Judul | Menteri Basuki Beberkan Proyek yang Jadi Bancakan Komisi V Kepada KPK |
Tanggal | 22 April 2016 |
Surat Kabar | Suara Pembaruan |
Halaman | 0 |
Kata Kunci | |
AKD |
- Komisi V - Mahkamah Kehormatan Dewan |
Isi Artikel | Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono (tengah) meninggalkan Gedung KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Kamis (21/4). Basuki diperiksa sebagai saksi dalam kasus tindak pidana korupsi penerimaan hadiah terkait proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Tahun Anggaran 2016 dengan tersangka anggota Komisi V DPR Fraksi PDIP Damayanti Wisnu Putranti. [ANTARA] [JAKARTA] Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Menpupera), Basuki Hadimuljono rampung diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (21/4). Basuki diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap terkait proyek Kempupera yang telah menjerat anggota Komisi V dari PDIP, Damayanti Wisnu Putranti dan koleganya dari Fraksi Golkar, Budi Supriyanto. Selama sekitar delapan jam diperiksa, Basuki mengaku telah menjelaskan kepada penyidik KPK mengenai proyek jalan di Maluku yang menjadi bancakan sejumlah anggota Komisi V. Penjelasan tersebut berkaitan dengan tugas dan fungsinya sebagai menteri. "Saya sudah memberikan semua penjelasan sesuai tugas dan fungsi saya sebagai Menteri PUPR atas kasus jalan di Maluku," kata Basuki usai diperiksa penyidik di Gedung KPK, Jakarta. Meski demikian, Basuki enggan menjelaskan kepada awak media mengenai proyek tersebut. Menurutnya semua hal yang berkaitan dengan proyek itu sudah disampaikan kepada penyidik. "Saya sudah jelaskan ke penyidik. Semua di penyidik," katanya. Sebelumnya, KPK menegaskan akan terus mengusut kasus ini untuk menelusuri keterlibatan pihak-pihak lain. Selain itu, KPK juga menelusuri adanya praktek suap dalam pengerjaan proyek di sejumlah daerah lainnya. Untuk menelusuri hal itu, KPK telah memeriksa sejumlah anak buah Basuki, seperti Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) IX wilayah Maluku dan Maluku Utara, Amran Hi Mustary; Kepala BBPJN VIII wilayah Bali, NTB, NTT, Miftachul Munir; serta Dirjen Bina Marga Hediyanto W Husaini. Tak hanya itu, KPK juga telah memeriksa sejumlah petinggi Komisi V DPR seperti, Ketua Komisi V DPR Fary Djemi Francis; Wakil Ketua Komisi V DPR Michael Wattimena; dan Wakil Ketua Komisi V DPR RI Yudi Widiana. Diketahui, dalam persidangan dengan terdakwa Dirut PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir, Damayanti yang dihadirkan sebagai saksi mengaku menerima fee dari Abdul Khoir pembangunan jalan Tehoru-Laimu senilai Rp 41 miliar di Maluku Utara. Menurut Damayanti, fee dari rekanan tersebut diterimanya karena telah menjadi sistem di Komisi V DPR. Sejumlah anggota Komisi V lainnya, kata Damayanti juga menerima fee dengan judul dan kode kepemilikan masing-masing anggota. "Pak Amran menginstruksikan Abdul untuk membayarkan fee yang sudah ada judul dan kode kepemilikan masing-masing. Fee untuk pembangunan jalan di Tehoru-Laimu," kata Damayanti di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (11/4). Diberitakan, dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (13/1), KPK mengamankan Damayanti dan dua rekannya, yakni Dessy A. Edwin dan Julia Prasetyarini serta Dirut PT Windu Tunggal Utama, Abdul Khoir. Selain itu, Tim Satgas KPK juga menyita uang sebesar SGD 99.000 yang diduga merupakan bagian dari janji suap sebesar SGD 404.000 atau sekitar Rp 3,9 miliar dari Abdul Khoir jika Damayanti mengamankan proyek Kempupera tahun anggaran 2016. Proyek tersebut merupakan proyek jalan di Pulau Seram, Maluku, yang digarap Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) IX. Setelah diperiksa intensif, Damayanti bersama dua rekannya, Julia Prasetyarini, dan Dessy A Edwin ditetapkan KPK sebagai tersangka penerima suap dan dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor jo pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara Abdul Khoir ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap dan disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 33 UU Tipikor. Dalam pengembangan penyidikan kasus ini, KPK menetapkan politisi Golkar Budi Supriyanto sebagai tersangka penerima suap. Seperti halnya Damayanti, Budi diduga menerima suap Abdul Khoir agar PT WTU mendapat proyek di Kempupera. Atas perbuatan yang dilakukannya Budi disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. [F-5/L-8] |
Kembali ke sebelumnya |