Isi Artikel |
JAKARTA, KOMPAS — Setelah mangkrak sekitar 15 tahun, DPR akhirnya membuka kembali wacana pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga. Para anggota DPR periode 2019-2024 berkeinginan untuk melanjutkan proses legislasi kembali RUU tersebut, dan menggolkan sebagai undang-undang. Selain akan mengusulkan sebagai salah satu RUU prioritas Program Legislasi Nasional pada 2020, sejumlah anggota DPR mengusulkan agar RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) akan diajukan melalui Badan Legislasi (Baleg) DPR. “Jadi kita sudah telusuri di mana mangkraknya, dan kalau RUU tidak jadi inisiatif Komisi IX maka mungkin akan mengajukan dari Baleg. Saya mencoba bicara dengan teman pimpinan di Baleg kalau aspirasi anggota Baleg itu ingin RUU PPRT dimasukkan Prolegnas 2020,” ujar Willy Aditya, Wakil Ketua Baleg dari Fraksi Nasdem, usai Rapat Dengar Pendapat Umum Baleg dengan Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT), Senin (2/12/2019), di Ruang Rapat Baleg DPR di Kompleks Parlemen Senayan. Rapat yang dipimpin Willy mendengarkan masukan/pandangan dari Jala PRT yang dipimpin Lita Anggraini (Koordinator Jala PRT). Meskipun baru rapat perdana, Willy menegaskan dalam RDPU tersebut sudah terlihat semangat para anggota Baleg dari berbagai fraksi untuk membahas dan mengesahkan RUU tersebut menjadi UU. “Jarang loh rapat Baleg seramai itu. Semua fraksi memberikan respons positif,” kata Willy. Karena itu, Willy menyatakan Baleg memiliki ruang untuk di luar komisi untuk mengusulkan RUU tersebut sebagai inisiatif. Bahkan, dia mengungkapkan rencana untuk diambil Baleg akan dirapatkan di tingkat pimpinan. “Sejauh ini positif lah, Baleg akan menjadikan itu sebagai salah satu inisiatif, tinggal nanti rapat sinkronisasi bersama semuanya. Dalam minggu-minggu ini, satu atau dua hari ini,” kata Willy. Lita Anggraini (Koordinator Jala PRT) menyerahkan draf RUU PPRT kepada pakar hukumProf Maria Farida Indrati, usai RDPU Baleg dengan Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT), Senin (2/12/2019) di Ruang Rapat Baleg DPR di Kompleks Parlemen Senayan. Langkah awal yang positif Mengenai proses legislasi RUU PRT, Lita Anggraini berharap, RDPU dengan Baleg DPR merupakan langkah awal yang patut diapresiasi setelah 15 tahun RUU PPRT mangkrak. “Semoga hari ini menjadi titik balik dari terwujudnya UU PRT di periode ini, terutama mulai dibahas di tahun 2020. Kami akan mengawal RUU ini sampai terwujudnya undang-undang PPRT,” katanya. Menurut Lita, dukungan dari DPR untuk menjadikan RUU PPRT sebagai prioritas prolegnas 2020 karena atas dasar kemanusiaan, serta untuk membangun keseimbangan dan hubungan relasi yang saling bermanfaat antara pemberi kerja dan pekerja rumah tangga (PRT). “Jadi saya pikir tidak perlu ada yang dikhawatirkan dengan adanya Undang-Undang PPRT. Justru UU tersebut akan membangun apa yang diamanatkan dalam UUD 1945, juga Pancasila, serta instrumen-instrumen dalam prinsip-prinsip yang dasar hak asasi manusia,” katanya. Sebab menurut Lita, mewujudkan perlindungan bagi PRT sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs), yakni Tujuan Nomor 8 yakni Pertumbuhan Ekonomi dan Pekerjaan yang Layak. Apalagi dalam prinsip dalam TPB adalah tidak seorangpun ditinggalkan. Hingga kini ada sekitar 4,2 juta PRT Indonesia yang mayoritasnya perempuan. Karena itu, Lita sangat berharap proses legislasi dari RUU PPRT menjadi inisiatif Baleg. Sebab, dia khawatir pengalaman-pengalaman di periode lalu, RUU PPRT selalu kalah dengan RUU yang lain. “Karena itu kami berharap apa yang disampaikan di hari ini, besok akan terwujud dan terealisasi dengan keputusan menjadikan RUU PPRT sebagai proglenas 2020,” ujar Lita. Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT), foto bersama usai RDPU dengan Baleg DPR, Senin (2/12/2019) di Ruang Rapat Baleg DPR di Kompleks Parlemen Senayan. Jumlah PRT terbesar Menurut Lita, DPR dan pemerintah harus memberikan perhatian kepada PRT, karena hingga kini Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah PRT terbesar. Bahkan dari rapid assessment Jala PRT tahun 2010, jumlah PRT diperkirakan 16,11 juta orang. Namun menurut survei ILO Jakarta tahun 2016, jumlah PRT di dalam negeri sekitar 4,2 juta orang. “Kalau sekarang jumlahnya mungkin bisa lebih dari 4,2 juta orang,” tambah Lita. Dalam RDPU Baleg dengan Jala PRT tersebut, umumnya anggota Baleg menyampaikan dukungan agar RUU PPRT tersebut berlanjut dan menjadi prioritas DPR. Mereka juga sepakat RUU tersebut tidak hanya sekadar jumlah 4,2 juta tapi dari segi kemanusiaan. “PKB dengan tulus ikhlas akan memperjuangkan RUU ini menjadi UU,” kata Abdul Wahid dari Fraksi PKB. Taufik Basari, Fraksi Nasdem menyatakan mendukung RUU PPPRT menjadi UU, karena perjalanan legislasi RUU tersebut sudah berlangsung lama. Ia menilai, sesungguhnya masalah utama yang terkait dengan PRT adalah soal cara pandang masyarakat yang masih terpengaruh dengan budaya sejak jaman penjajahan, yang memandang PRT sebagai hubungan kerja melayani, membantu, dan mengabdi. “Perjuangan RUU PPRT sudah cukup lama, mudah-mudahan akan ada hasilnya, saya mendukung sekali,” katanya. Selain RDPU dengan Jala PRT, Baleg juga mendengar masukan dan pandangan dari pakar hukum Prof Maria Farida Indrati.
|