Judul | ANGGARAN Tambahan Anggaran untuk Covid-19 Perlebar Defisit APBN |
Tanggal | 01 April 2020 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | - |
Kata Kunci | |
AKD |
- Komisi IX - Badan Anggaran |
Isi Artikel | JAKARTA, KOMPAS — Indonesia memerlukan tambahan anggaran Rp 405,1 triliun untuk penanganan dampak Covid-19. Untuk memenuhi kebutuhan itu, defisit anggaran akan diperlebar dari target 1,76 persen menjadi 5,07 persen produk domestik bruto pada 2020. Pelebaran defisit anggaran menjadi di atas 3 persen produk domestik bruto (PDB) itu akan diterapkan secara temporer sampai dengan 2023. Kebijakan ini ditempuh untuk merespons pandemi Covid-19 dan risiko krisis ekonomi yang membayangi Indonesia. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah harus menempuh langkah-langkah luar biasa untuk mengatasi pandemi Covid-19 dan mengantisipasi krisis ekonomi. Salah satu kebijakan yang ditempuh adalah memperlebar defisit APBN menjadi di atas 3 persen PDB secara temporer. ”Relaksasi defisit anggaran hanya untuk tiga tahun karena diperkirakan guncangan ekonomi sudah selesai. Setelah 2023, defisit kembali menjadi maksimal 3 persen sesuai UU Keuangan Negara,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan secara virtual dari Jakarta, Rabu (1/4/2020). Pelebaran defisit APBN diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19. Sri Mulyani menambahkan, ada dua faktor utama yang mendesak pelebaran defisit APBN, yaitu kebutuhan tambahan anggaran untuk penanganan dampak Covid-19 serta risiko penurunan pendapatan negara akibat perlemahan ekonomi. Pemerintah tidak menetapkan batas atas pelebaran defisit APBN. ”Defisit di atas 3 persen tanpa cap. Defisit akan berangsur menurun dengan skenario tidak terjadi krisis keuangan,” tambah Sri Mulyani. Tambahan Belanja dan Pembiayaan APBN 2020 untuk Penanganan Dampak Covid-19. Sumber: Kementerian Keuangan Tambahan anggaran Rp 405,1 triliun untuk penanggulangan Covid-19 itu terdiri dari anggaran untuk bidang kesehatan Rp 75 triliun, perluasan jaring pengaman sosial Rp 110 triliun, dukungan industri Rp 70,1 triliun, dan program pemulihan ekonomi nasional Rp 150 triliun. Tambahan anggaran belum dialokasikan dalam APBN 2020. Sebelumnya, pemerintah mengalokasikan Rp 118,3 triliun-Rp 121,3 triliun dari realokasi belanja kementerian/lembaga serta transfer daerah dan dana desa untuk penanganan Covid-19. Sri Mulyani menuturkan, tambahan anggaran akan bersumber dari dalam negeri dan luar negeri. Pemerintah akan menggunakan saldo anggaran lebih (SAL) sekitar Rp 160 triliun, dana abadi, dan dana yang dikelola badan layanan umum. Selain itu, pembiayaan diperoleh dari penerbitan obligasi dan pinjaman luar negeri. Nantinya, postur APBN 2020 akan berubah signifikan dari sisi pendapatan negara, belanja, dan pembiayaan. Pemerintah sedang menyusun postur APBN Perubahan yang dasar hukumnya akan dipayungi peraturan presiden. Pendapatan negara Pelebaran defisit APBN juga dipengaruhi penurunan pendapatan negara pada saat mesti ekspansi belanja. Penerimaan perpajakan diperkirakan anjlok 10 persen akibat pelemahan pertumbuhan ekonomi, dukungan insentif pajak, serta penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) badan dari 25 persen menjadi 20 persen. ”Selain perpajakan, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) juga menurun sebagai dampak jatuhnya harga komoditas,” kata Sri Mulyani. Target penerimaan perpajakan dan PNBP dalam APBN 2020 sebesar Rp 2.232,7 triliun. Adapun realisasi penerimaan per Februari 2020 sebesar Rp 216,6 triliun atau 9,7 persen dari target APBN. Realisasi penerimaan itu turun 0,5 persen dibandingkan dengan Februari 2019. Tambahan anggaran akan bersumber dari dalam negeri dan luar negeri. Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo Direktur Eksekutif Center for Indonesian Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo berpendapat, pemerintah perlu segera merevisi target penerimaan perpajakan dalam APBN Perubahan. Dalam situasi seperti ini, realisasi penerimaan paling moderat sekitar 75 persen dari target penerimaan tahun lalu. ”Revisi target penerimaan perpajakan akan mengurangi setengah beban pemerintah sehingga bisa lebih fokus ke stimulus untuk menggerakkan roda perekonomian,” kata Yustinus. Dampak Covid-19 terhadap perekonomian dan respons yang diambil pemerintah. Sumber: Kementerian Keuangan Menurut Yustinus, langkah pemerintah untuk mengenakan pajak terhadap kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik yang diatur dalam perppu cukup beralasan. Pengenaan PPh maupun Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan membantu perluasan basis pajak di tengah penggunaan platform digital yang tinggi selama pandemi Covid-19. Selain itu, pemerintah perlu mengevaluasi insentif pajak yang telah diberikan sebelumnya. Perluasan insentif ke sektor-sektor, selain manufaktur, diperlukan karena dampak pandemi Covid-19 merata. Insentif dapat berupa relaksasi PPh 21 dan PPh 25 ditanggung pemerintah, pembebasan/penundaan bea masuk dan PPh 22 impor, serta percepatan restitusi PPN. Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Indonesia Frederico Gil Sander mengingatkan, fokus kebijakan pemerintah sebaiknya tidak hanya dalam jangka pendek. Pelebaran defisit anggaran yang temporer dan penerbitan obligasi pemerintah merupakan strategi jangka pendek. Pemerintah harus menyusun kebijakan pembiayaan yang berkelanjutan. Fokus kebijakan jangka panjang adalah strategi untuk meningkatkan pendapatan negara, terutama dari perpajakan. Indonesia membutuhkan pendapatan yang besar untuk mengimplementasikan berbagai kebijakan reformasi. Jangan sampai pemberian stimulus dan insentif pajak menggerus penerimaan. |
Kembali ke sebelumnya |