Isi Artikel |
OlehADITYA PUTRA PERDANA
SEMARANG, KOMPAS — Pelaksanaan pembelajaran jarak jauh atau PJJ masih belum optimal di sejumlah daerah. Selain terkait sarana prasarana penunjang, pemahaman siswa akan materi pun belum seoptimal jika tatap muka langsung. Karena itu, rencana pelaksanaan pembelajaran mesti dibuat realistis.
Kepala Pusat Bimbingan Konseling dan Layanan Psikologi Universitas PGRI Semarang, Jawa Tengah, Desi Maulia, Jumat (1/5/2020), mengatakan, orangtua belum tentu menyaggupi dan memahami rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dari guru.
Karena itu, RPP perlu diubah agar dapat dipahami orangtua dan siswa, tetapi tetap sesuai kurikulum. ”Itu dengan menyiapkan aktivitas belajar yang menarik, kreatif, dan dekat dengan keseharian dan minat anak. Juga mengambil isu terkini,” ujarnya.
Dengan cara tersebut, kata Desi, anak akan terpacu untuk belajar dengan antusias. Selain itu, pembelajaran juga akan lebih bermakna. Hal tersebut juga perlu didukung adanya komunikasi yang baik antara guru dan orangtua siswa.
”Hal itu untuk mengenali ketersedian waktu dan sarana-prasarana, mengenali minat anak serta menentukan target realistis bagi anak. Kesepakatan mengenai jadwal belajar anak dan cara evaluasi juga perlu dibuat antara guru dan orangtua,” kata Desi.
Menurut Desi, sekolah dan pemerintah perlu mendukung guru-guru dalam menerapkan berbagai upaya agar PJJ berjalan optimal. Guru perlu dibekali keterampilan tambahan terkait pemanfaatan teknologi dan fasilitas dalam menyelenggarakan pembelajaran.
Di samping itu, penting agar kepercayaan diri guru dalam menerapkan PJJ ditumbuhkan. ”Bahwa guru dapat berkarya dan berdaya di masa pandemi ini. Begitu juga para siswa. Mereka dapat menjadi pembelajar yang merdeka dan bahagia,” katanya.
Kolaborasi
Desi menambahkan, orangtua dan siswa juga dapat memberi apresiasi daripada yang dilakukan guru dengan memberi umpan balik (feedback) membangun. Artinya, guru, orangtua, dan siswa harus mampu berkolaborasi dalam pelaksanaan PJJ.
Sementara itu, Kepala Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA) Plus Al Hidayah, Karangrayung, Kabupaten Grobogan, Ahmad Zaki, menuturkan, sejak pertengahan April 2020, ia dan guru-guru berkeliling mengunjungi para siswa.
Sekitar seminggu sekali, guru-guru mendatangi siswa sebagai evaluasi atas apa yang telah dipelajari selama seminggu. Setiap guru rata-rata membimbing siswa berkisar 30 menit hingga 1 jam. Dalam sehari, guru bisa membimbing 3-4 siswa.
”Kesulitan yang paling dirasakan anak-anak yakni tidak adanya interaksi saat PJJ. Lalu, dengan model belajar daring, ada gangguan jaringan karena tak semua daerah memilik akses internet yang memadai. Juga keterbatasan untuk membeli kuota atau bahkan tak memiliki perangkatnya,” ujar Zaki.
Zaki mengakui, apa yang dilakukannya belum optimal di tengah segala keterbatasan. Terlebih, guru-guru pun harus memikirkan keluarganya juga. Namun, ia meyakini, setelah Lebaran, intensitas bimbingan dapat ditingkatkan sehingga pembelajaran lebih optimal.
|