Isi Artikel |
Tanpa dukungan kita, Garuda Indonesia sulit bertahan. Sebisa mungkin, mari kita terbang dengan pesawat Garuda untuk membantu menyelamatkan maskapai kebanggaan Indonesia.
OlehREDAKSI
Badai belum berakhir. Dunia masih diliputi ketidakpastian akibat Covid-19. Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) dan Tourism Economics memprediksi industri penerbangan baru akan pulih pada 2023.
Dalam kondisi seperti ini, Garuda Indonesia harus tetap terbang. Jarak Sabang sampai Merauke itu setara dengan jarak London hingga Baghdad, dengan bentang alam berupa kepulauan. Layanan dari maskapai penerbangan yang keselamatannya dapat dipercaya pun mutlak ada.
Garuda Indonesia, sebagai maskapai nasional, juga idealnya tetap ada untuk ”menjaga” layanan angkutan udara. Menyerahkan angkutan udara hanya pada sebuah grup maskapai saja tidak sehat. Pelayanan prima bagi penumpang logikanya juga buah dari kompetisi antarmaskapai. Bayangkan kacaunya layanan penerbangan jika tanpa kompetisi.
Situasi terkini memang memprihatinkan. Tidak hanya bagi Garuda Indonesia, tapi juga berbagai industri, seperti ritel yang belakangan menjadi sorotan. Negosiasi demi negosiasi pun harus dijalani manajemen Garuda, termasuk dengan menghemat apa yang dapat dihemat. Pendek kata, inilah saat di mana manajemen dan pegawai Garuda Indonesia sebaiknya kerja keras sembari hidup prihatin.
Publik jelas akan mengamati sejauh mana keseriusan Garuda Indonesia dalam menghadapi krisis ini. Sejauh mana, misalnya, efisiensi atau perampingan dilakukan. Sebelum akhirnya, publik dapat memaklumi jika harus dikucurkan pinjaman modal atau suntikan berbentuk apa pun bagi Garuda.
Utang besar yang kini membebani Garuda patut diduga juga dipicu oleh langkah manajemen sebelum badai pandemi Covid-19. Pemetaan persoalan dengan tepat menjadi penting supaya solusinya dapat tepat juga. Siapa tahu ada renegosiasi yang dapat gol dengan perusahaan penyewaan pesawat berbekal bukti pengambilan keputusan yang tidak tepat di masa silam.
Diversifikasi usaha, meski harus dijalankan secara terukur, dapat saja dilakukan demi menyokong operasional Garuda. Manajemen dapat menjalankan ekspansi usaha logistiknya. Tony Fernandes, misalnya, sejak tahun lalu langsung gerak cepat mendirikan AirAsia Food. Bisnis baru AirAsia itu tentu berhadapan dengan Grab ataupun Gojek, tetapi itulah perjuangan untuk bertahan hidup.
Kita tentu sepakat Garuda tidak boleh terkapar. Tidak ada negara besar yang tidak menerbangkan armada pesawatnya sendiri ke kota-kota besar dunia. Namun, tanpa dukungan kita, Garuda sulit bertahan. Sebisa mungkin, mari kita terbang dengan pesawat Garuda untuk membantu menyelamatkan maskapai kebanggaan Indonesia. Kita bantu Garuda Indonesia, sayap Indonesia.
|