Selamat datang di website E-PAPER PERPUSTAKAAN DPRRI.

Koleksi Perpustakaan DPR RI

Judul Imbauan Pembelajaran Jarak Jauh Perlu Solusi Konkret dari Pemerintah
Tanggal 01 April 2020
Surat Kabar Kompas
Halaman 0
Kata Kunci
AKD - Komisi X
Isi Artikel JAKARTA, KOMPAS — Kompleksnya permasalahan, terutama karena faktor infrastruktur jaringan internet dan kondisi perekonomian siswa atau orangtua siswa, membuat pelaksanaan pembelajaran jarak jauh belum bisa optimal di seluruh daerah. Harus ada solusi konkret dari pemerintah untuk keberlanjutan pembelajaran jarak jauh agar semua siswa mendapat hak yang sama dalam pendidikan di masa pandemi Covid-19 ini. Pembelajaran jarak jauh memang bisa diselenggarakan dengan teknologi yang sesederhana mungkin, bahkan secara luring atau di luar jaringan, misalnya menggunakan jasa kurir atau siswa yang tidak memiliki akses internet diminta bergabung dengan siswa lain yang rumahnya berdekatan. Namun, kebijakan pembatasan dan jarak sosial untuk mencegah penyebaran Covid-19 membuat cara-cara tersebut berisiko kesehatan bagi siswa atau orangtua siswa. Menurut Satriwan Salim, Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) dan Anggi Afriansyah, peneliti Sosiologi Pendidikan di Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), surat edaran menteri pendidikan dan kebudayaan tentang pelaksanaan kegiatan belajar mengajar (KBM) jarak jauh harus diikuti langkah konkret dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah. ”Political will (kemauan politik) pemerintah sangat menentukan untuk optimalisasi pembelajaran jarak jauh ini. Surat edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tidak berarti apa-apa tanpa tindak lanjut, misalnya dengan memberikan tunjangan pulsa/kuota kepada siswa dari keluarga tidak mampu, bahkan juga guru. Pemerintah harus mempunyai beberapa alternatif untuk untuk mendukung pembelajaran jarak jauh ini. Pemerintah daerah juga harus mendukung,” kata Anggi dalam diskusi tentang pembelajaran jarak jauh yang diselenggarakan LIPI dan FSGI secara daring di Jakarta, Rabu (1/4/2020). Dia mengatakan, peran pemerintah daerah sangat krusial. Pemerintah daerah tidak bisa lepas tanggung jawab, apalagi hanya sebatas memberikan imbauan tanpa memberikan solusi bagi sekolah dalam menerapkan pembelajaran daring. Pemerintah daerah harus dapat memetakan sekolah-sekolah yang membutuhkan bantuan dalam penyelenggaraan pembelajaran daring. Kesenjangan digital Anggi mengatakan, akses menjadi kunci optimalisasi KBM jarak jauh. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2019, masih ada 23 persen siswa di perkotaan yang tidak/belum menggunakan telepon seluler, di pedesaan lebih tinggi lagi, yaitu 35,31 persen. Siswa yang belum menggunakan internet lebih tinggi lagi, yaitu 37,49 persen di perkotaan dan 50,47 persen di pedesaan. Secara nasional, baru terdapat 53,06 persen siswa usia 5-24 tahun yang menggunakan internet. ”Adanya kesenjangan digital membuat pembelajaran jarak jauh bisa memarjinalkan anak-anak dari keluarga miskin,” kata Anggi. Dia mengatakan, di sejumlah negara, pemerintahnya mengalokasikan sejumlah dana dan juga bantuan perangkat teknologi komunikasi serta bantuan kuota internet untuk siswa dari keluarga tidak mampu. Fathoni, guru sebuah MAN di Pacitan, Jawa Timur, mengatakan, KBM secara daring di sekolahnya memanfaatkan aplikasi Whatsapp, e-learning Kementerian Agama, serta Google Class Room. Namun, kegiatan ini terbentur keterbatasan kuota internet baik pada siswa maupun guru. ”Guru merasa berat. Kalau gini, guru lebih memilih tatap muka,” katanya. Menurut Satriwan, pemerintah daerah dan juga kalangan birokrat pendidikan agar memahami kondisi darurat saat ini. Dia mendapat laporan ada guru yang dipotong gaji hingga 50 persen karena dengan mengajar dari rumah berarti tidak optimal bekerja. Ada juga dinas pendidikan yang mengharuskan ada sistem piket/hadir di sekolah untuk para guru. Baca juga : Mendikbud Ingatkan Lagi, Belajar dan Bekerjalah di Rumah! Selain itu, surat edaran Mendikbud belum dimaknai sama oleh dinas pendidikan di daerah. Meski dalam Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tertanggal 24 Maret Mendikbud Nadiem Anwar Makarim telah meminta agar KMB jarak jauh tidak dibebani tuntutan menuntaskan seluruh capaian kurikulum, masih ada sekolah yang belum beranjak dari sana. Dampaknya, beban siswa sangat berat karena pelajaran hanya dipindah dari tatap muka ke daring. ”Berani tidak kepala sekolah (mengikuti SE Mendikbud)? Masalahnya, guru itu milik daerah, bukan milik Kemdikbud. Ada persoalan birokratis di sini,” kata Satriwan menanggapi pertanyaan salah satu peserta diskusi dari Blitar, Jatim, bernama Yuni. Ibu dua dua anak (SMA dan SMP) ini mengeluhkan banyaknya tugas yang diberikan guru kepada anak-anaknya. ”Satu mata pelajaran bisa 40 halaman tugasnya,” tuturnya.
  Kembali ke sebelumnya