Isi Artikel |
Penangkapan Dewie Yasin Limpo oleh Komisi Pemberantasan Korupsi semakin menambah panjang daftar anggota DPR yang terjerat tindak pidana korupsi. Penangkapan ini juga semakin membuktikan bahwa para politikus kita benar-benar bebal. Mereka tak juga kapok kendati tahu banyak rekan mereka sudah masuk bui karena menerima suap.
Dewie, anggota Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat, merupakan anggota Dewan ketiga tahun ini yang dijadikan tersangka oleh KPK karena kasus suap. Beberapa hari sebelumnya, Patrice Rio Capella, Sekretaris Jenderal Partai NasDem, mendapat status yang sama untuk kasus dana bantuan sosial yang melibatkan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pudjo Nugroho. Adapun Adriansyah, anggota Fraksi PDI Perjuangan, April lalu, tertangkap di hotel saat tengah bertransaksi suap dengan seorang pengusaha untuk memuluskan izin tambang batu bara di Kalimantan Selatan.
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa legislatif adalah institusi terkorup di negeri ini. Hasil survei Transparency International Indonesia juga mengukuhkan soal ini. Statistik penanganan tindak pidana KPK memperlihatkan, sejak 2004 hingga 30 September 2015, sebanyak 87 anggota DPR/DPRD terlibat korupsi. DPR "menyumbang" koruptor terbanyak setelah kementerian, dan pemerintah daerah. Karena itu, tak mengejutkan bila DPR pula yang ngotot ingin mengerdilkan KPK.
Seperti sejumlah anggota DPR sebelumnya yang ditangkap, suap yang diterima Dewie juga berkaitan dengan hal yang sama, yakni dugaan untuk memuluskan pengesahan proyek yang, kemudian, ujungnya, juga pengesahan anggaran untuk proyek tersebut. Dalam kasus Dewi, suap sebesar Sin$ 117.700 (sekitar Rp 1,73 miliar) yang diterimanya diduga berkaitan dengan pembangunan proyek listrik tenaga mikrohidro di Kabupaten Deiyai, Papua, yang bernilai ratusan miliar rupiah.
Sejauh ini baru Dewie, dari kalangan DPR, yang ditetapkan sebagai tersangka. Karena mekanisme pengesahan proyek melibatkan anggota DPR lain, besar kemungkinan ada anggota lain yang terlibat. KPK tentu bisa menelusuri keterlibatan anggota lain itu, misalnya, dengan mencermati lalu lintas komunikasi Dewie yang terekam dalam telepon selulernya yang disita.
Benar bahwa anggaran proyek ini belum diketuk. Tapi kita tahu, bukan hal yang aneh jika duit suap diberikan justru sebelum proyek itu disetujui. Dalam kasus Dewie, ada dua komisi di DPR yang pasti terlibat, yakni Komisi Energi dan Komisi Anggaran. Kepada komisi itulah, jika ingin tujuannya berhasil, si penyuap mesti menebarkan duit.
Kita berharap KPK membongkar tuntas kasus ini. Penyuap dan penerima suap semuanya harus ditangkap. Tak hanya di pusat�”di DPR�”KPK juga mesti menelisik kasus itu ke Kabupaten Deiyai, tempat proyek ini akan dibangun. KPK mesti menelisik, misalnya, bagaimana awal mula proyek ini dimunculkan hingga siapa saja yang terlibat dan dilibatkan. Pejabat daerah yang menangani proyek ini juga mesti diperiksa.
Jika sejumlah pejabat daerah terindikasi terlibat korupsi proyek ini�”dengan modus apa pun�”mereka harus ditangkap, diangkut ke Jakarta, dan diajukan ke pengadilan. Kita tak ingin proyek yang penting dan sangat dibutuhkan oleh warga Deiyai itu menjadi bancakan manusia-manusia serakah.
|