Isi Artikel |
OlehTIM KOMPAS
JAKARTA, KOMPAS — Sistem pembelajaran jarak jauh, yang berjalan hampir tiga bulan terakhir, kemungkinan besar akan tetap dilanjutkan saat tahun ajaran baru pada pertengahan Juli 2020. Pilihan ini lebih aman bagi semua warga sekolah, terutama di zona merah dengan kasus infeksi Covid-19 tinggi. Namun, pemerintah diminta mengatasi keterbatasan jaringan internet dan kebutuhan kurikulum yang mendukung sistem belajar dari rumah.
Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Evi Mulyani mengatakan, jadwal tahun ajaran baru masih tetap pada pekan ketiga Juli 2020. Namun, itu tidak berarti sekolah otomatis dibuka untuk kegiatan belajar tatap muka langsung. Metode pembelajaran bergantung pada perkembangan Covid-19.
”Sebagian besar sekolah akan tetap melanjutkan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Pembelajaran bisa dengan berbagai alternatif, yakni lewat internet, stasiun televisi, radio, dan banyak modul yang dapat digunakan atau dipelajari secara mandiri,” tutur Evi, di Jakarta, Selasa (9/6/2020).
Pilihan atas PJJ itu sesuai dengan aspirasi mayoritas orangtua murid dan sejumlah asosiasi guru, seperti Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu), Forum Guru Muhammadiyah (FGM), Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), dan Ikatan Guru Indonesia (IGI). Semua menekankan pentingnya menjaga keselamatan segenap warga sekolah yang meliputi siswa, guru, dan orangtua dari infeksi Covid-19. Menyadari kerentanan anak-anak pula, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merekomendasikan agar PJJ dilanjutkan hingga akhir 2020.
Baca juga : Sederhanakan Kurikulum Pendidikan Saat Pandemi Covid-19
Namun, pilihan PJJ harus diikuti keseriusan pemerintah pusat dan daerah untuk menyediakan akses internet, terutama di sekolah-sekolah di wilayah pinggiran. Jika masalah ini tak diatasi, sebagian anak akan kehilangan kesempatan mendapatkan hak pendidikan.
Terkait tuntutan penyediaan internet selama PJJ, Evi mengatakan, pemerintah memutuskan adanya prioritas ulang dalam kebijakan dan alokasi sumber daya dalam menghadapi pandemi. Hal ini termasuk alokasi anggaran pendidikan.
Baca juga : Atasi Kendala di Setiap Pilihan: Belajar Jarak Jauh atau Buka Sekolah
Pemanfaatan teknologi
Saat PJJ, semua pemangku kepentingan pendidikan perlu memperkuat adaptasi teknologi dengan mengutamakan hakikat tujuan pendidikan. Menurut pengamat pendidikan Indra Charismiadji, teknologi digital yang kini bermunculan adalah alat kerja. Keberhasilan PJJ bukan semata pada alat kerja, melainkan juga seluruh ekosistem pendidikan yang mengacu pada rumah, sekolah, dan masyarakat.
”Gagapnya sebagian besar guru atau orangtua saat PJJ adalah akibat mereka tidak dipersiapkan. Sementara teknologi digital berkembang sangat cepat,” katanya.
Indra menyarankan agar PJJ tidak dimaknai sebatas guru mengirim video materi pelajaran atau meminta siswa dan orangtua mengunduh materi di aplikasi edukasi. Harus ada pemahaman bersama pedagogi berbasis teknologi digital.
Baca juga : Dini, Normal Baru untuk Pendidikan
Selama hampir tiga bulan penerapan PJJ, sebagian sekolah memanfaatkan berbagai aplikasi teknologi belajar daring secara kreatif. Kepala Madrasah Tsanawiyah Negeri 14 Jakarta Timur Nur Azizah, contohnya, membentuk tim teknologi informasi. Tim menyodorkan aplikasi belajar, di antaranya
Google Classroom, Kahoot!, Quizziz, dan Whatsapp. Semua file mengajar disimpan agar bisa dipakai di kemudian hari. Manajemen sekolah memfasilitasi pelatihan bagi guru agar bisa kreatif.
”Penyampaian materi pelajaran didiskusikan melalui media komik bergambar dengan aplikasi digital, seperti Sparkol dan Comic Strip It,” kata Nur.
Model campuran
Sebagian daerah juga siap jika pemerintah membuka sekolah secara terbatas di zona hijau yang tanpa kasus Covid-19. Untuk itu, sejumlah dinas pendidikan di daerah dan sekolah telah bersiap. Itu, antara lain, dilaporkan dari Kota Palembang di Sumatera Selatan, Kota Semarang di Jawa Tengah, serta beberapa wilayah di Lampung dan Jawa Timur.
Selain protokol kesehatan, organisasi guru juga menawarkan sistem pembelajaran campuran. Pembelajaran memadukan tatap muka di sekolah dan daring di rumah. Materi pelajaran diberikan secara daring saat siswa mendapat giliran belajar di rumah dan pembelajaran tatap muka di sekolah untuk memperdalam pemahaman siswa akan materi pelajaran tersebut.
Baca juga : Utamakan Keselamatan Semua Warga Sekolah
”Sangat memungkinkan siswa dua pekan sekali ke sekolah dan cukup empat jam di sekolah dengan sistem guru piket. Siswa bertemu guru untuk berkonsultasi atas kesulitan yang dialami selama pembelajaran daring,” kata Ketua Umum IGI R Ramli Rahim.
Wakil Ketua Pimpinan Pusat Pergunu Aris Adi Leksana juga mengusulkan model pembelajaran campuran sebagai solusi atas kendala internet. ”Guru membuat modul, misalnya minggu pertama untuk membaca materi pelajaran, minggu kedua memahami, minggu ketiga tes (evaluasi). Jadi, guru tidak serta-merta memberikan tugas kepada siswa seperti selama ini. Modul ini bisa dikirim melalui aplikasi Whatsapp atau surat elektronik,” katanya.
Ketua Gugus Kerja Kampanye dan Media Save the Children Indonesia Victor Rembeth berpendapat, partisipasi semua pihak sangat dibutuhkan untuk mendukung kegiatan belajar-mengajar di era normal baru.
(TAN/MED/IKA/DIT/VIO/KOR/NSA/RAM/BRO/ETA/RTG)
|