Judul | Pangan dan Transportasi Jadi Pendorong Utama |
Tanggal | 01 Agustus 2016 |
Surat Kabar | Bisnis Indonesia |
Halaman | 29 |
Kata Kunci | |
AKD |
- Komisi V - Badan Anggaran |
Isi Artikel | JAKARTA — Pengaruh Lebaran yang diikuti oleh kenaikan harga pangan dan tarif transportasi akan menjadi pendorong utama inflasi pada Juli 2016 yang diprediksi sekitar 0,8% secara bulanan dan 3,31% secara tahunan. Ekonom PT Bank Pertama Tbk Josua Pardede mengatakan kenaikan harga komoditas pangan di tengah perayaan Idulfitri menjadi faktor utama pendorong inflasi pada bulan ketujuh tahun ini. Harga daging ayam, misalnya, diperkirakan naik sekitar 3,2%, cabai merah 4,3%, dan bawang merah 13,3%. Selain kenaikan pangan, inflasi juga didorong oleh kenaikan tarif transportasi seiring dengan libur Lebaran. Di luar itu, kenaikan tarif dasar listrik pada Juni 2016 sebesar 0,8% juga turut mendorong inflasi. Prediksi senada disampaikan oleh peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia I Kadek Dian Sutrisna. Selain faktor Lebaran, dia menilai kenaikan harga pangan dan transportasi juga didorong oleh momen libur sekolah. Sementara itu, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Dzulfian Syafrian menilai inflasi Juli ini menarik karena memiliki tren yang berbeda pada awal dan akhir bulan. Pada awal bulan, masyarakat membelanjakan uang dalam jumlah besar untuk kebutuhan Lebaran, sedangkan pada akhir bulan, masyarakat menahan belanja. “Alhasil inflasi tinggi di awal bulan diimbangi tekor di akhir bulan,” katanya kepada Bisnis,Minggu (31/7). Selain itu, Dzulfian menilai belum ada peningkatan daya beli masyarakat hingga Juli. Daya beli masyarakat masih lemah seperti bulan-bulan sebelumnya, padahal seharusnya inflasi pada bulan ketujuh tahun ini cenderung tinggi karena ada momen Idulfitri dibarengi dengan musim liburan sekolah. DAYA BELI Indikasi daya beli masyarakat lemah juga terlihat dari inflasi Juni yang cenderung rendah, padahal momen tersebut bertepatan dengan Ramadan yang biasanya memiliki tingkat konsumsi yang tinggi. Badan Pusat Statistik mencatatkan laju indeks harga konsumen (IHK) mengalami kenaikan atau inflasi 0,66 (month-to-month/ mtm) dan 3,45% (year-on-year/ yoy) dengan inflasi komponen inti sebesar 0,33% (mtm) dan 3,49% (yoy). Dengan laju tersebut, inflasi sepanjang Januari hingga Juni bertengger di level 1,06%. Angka ini terbilang rendah karena inflasi satu bulan sebelum Lebaran selama dua tahun sebelumnya jauh lebih tinggi yakni 0,93%. Mohammad Faisal, Kepala Peneliti Center of Reform on Economics (CORE), menambahkan kondisi daya beli masyarakat kelas menengah ke atas sudah mulai membaik. Hal ini terindikasi dari indikator penjualan mobil yang merangkak naik dari posisi negatif ke positif sejak Maret 2016. Namun, daya beli masyarakat menengah kebawah masih sangat lemah. Hal ini terlihat dari survei persepsi masyarakat terhadap harga kebutuhan pokok serta penjualan sepeda motor yang masih tumbuh negatif hingga Juni 2016. Di sisi lain, Josua menuturkan daya beli masyarakat sebenarnya mulai meningkat khususnya pada momen Idulfitri. Kondisi tersebut terkonfirmasi oleh tren kenaikan penjualan ritel dan indeks kepercayaan konsumen dalam dua bulan terakhir. Namun, perbaikan daya beli masih bersifat sementara karena ada momen pembayaran tunjangan hari raya (THR) dan gaji ke-13 bagi pegawai negeri sipil (PNS). Kendati begitu, dia optimistis daya beli masyarakat pada semester II/2016 bakal membaik sebagai dampak pelonggaran kebijakan moneter serta makroprudential yang dijalankan Bank Indonesia. Selain itu, ekspektasi inflasi di level 4% sepanjang tahun ini juga akan mendorong perbaikan daya beli masyarakat. Ekonom senior Kenta Institute Eric Alexander Sugandi menuturkan daya beli rumah tangga sudah ada sedikit perbaikan terlihat dari inflasi sepanjang tahu ini yang masih terkendali. “Walaupun tinggi di Juni dan Juli karena faktor Ramadan dan gaji ke-13 dan THR untuk karyawan swasta,” ungkapnya. |
Kembali ke sebelumnya |