konsisten dan bisa dibandingkan dari waktu ke waktu. (LAS)
|