Isi Artikel |
AddThis Sharing Buttons
JAKARTA — Bank Indonesia menilai suku bunga acuan 6,5% masih cukup untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, sehingga Rapat Dewan Gubernur BI memutuskan tidak memangkas BI Rate kendati sejumlah indikator makroekonomi relatif stabil.
Direktur Eksekutif Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung mengatakan bahwa transmisi penurunan selama empat kali dengan total 100 basis poin sejak awal tahun menunjukkan perbaikan.
Pada Juni 2016, penurunan BI Rate telah memangkas suku bunga deposito sebesar 80 basis poin (year to date) dan suku bunga kredit juga terpangkas 45 basis poin.
“Sejauh ini kami melihat ruang itu masih ada, tetapi sampai saat ini stance yang sekarang masih memadai baik untuk mendukung pertumbuhan ekonomi maupun menjaga inflasi,” katanya, di Gedung BI, Jakarta, Kamis (21/7).
Sejumlah ekonom yang disurvei Bisnis meyakini Bank Sentral akan menurunkan BI Rate dengan dosis sekitar 25 bps menyusul semakin derasnya arus modal masuk dan relatif rendahnya realisasi inflasi.
Deposit facility juga dipertahankan di 4,5% dan lending facility sebesar 7,0%. Sementara itu, BI 7-day Repo Rate juga tidak dipangkas dan bertahan di level 5,25%.
Dengan begitu term structure operasi moneter BI untuk tujuh hari sebesar 5,25%, dua pekan sebesar 5,45%, satu bulan sebesar 5,7%, tiga bulan sebesar 6,10%, enam bulan 6,30%, sembilan bulan 6,4%, dan 12 bulan 6,50%.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2016 diperkirakan membaik walaupun masih terbatas di kisaran 4,9%- 5%. Pada kuartal-kuartal selanjutnya pencapaian pertumbuhan ekonomi diyakini terus meningkat sejalan penguatan stimulus fiskal dengan implementasi Undang-undang Pengampunan Pajak dan belanja pemerintah.
Adapun inflasi pada pekan kedua Juli 2016 menunjukkan penurunan dari pekan pertama. Survei BI pada pekan kedua menunjukkan inflasi sebesar 1,18%, sedangkan inflasi pekan pertama mencapai 1,2%.
Menurut Juda, tingginya hasil survei inflasi Juli 2016 lebih tinggi dari pencapaian Juni 2016 merupakan efek dari kenaikan tarif angkutan udara dan gangguan distribusi karena kemacetan.
“Itu mempengaruhi harga-harga komoditas pangan seperti cabai di pekan pertama inflasinya naik 32%, tapi diyakini di minggu mendatang inflasinya ke bawah,” ujarnya.
Dari sisi global, dia menilai probabilitas kenaikan Fed Fund Rate tidak ada peluang kenaikan pada Desember 2016. Tekanan yang mereda itu telah membuat aliran dana asing masuk ke negara berkembang, termasuk Indonesia. Dampak Brexit terhadap rupiah cenderung terbatas. Penguatan rupiah menunjukkan persepsi positif investor terhadap prospek ekonomi domestik.
TAX AMNESTY
Ekonom Kenta Institute Eric Alexan der Sugandi menuturkan keputusan bank sentral untuk ti dak memangkas suku bunga acu an tidak akan berdampak besar pada kondisi perekonomian. BI ti dak akan lagi memakai BI Rate se bagai suku bunga kebijakan pada Agustus 2016. Policy rate akan beralih ke 7-day Reverse Repo Rate.
Dia meyakini transmisi kebijakan moneter oleh bank sentral memperlihatkan perbaikan sehingga BI memilih berhenti sebentar dari masa perlonggaran. Dia memperkirakan suku bunga kebijakan akan bertahan hingga satu kuartal mengingat akselerasi pertumbuhan kredit pada pertumbuhan ekonomi baru akan terasa di semester kedua tahun ini.
“Dampaknya juga tidak optimal walau tetap ada sehingga pertumbuhan ekonomi sepanjang 2016 di kisar an 5%-5,1%,” ucapnya.
Ekonom PT Bank Central Asia Tbk David Sumual menuturkan bank sentral lebih cenderung melihat efektivitas relaksasi kebijakan yang telah dilakukan sebelumnya. Ke depan, dengan keberhasilan tax amnesty, ruang pelonggaran moneter akan semakin terbuka karena inflasi terjaga rendah karena rupiah terus menguat.
“Inflasi akhir tahun bisa lebih rendah dari ekspektasi BI, bisa di batas bawah 3%,” katanya.
Selain itu, BI meyakini deklarasi pemilik dana terjadi pada bulan ini sehingga dana masuk pada akhir desember. Repatriasi dana yang besar pada akhir tahun perlu dikelola dengan baik terutama pada kuartal I/2017.
BI mengasumsikan dana tebusan yang mengalir senilai Rp54 triliun dan total repatriasi mencapai Rp560 triliun. Mengenai ketahanan sistem perbankan, BI meyakini masih terjaga yang tercermin dari penurunan suku bunga perbankan baik suku bunga kredit maupun deposito. Juda mengatakan sampai dengan transmisi pelonggaran kebijakan moneter melalui jalur suku bunga ini menunjukkan arah yang positif.
"Sampai Juni 2016 suku bunga deposito turun sebesar 80 bps dan suku bunga kredit turun 45 bps secara year to date.”
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, rata-rata suku bunga kredit pada Mei 2016 tercatat sebesar 12,50%, turun 10 bps dibandingkan dengan posisi pada bulan sebelumnya 12,60%.
Sementara itu, suku bunga simpanan berjangka untuk tenor 1, 3, 6, dan 12 bulan masing–masing tercatat sebesar 6,79%, 7,21%, 7,96%, dan 7,90%, turun dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 6,95%, 7,27%, 8,13%, dan 8,02%.
Meskipun demikian, transmisi pelonggaran kebijakan moneter melalui jalur kredit masih dinilai belum optimal. Hal tersebut terlihat dari pertumbuhan kredit yang masih terbatas, meskipun sedikit meningkat pada Mei 2016.
Menurut data Bank Indonesia, posisi kredit yang disalurkan perbankan pada akhir Mei 2016 tercatat Rp4.099,2 triliun atau tumbuh 8,0% (year-on-year/yoy). Nilai ini lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh 7,7% (yoy).
Peningkatan pertumbuhan kredit tersebut terutama terjadi pada kredit modal kerja (KMK). Pada Mei, rasio kecukupan modal perbankan tercatat sebesar 22,2%, rasio kredit bermasalah berada di kisaran 3,1% (gross) atau 1,5% (nett). Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Mei 2016 tercatat sebesar 6,5% (yoy), naik dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 6,2% (yoy).
|