Isi Artikel |
[JAKARTA] Partai Demokrat meminta KPK tidak beretorika dalam menangani perkara suap yang membelit I Putu Sudiartana berkaitan dengan dugaan adanya aliran dana kepada partai mengingat status Sudiartana selain anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat adalah wabendum.
"KPK saya kira jangan beretorika tetapi jelaskan saja dulu kepada publik apakah benar (kasus) yang bersangkutan itu adalah hasil operasi tangkap tangan (OTT)," kata Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat Amir Syamsudin, kepada SP, di Jakarta, Senin (11/7).
Sudiartana ditangkap KPK bersama dengan empat orang lainnya di lokasi yang berbeda pada Selasa (28/6). Amir mencurigai adanya ketidakberesan dalam perkara tersebut lantaran menerima informasi mengenai masuknya laporan masyarakat disusul dengan surat perintah penyelidikan dan penahanan di waktu yang bersamaan OTT dilakukan.
Namun demikian, Amir mengatakan, pihaknya tidak mau memperkarakan kejanggalan tersebut tetapi meminta KPK memberi penjelasan yang rinci terkait perkara yang membelit Sudiartana.
"Kami juga melakukan penelusuran dan mengklarifikasi kepada pihak-pihak yang menjadi tersangka. Hasilnya, biar KPK saja yang mengklarifikasi apa yang terjadi. Jelaskan dulu kepada publik apakah ini benar OTT atau hanya khayalan," ujar Amir.
Sudiartana ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka bersama seorang stafnya, Noviyanti, Suhemi, Kadis Prasarana Jalan, Tata Ruang, dan Pemukiman Sumbar Suprapto, dan pengusaha Sumbar Yogan Askan. Kelimanya ditersangkakan kasus suap pembangunan 12 ruas jalan di Sumbar dengan nilai proyek Rp 620 miliar.
Kasus ini menarik perhatian karena selain posisi Putu adalah anggota Komisi III DPR yang tidak ada urusannya dengan pembangunan infrastrukutur juga berkaitan dengan penangkapannya yang menurut Demokrat bukan OTT. Sebab, Putu tidak tertangkap basah menerima suap tetapi dituduh menggunakan rekening orang lain untuk menampung suap.
"Baru kali ini ada OTT yang menurut Komisioner KPK sebagai OTT modus baru. Kalau OTT itu ada kronologi, pemberian (uang) dan penerimaan, tetapi dalam kasus ini tidak ada," katanya.
Amir mengatakan, tidak adanya penjelasan konkret dari KPK terhadap kasus ini justru mengesankan KPK memanfaatkan libur Idul Fitri sebagai momen untuk menutup kejanggalan-kejanggalan dibalik kasus Sudiartana. Amir menilai, Partai Demokrat yang selama ini militan membela KPK dari upaya pelemahan berhak untuk meminta keadilan.
"Kami tidak meminta balas budi tetapi keadilan itu perlu dikedepankan. Jangan sampai KPK merusak reputasinya sendiri," katanya. (E-11)
|