Isi Artikel |
OlehYOVITA ARIKA
Pendidikan di masa pandemi Covid-19 membutuhkan sistem pembelajaran yang fleksibel untuk menjamin pendidikan yang adil dan berkualitas. Sistem yang dibangun harus lebih fokus pada pembelajaran yang bermakna dan mengatasi kesenjangan akibat bias kelas dalam pembelajaran daring.
Selama ini, pembelajaran belum optimal karena kendala penguasaan dan akses teknologi ketika dilaksanakan secara daring dan kendala aturan pembatasan sosial ketika dilaksanakan secara luring. Kondisi ini berdampak meningkatkan kesenjangan akses pendidikan bagi siswa yang rentan.
”Kini saatnya untuk kembali memaknai pendidikan yang sesungguhnya. Pendidikan itu bukan bicara bagaimana menghabiskan (menuntaskan) materi pelajaran, tetapi pada apa yang ingin dicapai dengan belajar itu. Saat ini juga menjadi titik balik untuk memperbaiki akses pedidikan,” kata pakar pendidikan yang juga dosen pendidikan Universitas Muhammadiyah Prof Hamka, Itje Chodjidjah, ketika dihubungi Kompas di Jakarta, Senin (8/6/2020).
Itje mengatakan, harus ada paradigma baru dalam sistem pendidikan di masa pandemi ini dan ini tanggung jawab bersama. Sekolah harus mengajak orangtua untuk bersama-sama menentukan tujuan pembelajaran karena orangtua mempunyai peran besar ketika anak-anak belajar di rumah karena sekolah ditutup. Ini berlaku baik dalam pembelajaran daring maupun luring.
”Misalnya tujuan pelajaran Matematika semester pertama apa, kemudian disepakati per dua minggu apa yang mau dicapai. Demikian juga untuk guru, tidak perlu tiap hari mengunjungi siswa, tetapi diatur kapasitasnya agar pembelajaran bisa lebih efektif,” katanya.
Melalui Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pendidikan pada Masa Darurat Covid-19, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim memang telah meminta sekolah memberikan pembelajaran yang bermakna bagi siswa dan tidak perlu menuntaskan pencapaian kurikulum. Namun, surat edaran ini dinilai terlalu umum sehingga pelaksanaannya di lapangan berbeda-beda.
Survei yang dilakukan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia pada April lalu dengan responden 602 guru menunjukkan, 53 persen guru akan menyelesaikan target pencapaian kurikulum sesuai perencanaan dan hanya 22,6 persen guru yang tidak mengejar ketercapaian kurikulum di masa pandemi ini.
Baca juga : Utamakan Keselamatan Semua Warga Sekolah
Penyesuaian
Karena itu, menurut Wakil Sekretaris Jenderal FSGI Satriwan Salim, perlu kurikulum yang adaptif dengan kondisi darurat seperti pada masa pandemi ini. Adaptasi ini terkait empat dari delapan Standar Nasional Pendidikan, yaitu standar isi, proses, penilaian pendidikan, dan kompetensi kelulusan. Struktur Kurikulum 2013 yang padat harus dilonggarkan, disesuaikan dengan kondisi guru dan siswa yang belum ideal untuk pembelajaran jarak jauh.
Education Specialist Unicef Indonesia Nugroho Indera Warman mengatakan, sistem pembelajaran harus disesuaikan dengan kondisi saat ini. Harus ada kesepakatan dari para pemangku pendidikan tentang target pembelajaran yang harus dipenuhi selama mas apandemi ini. ”Ini perlu diperjelas oleh Kemendikbud,” ujarnya.
Menurut Itje, Kemendikbud perlu membuat pedoman bagi guru, kepala sekolah, pengawas pendidikan, dan juga dinas pendidikan agar ada pemahaman yang sama bahwa belajar di rumah bukan soal menuntaskan kurikulum, melainkan memberi dampak pendidikan bagi anak. Pedoman itu juga memuat tujuan pencapaian pendidikan selama masa pandemi.
Wakil Ketua Pengurus Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama Aris Adi Leksono dan Ketua Umum Forum Guru Muhammadiyah Pahri juga berharap ada panduan untuk pembelajaran jarak jauh di masa pandemi. Dengan demikian, ada pemahaman yang sama pada semua pemangku pendidikan, termasuk orangtua dan pemerintah daerah.
”Tidak perlu kurikulum khusus, cukup rambu-rambu umum materi mana yang perlu dikurangi, mana yang harus ditambah. Kompetensi dasar apa yang harus dipenuhi. Ini penting untuk menjadi pegangan sekolah. Selama ini, pusat dan daerah itu jalan sendiri-sendiri soal pendidikan ini. Juga perlu regulasi untuk memberi keleluasaan kepada sekolah untuk melakukan pengembangan kurikulum sesuai keadaan saat ini,” kata Pahri.
Pembenahan sistem pembelajaran tersebut, menurut Nugroho, harus dibarengi dengan peningkatan kapasitas guru, baik dalam melakukan pembelajaran jarak jauh secara daring maupun luring. ”Kapasitas guru menentukan kualitas pembelajaran jarak jauh. Ini sekaligus juga tantangan bagi guru untuk memikirkan bagaimana pembelajaran yang efektif, yang tidak membebani anak,” ucapnya.
Pembenahan sistem pembelajaran juga menyangkut upaya memperbaiki layanan pendidikan kepada siswa yang rentan. Itje dan Nugroho mengatakan, pemerintah harus memastikan semua siswa mendapatkan layanan pendidikan.
”Pandemi ini seharusnya menjadi titik balik kesadaran para pemangku kebijakan untuk berpikir tentang pendidikan. Tidak hanya fokus pada capaian, ada juga kegagalan yang harus diperhatikan,” kata Itje.
Untuk mengatasi kesenjangan pendidikan pada siswa yang rentan, menurut Nugroho, pemerintah perlu memperluas pembelajaran luring. Unicef Indonesia telah menyusun bahan-bahan pengayaan untuk pembelajaran luring yang diunggah di laman Hadapi Korona milik Kemendikbud. ”Siapa saja yang membutuhkan bahan pengayaan bisa mengunduh di laman Hadapi Korona,” ujarnya.
Baca juga : Peta Jalan untuk Membuka Sekolah dengan Aman
|