Isi Artikel |
JAKARTA — Pemerintah memutuskan tidak hanya membeli tetapi juga bisa menjual surat berharga negara di pasar sekunder sebagai bagian dari pengelolaan kelebihan kas negara.
Kebijakan baru ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 115/PMK.05/2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri keuangan No. 03/PMK. 05 /2010 tentang Pengelolaan Kele bihan/ Kekurangan Kas Pemerintah.
Dalam aturan yang berlaku per 19 Juli 2016 ini, selain empat jenis pengelolaan kelebihan kas seperti beleid terdahulu, ada tambahan penjualan surat berharga negara (SBN) di pasar sekunder.
Empat jenis pengelolaan yang masih ada yakni menempatkan uang negara pada bank sentral, menempatkan uang negara pada bank umum, membeli SBN di pasar sekunder, dan reverse repo.
“Kuasa BUN Pusat dapat melakukan penjualan SBN di pasar sekunder dalam hal terdapat selisih lebih dari harga jual dengan harga beli ,” bunyi penggalan pasal 12A ayat (1) seperti dikutip Selasa (26/7).
Ketika dimintai keterangan lebih lanjut, Dirjen Perbendaharaan Kemenkeu Marwanto Harjowiryono mengatakan pada dasarnya PMK ini memberikan landasan kepada treasurer atau pengelola perbendaharaan untuk mengelola kas secara lebih optimal.
Selama ini, tuturnya, waktu diterimanya penerimaan negara dan waktu dieksekusinya belanja tidak selalu cocok. Ada saatnya penerimaan dalam satu hari lebih tinggi dari belanja. Begitu pun sebaliknya.
“Guna meningkatkan kualitas pengelolaan treasury, maka ke depan telah diatur tata cara cash management, baik pada saat pemerintah kelebihan likuiditas, maupun pada saat terjadi kelangkaan. Dengan demikian, pada saat dibutuhkan, payung pengaturanya telah disiapkan,” ujarnya.
Direktur Surat Utang Negara Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Loto S. Ginting mengatakan aktivitas jual-beli di pasar sekunder itu untuk optimalisasi kelebihan kas yang ada.
“Dimungkinkan jual-beli SBN di pasar sekunder untuk optimali sasi kelebihan kas yang ada. Kalau untuk investasi karena kelebihan kas, jual-belinya di pasar sekunder,” katanya.
Dalam pasal 12A ayat (3) beleid tersebut diamanatkan eksekusi penjualan SBN itu didasarkan pada perencanaan kas pemerintah pusat serta mempertimbangkan analisis pasar SBN yang paling kurang meliputi kondisi pasar SBN, proyeksi pasar SBN, pergerakan harga atau tingkat keuntungan (yield), serta seriseri SBN yang direkomendasikan untuk dijual.
KONFLIK KEPENTINGAN
Kepala Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih menilai langkah ini akan mengganggu misi penutupan defisit anggaran dengan misi mendapatkan keuntungan.
“Ini akan ada conflict of interest karena pemerintah memposisikan diri sebagai trader. Sebagai penerbit sekaligus pencari keuntungan, itu enggak bisa,” katanya.
Kebijakan ini, lanjutnya, sebenarnya ingin mencari keuntungan dan bisa menjadi salah satu sumber penerimaan. Namun, bisa jadi akan muncul kerugian jika saat dibeli lagi sudah jatuh nilainya.
Ketentuan ini harus jelas karena berpotensi menimbulkan kerugian negara. Menurutnya, pemerintah seharusnya fokus pada perbaikan sistem perpajakan untuk menggenjot penerimaan negara.
|