Isi Artikel |
Bagi Devika Balakrishnan (14), putri dari buruh harian di wilayah Negara Bagian Kerala, India, belajar jarak jauh secara daring (online) melalui telepon genggam atau televisi itu sesuatu yang mustahil. Ia tidak mempunyai kemewahan telepon genggam dan televisi karena untuk makan sehari-hari saja sudah setengah mati susahnya.
Remaja itu ditemukan tewas di dekat rumahnya, di Distrik Malappuram, Senin (1/6/2020). Ia diduga bunuh diri karena tidak bisa ikut belajar di kelas daring.
Peristiwa ini memicu ratusan siswa protes dengan turun ke jalan, Selasa (2/6/2020). Para siswa memprotes pemerintah yang tidak dapat menjamin pendidikan berkualitas untuk rakyatnya, terutama saat kebijakan karantina dilakukan selama masa pandemi Covid-19.
Baca juga : 1,2 Miliar Siswa Terdampak, Pendekatan Menyeluruh Dibutuhkan
Akibat keputusan pemerintah menutup sekolah, banyak warga miskin di daerah pedesaan tidak bisa mengikuti pembelajaran jarak jauh secara daring. Bukan hanya karena tidak ada jaringan internet, melainkan juga karena tidak memiliki peranti teknologi yang dibutuhkan.
Seluruh sekolah di India ditutup sejak pemerintah memberlakukan kebijakan karantina pada 25 Maret lalu. Akibatnya, jutaan anak miskin yang tidak mampu membeli piranti teknologi komunikasi yang mahal kini tidak memiliki akses pendidikan.
“Keputusan pemerintah itu membuat anak-anak miskin tertekan dan stres. Mestinya pemerintah membantu siswa miskin dengan pinjaman komputer,” kata Abhijith K.M. yang memimpin Persatuan Siswa Kerala.
Untuk membubarkan demonstrasi para siswa di Malappuram, aparat kepolisian menggunakan tongkat. Satu polisi terluka ketika 28 siswa berusaha masuk ke kantor dinas pendidikan setempat.
Pengalaman Kartik serupa dengan mendiang Balakrishnan. Kartik, siswa kelas IX di Delhi, seperti diceritakan di media the New Indian Express, juga kesulitan mengikuti kelas daring. Anak dari tukang becak itu tidak mempunyai laptop. Keluarganya hanya memiliki satu telepon genggam yang dipegang ayahnya. Di tengah pandemi korona, ayahnya harus mencari nafkah tambahan dengan berjualan sayur.
”Saya harus bantu ayah berjualan sayur. Saya hanya bisa meminjam telepon genggam ayah sebentar di sela-sela jualan untuk unduh pelajaran dari grup WhatsApp kelas, lalu belajar sendiri,” kata Kartik yang tinggal di rumah petak Beriwala Bagh, wilayah Subash Nagar, Delhi, itu.
Pemerintah lalai
India sudah mulai melonggarkan kebijakan karantina untuk menghidupkan perekonomian kembali. Akibat karantina yang ketat, jutaan warga kehilangan pekerjaan. Meski demikian, sekolah tetap belum dibuka. Otoritas pendidikan di Kerala baru mulai membuka kelas daring melalui telepon genggam dan televisi, Senin lalu.
Baca juga: Akibat Tekanan Ekonomi dan Putus Sekolah, Jutaan Anak Terancam Dinikahkan Dini
Sedikitnya 4 juta siswa diharapkan bisa tetap belajar dengan cara ini. Para pengunjuk rasa di Malappuram, Senin lalu, menuding pemerintah lalai dan tidak mengecek terlebih dahulu kesiapan setiap siswa.
Kementerian Pendidikan Kerala mengaku akan menyelidiki kasus ini. Dalam pernyataan tertulis disebutkan bahwa kelas-kelas daring itu sebenarnya baru tahap uji coba, dan bagi siswa yang tertinggal atau tidak bisa mengikuti kelas daring, akan diberi kesempatan lain untuk ikut kelas.
Baca juga: Semangat Belajar Tidak Boleh Pudar karena Covid-19
Berdasarkan laporan Asosiasi Internet dan Telepon Genggam India tahun 2018, Kerala termasuk salah satu negara bagian di India yang kaya dan hampir separuh penduduknya memiliki akses ke internet. Bahkan di Kerala, jumlah perempuan yang memanfaatkan internet termasuk jajaran tertinggi di India.
Dampak negatif
Psikolog di Pusat Kesehatan Mental Bakshi, Ishita Mukerji, menjelaskan bahwa kelas-kelas daring justru membuat siswa merasa terisolasi dan lelah secara emosi dan mental. Tidak mudah bagi siswa untuk menjaga motivasi belajar sepanjang hari di rumah. Ini karena tak semua rumah siswa memiliki suasana yang mendukung mereka untuk belajar.
“Kalau terlalu lama melihat layar, anak-anak juga bisa stres, gelisah, kurang tidur, dan lain-lain,” ujar Mukerji.
Baca juga: Suka Duka Belajar di Rumah
Anggota Asosiasi Sekolah Pemerintah Delhi, Sant Ram, mengatakan bahwa pemerintah dan sekolah berusaha keras mengajar dan melibatkan seluruh siswa dalam proses pembelajaran. Namun, memang belum bisa menjangkau seluruh siswa karena banyak yang tidak memiliki telepon genggam.
“Banyak siswa tak bisa ikut daring karena tidak terbiasa dengan teknologi. Banyak siswa tinggal di pemukiman kumuh,” ujar Ram.
(THOMPSON REUTERS FOUNDATION)
|