Isi Artikel |
Digitalisasi Pendidikan
Strategi Transformasi Digital Pendidikan Tinggi
Implementasi strategic model ISOL-GSA akan menjadi standar setiap institusi pendidikan tinggi dalam melegitimasi institusinya untuk bertahan di era digital.
Oleh ASTRID WIDAYANI
15 Desember 2020 18:30 WIB · 5 menit baca
Menjelang akhir tahun, sektor pendidikan di Indonesia masih bergerak dalam proses transisi menuju transformasi digital yang sesungguhnya. Pemerintah dan seluruh komponen pendidikan meliputi badan penyelenggara pendidikan, pimpinan institusi, hingga guru dan dosen terus berupaya menyelami akselerasi digital khususnya dalam proses pembelajaran online.
Tahun 2021 akan menjadi tahun yang sangat signifikan untuk bisa melihat bagaimana sektor pendidikan bisa terintegrasi dengan proses digitalisasi.
Sebelum pandemi Covid-19 melanda hampir semua negara di seluruh penjuru dunia, sektor pendidikan sudah menghadapi tantangan disrupsi teknologi. Transformasi digital tidak dapat dihindari lagi ketika seluruh komponen pendidikan harus melaksanakan seluruh aktivitas pembelajaran dari rumah.
Saat ini revolusi industri 4.0 sudah berjalan separuh waktu menuju ke society 5.0. Di dalam konteks angkatan kerja dalam suatu industri, dunia pendidikan khususnya pendidikan tinggi diharapkan bisa menciptakan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dalam memenuhi kualifikasi work 4.0 dari perspektif global.
Transformasi digital tidak dapat dihindari lagi ketika seluruh komponen pendidikan harus melaksanakan seluruh aktivitas pembelajaran dari rumah.
Hal ini menunjukkan kaitan yang sangat erat antara pendidikan dan digitalisasi. Pada akhirnya, digitalisasi akan membentuk kebutuhan baru pada angkatan kerja di masa mendatang. Maka peran teknologi informasi akan sangat berpengaruh pada kompetisi di industri pendidikan tinggi dalam menciptakan lulusan yang memiliki “E-Readiness” di era digital, yaitu sumber daya manusia yang memahami penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dengan baik.
Institusi pendidikan tinggi dalam hal ini perguruan tinggi harus memulai langkah crafting new strategy dalam menghadapi perubahan akibat proses digitalisasi. Strategi baru ini tidak hanya muncul sebagai solusi perubahan di dalam proses pembelajaran, namun juga kebutuhan institusi dalam menghadapi model bisnis baru yang muncul di sektor pendidikan seperti sertifikasi online atau kursus online.
Implementasi strategi yang efektif pada masing-masing institusi diharapkan menghasilkan sistem manajemen yang terintegrasi dengan digitalisasi dan dapat menjadi keunggulan kompetitif dalam menghadapi persaingan antar institusi pendidikan tinggi maupun dengan model bisnis baru sebagai new entrants di industri pendidikan tinggi.
Industri memiliki peran penting dalam menjalankan perekonomian. Di satu sisi, sumber daya manusia yang berkompeten juga mendukung peran tersebut. Hal ini yang mendasari perlu adanya pendekatan baru di dalam manajemen insitusi pendidikan tinggi.
Revolusi mental sepertinya tidak cukup untuk merubah paradigma masyarakat dalam menyokong perekonomian negara. Revolusi digital dalam institusi pendidikan tinggi harus menjadi wacana baru untuk mencapai perubahan mindset yang dibutuhkan di masyarakat khususnya dalam menyambut bonus demografi angkatan kerja milenial pada tahun 2030 mendatang.
Dalam kajian manajemen stratejik, banyak literatur yang merujuk pada manajemen korporasi dan sedikit yang membahas bagaimana manajemen diterapkan di dalam institusi. Keduanya memiliki aktivitas manajemen yang sama, hanya saja dalam pendekatan teori institusional lebih menekankan pada kondisi internal dan proses transisi institusi seperti yang disampaikan dalam konsep strategic tripod oleh Peng (2019). Selain itu institusi juga harus melihat kondisi persaingan dalam industri serta memahami sumber daya internal dan kemampuan institusi.
Perubahan pendidikan atau “education shifting” di era digital sangat dipengaruhi oleh kebijakan internal institusi. Kelengkapan tools (hardware) atau kualitas sistem (software) yang disiapkan untuk transformasi digital, tidak cukup untuk mendukung proses perubahan dalam institusi.
Perubahan pendidikan atau "education shifting" di era digital sangat dipengaruhi oleh kebijakan internal institusi.
Kebijakan institusi ini didasarkan pada 3 (tiga) pendekatan mekanisme yaitu coercive yang meliputi aturan dan kebijakan institusi, mimetic yang meliputi standar pembelajaran, dan normative yang meliputi standar acuan yang dipakai dalam industri yang sama dalam hal ini kebijakan atau standarisasi pemerintah berupa akreditasi dan sistem ranking (DiMaggio & Powell, 1983).
Dalam menyikapi sinergitas antara pendidikan tinggi dan kebutuhan industri diperlukan adanya proses yang komprehensif dimulai dari kebijakan, manajemen operasional, sistem pembelajaran, dan standarisasi lulusan melalui proses education 4.0.
Peningkatan kualitas proses pembelajaran dan lulusan yang terintegrasi dalam sistem digital. Integrated smart online learning (ISOL) merupakan strategic model baru untuk proses belajar mengajar dan manajemen operasional di perguruan tinggi yang menggunakan teknologi dalam seluruh prosesnya.
ISOL diharapkan memaksimalkan kualitas penyelenggaraan pembelajaran dengan penggunaan teknologi dalam seluruh komponennya. Graduates Skill Assessment (GSA) merupakan strategic model baru dalam rangka mematangkan “skill” mahasiswa sebelum dinyatakan lulus khususnya soft skill yang dibutuhkan di industri.
Implementasi strategi menggunakan pendekatan model ISOL-GSA diharapkan bisa menjadi benang merah dari kebutuhan sumber daya manusia yang dihasilkan oleh institusi pendidikan tinggi dan kebutuhan angkatan kerja work 4.0.
Selain produk yang diciptakan sebagai output atau dalam konteks ini adalah lulusan perguruan tinggi, institusi pendidikan tinggi juga bisa melihat apa saja kebutuhan dalam penyelenggaraan manajemen institusi di era digital termasuk sistem pembelajaran online. Pada tulisan ini, pemikiran tentang ISOL dan GSA diperkenalkan pertama-tama bagi publik yang merupakan terobosan baru, dan penting untuk didiskusikan di lingkungan pemerintah dan dunia pendidikan tinggi.
Di beberapa kajian pendidikan di Indonesia telah banyak disebutkan mengenai proses pembelajaran online dan peran teknologi dalam perubahan yang berkaitan dengan digitalisasi. Melalui tulisan ini, penulis ingin memberikan sudut pandang baru bahwa perubahan di sektor pendidikan harus dimulai dari bagaimana institusi menjalankan good governance dan keterbukaan antara “agents” di dalam institusi.
Dengan adanya pemahaman yang baik dalam budaya organisasi serta perspektif individu maka proses implementasi strategi dalam menjalankan perubahan di institusi akan bisa diterima oleh seluruh pihak (Bitektine & Haack, 2015).
Implementasi strategic model ISOL-GSA akan menjadi standar setiap institusi pendidikan tinggi dalam melegitimasi institusinya untuk bertahan di era digital. Selain itu, ISOL-GSA akan sangat dibutuhkan oleh pengambil kebijakan di dalam institusi, baik dari badan penyelenggara maupun pimpinan institusi untuk memahami kondisi dan kemampuan internal institusi dalam penggunaan teknologi informasi dan komunikasi di setiap proses manajemen, sehingga bisa menciptakan keunggulan bersaing.
Pada akhirnya, tujuan akhir perguruan tinggi dalam mencetak lulusan yang siap kerja di industri serta peningkatan roda perekonomian melalui keterampilan sumber daya manusia yang unggul bisa terwujud.
(Astrid Widayani, Dosen Manajemen Stratejik, Fakultas Ekonomi - Universitas Surakarta; Mahasiswa Doctoral Program of Business Administration, Business Transformation and Entrepreneurship - Business School Lausanne, Switzerland)
|