Isi Artikel |
Bisnis, JAKARTA — Para pelaku industri menegaskan tak ada jalan untuk memulihkan kepercayaan investor ke Indonesia di tengah pandemi Covid-19, selain mengebut ratifi kasi RUU Cipta Kerja sebagai katalisator utama aktivitas penanaman modal.
Iim F. Timorria iim.fathimah@bisnis.com
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani berpendapat pembahasan omnibus law klaster ketenagakerjaan mau tak mau harus ‘maju jalan’, meski diadang tarik ulur kepentingan antara perwakilan pengusaha dan serikat pekerja. Pasalnya, RUU Cipta Kerja (Ciptaker) adalah payung hukum utama yang akan membuat iklim investasi makin kondusif. Dengan demikian, beleid ini digadang-gadang menjadi daya tarik dan pendorong keyakinan investor untuk menanamkan modal di Tanah Air. Tak hanya itu, Hariyadi menguraikan dampak utama kepastian hukum dalam RUU Ciptaker bakal dirasakan oleh sektor industri padat karya; terutama usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang tidak akan terikat pada regulasi upah minimum. “Jika sektor UMKM dilepaskan dari regulasi upah minimum, itu akan menampung pekerja. Penyerapannya akan lebih baik. Jika dilepas dari regulasi ini, nanti yang berjalan hukum supply and demand,” jelasnya, Rabu (22/7). Kendati demikian, dia tak memungkiri geliat investasi di dalam negeri bakal tergantung pula pada tingkat konsumsi masyarakat. Sebaliknya, pemulihan permintaan bakal amat bergantung pada penanggulangan pagebluk Covid-19. Untuk itulah, dia mendesak agar upaya pemulihan sektor riil dapat dilakukan beriringan dengan pembenahan sektor kesehatan. Untuk diketahui, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi langsung sepanjang kuartal II/2020 mencapai Rp191,9 triliun dengan serapan tenaga kerja sebanyak 263.109 orang. Pembukuan ini turun 3,4% dari kuartal II/2019 (yoy) dan merosot 8,9% dari kuartal I/2020 (qtq). Sektor listrik, gas, dan air tercatat sebagai penyumbang investasi terbesar April—Juni 2020 dengan realisasi Rp30,5 triliun. Sumbangsih lainnya ditorehkan sektor transportasi, gudang, dan telekomunikasi dengan nilai Rp27 triliun. Adapun, realisasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) untuk industri kayu pada periode ini tercatat senilai Rp199,8 miliar dan penanaman modal asing (PMA)- nya berjumlah US$6,4 juta. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bidang Hubungan Internasional Shinta W. Kamdani beranggapan penurunan realisasi investasi kuartal II/2020 merupakan hal wajar di tengah pandemi yang tak mendukung aksi ekspansi bisnis. Guna menarik lebih banyak investasi pada masa mendatang, Shinta sepakat bahwa pengesahan RUU Ciptaker adalah resep tercepat. Terlebih, pengusaha berharap RUU ini dapat mengurai tumpang tindih aturan yang kerap menjadi batu sandungan investasi. “Ketidakpastian atas proyeksi biaya investasi kunci seperti tanah dan biaya tenaga kerja hampir semuanya bisa diminimalisasi atau dituntaskan melalui RUU Ciptaker. Pengesahan harus dilakukan secepatnya, apalagi jika targetnya adalah untuk menarik relokasi industri dari China,” papar Shinta.
RELOKASI INDUSTRI
Lebih lanjut, Shinta mengutarakan relokasi industri dari Negeri Panda sejatinya telah dimulai sejak awal tahun lalu sebagai imbas dari perang dagang antara China dan Amerika Serikat (AS). Sayang, Indonesia dinilainya terlambat menyabet peluang cuan dari investor China dibandingkan dengan negara lain, seperti Thailand dan Vietnam. “Mereka telah lebih dahulu melakukan perbaikan iklim usaha dan investasi di negaranya sehingga mereka lebih dilirik sebagai basis produksi alternatif China di Asean ketimbang Indonesia,” katanya. Di sisi lain, dia menilai RUU Ciptaker harus segera dituntaskan guna mengakomodasi masuknya aliran kapital asing, mengingat pengusaha di dalam negeri cenderung kesulitan mencari dana untuk mempertahankan bisnis usai krisis Covid-19. Kemampuan permodalan dengan mengandalkan dana di dalam negeri pun disebut Shinta terbatas di tengah kebutuhan investasi yang kemungkinan melonjak. Lebih lanjut, dia berpendapat semua sektor industri masih memiliki peluang untuk diperbesar kapasitasnya. Meski demikian, kebutuhan utama Indonesia ke depannya bakal terletak pada industri padat karya seperti manufaktur hulu untuk pemrosesan bahan baku. Dengan demikian, produk yang dihasilkan di dalam negeri dapat memiliki nilai tambah dan masuk dalam rantai pasok global. “Selain itu, Indonesia masih perlu investasi di infrastruktur kesehatan dan teknologi informasi karena kebutuhannya pascapandemi akan terus meningkat,” ujarnya. Pada perkembangan lain, dalam upaya mengatrol investasi asing di tengah pandemi Covid-19, pemerintah masih berharap banyak pada kontribusi sektor agrobisnis. Kementerian Perindustrian bahkan sudah menyusun rencana menggaet investor China demi mewujudkan ambisi tersebut. Dirjen Industri Agro Kemenperin Abdul Rochim menilai investasi Negeri Panda ke sektor agrobisnis akan dioptimalkan ke subsektor furnitur kayu, rotan, dan bambu. Terlebih, dalam hal ini, RI selalu kalah saing dari Vietnam. “Salah satu target kami adalah menarik investor dari China untuk berinvestasi di [industri agrobisnis] Indonesia. Apalagi, perang dagang membuat ekspor [produk agrikultura China] ke AS terganggu,” ungkapnya, Rabu (22/7). Jika Indonesia bisa memanfaatkan relokasi dan investasi industri dari China, Abdul yakin bukan tak mungkin kinerja ekspor pun dapat terkerek. Pun demikian, dia mengeluhkan isu harga sewa lahan industri masih menjadi kendala dalam merealisasikan visi tersebut. “Kami sudah bahas ini dengan BKPM, tetapi perkembangan terbaru disebutkan bahwa sewa lahan di Kawasan Industri Batang [Jawa Tengah] akan dibebaskan selama 3—5 tahun. Mudah-mudahan ini bisa menarik investasi dari China,” ujarnya. Terpisah, Peneliti Senior Center of Reform on Economics Piter Abdullah menggarisbawahi penanggulangan wabah tetap menjadi kunci mencegah penurunan tren investasi yang lebih dalam. “Selama wabah Covid-19 masih ada, jangan berharap ekonomi akan kembali ke situasi sebelum pandemi, atau investasi bisa tumbuh positif. Penanganan Covid-19 dan ekonomi secara bersama bukan berarti kita kembali ke situasi sebelum pandemi atau normal, tetapi lebih ke konteks menjaga daya tahan ekonomi,” ungkapnya. Sepemahaman, ekonom Indef Eko Listiyanto berpendapat peluang Indonesia untuk mencapai target investasi masih terbuka jika aktivitas perekonomian kuartal III/2020 mulai menggeliat. Menurutnya, para investor tidak harus menunggu situasi pulih untuk kembali mengucurkan kapitalnya. Menurutnya, peluang menangkap investasi relokasi dari China juga masih terbuka bagi Indonesia.
|