Isi Artikel |
Infrastruktur Pendidikan
Jangan Abaikan Perawatan Gedung Sekolah di Tengah Pandemi
Kondisi ruang kelas di sekolah harus diperhatikan. Perawatannya cenderung terabaikan setelah tiga bulan saat pandemi tak digunakan.
Oleh Dedy Afrianto
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Murid kelas enam belajar dengan kondisi seadanya di SDN Kertajaya 2, Rumpin, Bogor, Jawa Barat, Senin (22/7/2019). Sejak 2016, beberapa kelas di SDN Kertajaya 2 kekurangan meja dan kursi karena rusak. Siswa terpaksa belajar dengan kondisi tidak nyaman. Selain itu, sekolah yang berjarak 50 kilometer dari Ibu Kota ini tidak mempunyai toilet dan ruang perpustakaan. Kondisi bangunan sekolah juga mengalami kerusakan sejak 2013 dan hingga kini belum tersentuh renovasi.
Meski bangunan fisik sekolah tidak digunakan selama pandemi Covid-19, perawatan tetap harus dilakukan. Banyaknya ruang kelas yang saat ini mengalami kerusakan bisa mengancam keselamatan pelajar saat kembali ke sekolah.
Pandemi Covid-19 memaksa para pelajar di kota ataupun desa pada seluruh jenjang pendidikan menerapkan pembelajaran jarak jauh. Akibatnya, bangunan fisik sekolah, terutama ruangan kelas, tidak lagi dimanfaatkan untuk kegiatan belajar-mengajar selama tiga bulan terakhir.
Kondisi ini bisa saja berdampak pada terabaikannya perawatan gedung sekolah setelah tidak lagi digunakan selama berbulan-bulan. Apalagi, bagi sekolah atau yayasan yang menggantungkan sumber keuangannya dari iuran, biaya perawatan gedung bisa saja terpangkas karena sejumlah kelonggaran pembayaran yang diberikan kepada para siswa di tengah pandemi.
Sebelum pandemi Covid-19, persoalan perawatan ruang kelas telah menjadi persoalan yang belum tuntas pada sektor pendidikan. Jika merujuk pada catatan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang dirilis pada awal 2020, hanya 17,2 persen ruang kelas di Indonesia yang berada dalam kondisi baik. Sementara 82,8 persen lainnya masuk pada kategori rusak sedang, rusak ringan, dan rusak berat.
Persentase kerusakan ruang kelas di Indonesia mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya. Pada kategori rusak ringan, misalnya, ruang kelas yang masuk pada kategori ini meningkat dari 932.660 ruangan pada tahun 2018 menjadi 1,1 juta ruang kelas pada 2019. Kerusakan ringan berkaitan dengan nonstruktural bangunan, seperti penutup atap dan langit-langit di ruang kelas.
Persentase kenaikan tertinggi dicatatkan pada kategori rusak sedang yang meliputi kerusakan nonstruktural dan struktural dengan tingkat kerusakan hingga 45 persen. Pada tahun 2018, jumlah ruang kelas di Indonesia pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang mengalami rusak sedang mencapai 132.469 ruangan dan meningkat hingga mencapai 81,4 persen pada tahun 2019.
Jika sebelum pandemi Covid-19 jumlah ruang kelas di Indonesia yang mengalami kerusakan mengalami kenaikan, maka hal ini patut diwaspadai selama masa pandemi Covid-19. Pemeriksaan secara rutin tentu dibutuhkan untuk menjamin tidak adanya kerusakan tambahan saat ruang kelas tidak digunakan.
Baca juga: Gunung Es Kerusakan Sekolah Dasar
Jenjang pendidikan
Jika menilik berdasarkan jenjang pendidikan, jumlah ruang kelas yang masuk pada kategori baik menyusut pada semua jenjang pendidikan, baik SD, SMP, SMA, maupun SMK. Artinya, jumlah ruang kelas yang mengalami kerusakan juga meningkat pada setiap jenjang pendidikan.
Sekolah menengah kejuruan mencatatkan kenaikan kerusakan ruang kelas tertinggi dibandingkan jenjang pendidikan lainnya. Dalam kurun satu tahun, penambahan ruang kelas pada jenjang SMK yang mengalami kerusakan mencapai 49,9 persen.
Kenaikan tertinggi tercatat pada kategori rusak sedang yang mencapai 80,9 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Artinya, banyak ruang kelas pada jenjang SMK yang mengalami kerusakan struktural dan nonstruktural, seperti struktur atap dan lantai bangunan.
Sementara ruang kelas jenjang SMK yang masuk kategori baik menyusut hingga 29 persen dari 78.169 ruang kelas pada tahun 2018 menjadi 55.519 ruangan pada tahun 2019. Ini menunjukkan adanya persoalan perawatan bangunan sekolah, khususnya ruang kelas pada jenjang SMK. Kondisi ini tentu juga harus diperhatikan selama pandemi Covid-19 saat ruangan kelas tidak lagi digunakan.
Pertumbuhan kerusakan ruangan kelas yang tinggi juga dicatatkan pada jenjang pendidikan SMA. Dalam kurun satu tahun, terjadi kenaikan kerusakan ruang kelas hingga 43,4 persen. Jika pada tahun 2018 terdapat 90.120 ruangan yang rusak, maka pada tahun 2019 jumlah kerusakan meningkat cukup signifikan hingga mencapai 129.268 ruangan.
Sama halnya dengan SMK, tingkat kerusakan tertinggi pada jenjang SMA adalah pada kategori rusak sedang yang meningkat hingga 74,9 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Artinya, pada jenjang pendidikan menengah, perhatian secara khusus perlu diberikan pada kondisi struktural dan nonstruktural bangunan.
Sementara pada jenjang pendidikan dasar, pertumbuhan kerusakan ruang kelas tertinggi adalah pada jenjang sekolah menengah pertama. Dalam kurun satu tahun, kerusakan ruang kelas bertambah sebesar 30,7 persen.
Kerusakan terbesar juga tercatat pada kategori rusak sedang yang mencapai 73,8 persen. Pada tahun 2018 lalu, jumlah ruang kelas SMP yang masuk pada kategori ini mencapai 29.879 ruang kelas dan meningkat pesat pada tahun 2019 menjadi 51.927 ruangan.
Sementara pada jenjang sekolah dasar, secara keseluruhan terjadi kenaikan kerusakan ruang kelas hingga 24,8 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Kenaikan tertinggi tercatat pada kategori rusak sedang yang mencapai 84,5 persen.
Wali kelas 5 SDN Pondok Bahar 1, Kelurahan Parung Jaya, Kecamatan Karang Tengah, Kota Tangerang, Tarmidzi, menunjukkan kerusakan atap di ruang kelas tempat ia mengajar, Selasa (5/4/2016). Untuk menjaga keselamatan siswa, Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendidikan setempat memerintahkan kegiatan belajar dipindahkan ke SDN Pondok Bahar 6.
Banyaknya penambahan jumlah ruang kelas yang rusak sepanjang 2019 lalu menunjukkan adanya suatu persoalan dalam manajemen perawatan gedung pada setiap sekolah. Hal ini menjadi persoalan pada sekolah swasta ataupun sekolah negeri.
Pada jenjang SD, misalnya, tingkat kerusakan sekolah swasta mencapai 68,7 persen dari kategori rusak ringan hingga rusak berat. Sementara pada sekolah negeri, pada tahun 2019 lalu tercatat hanya 10,6 persen ruang kelas yang masuk pada kategori baik.
Kondisi serupa juga tercatat pada jenjang pendidikan menengah. Pada SMA Swasta, sebanyak 67,8 persen ruang kelas mengalami kerusakan dari kategori sedang hingga berat. Kondisi yang sama juga dicatatkan pada 75,4 persen ruang kelas di SMA Negeri.
Baca juga: Ada 9.686 Ruang Kelas Rusak Menanti Diperbaiki di Kabupaten Bekasi
Dampak
Selama ini, kerusakan ruang kelas kerap mencederai para pelajar ataupun guru. Salah satu kerusakan sekolah yang mengancam pelajar terjadi pada Juni 2016 di Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Atap ruang kelas di SD Negeri Turitempel ambruk. Akibatnya, tiga siswa mengalami luka-luka.
Kondisi serupa juga terjadi pada tahun 2018. Atap kantin SMK Negeri 3 Tangerang runtuh dan melukai lima orang siswa dan seorang anak pedagang kantin. Selanjutnya, pada Oktober 2019, kerusakan ruang kelas menyebabkan 19 siswa dan seorang guru terluka karena ambruknya atap ruang kelas di SMP Negeri 2 Plumbon, Cirebon.
Terakhir, di Pasuruan, Jawa Timur, atap empat kelas di SDN Gentong ambruk saat kegiatan belajar-mengajar tengah berlangsung. Seorang siswa dan guru meninggal, sementara sebelas murid lainnya terluka.
Kondisi ini tentu menjadi lampu kuning bagi dunia pendidikan di Indonesia. Jika selama digunakan dalam proses belajar-mengajar perawatan ruang kelas menjadi suatu persoalan yang belum dituntaskan, maka kondisi serupa perlu diantisipasi saat ruang kelas tidak lagi digunakan. Jangan sampai, kerusakan ruang kelas justru bertambah karena tidak ada perawatan selama pandemi Covid-19. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Mengapa Harus Membayar Berita Daring?
|