Selamat datang di website E-PAPER PERPUSTAKAAN DPRRI.

Koleksi Perpustakaan DPR RI

Judul Mengantisipasi Kelangkaan Oksigen Medis
Tanggal 06 Juli 2021
Surat Kabar Kompas
Halaman 0
Kata Kunci
AKD - Komisi IX
Isi Artikel Tak cukup hanya mengoptimalkan ketersediaan oksigen medis, diperlukan juga pengaturan distribusi dan rantai pasok oksigen untuk menjamin pasokan oksigen berjalan lancar. Oleh DEBORA LAKSMI INDRASWARI Lonjakan kasus Covid-19 dan tidak terbendungnya pasien dengan gejala berat menyebabkan kebutuhan tabung oksigen meningkat. Kelangkaan oksigen berpotensi terjadi jika tidak ada tindak lanjut cepat dari pemerintah. Kasus Covid-19 di Indonesia kembali meningkat pada Juni 2021. Lonjakan kasus semakin nyata saat penambahan kasus baru per hari mencapai lebih dari dua puluh ribu pada akhir Juni 2021. Bahkan pada 3 Juli 2021, kasus harian yang teridentifikasi mencapai 27.913 kasus baru. Situasi ini melampaui kenaikan kasus pada Januari 2021 lalu. Per 30 Juni 2021, kenaikan kasus dari titik kasus terendah mencapai 381 persen dalam waktu enam minggu. Sebagai perbandingan, pada Januari 2021, kenaikan kasus baru mencapai 283 persen dalam 13 minggu. Lonjakan ini jelas memicu penambahan pasien yang butuh dirawat. Angka keterisian kasur atau bed occupancy rate (BOR) rumah sakit melonjak menjadi 72 persen, di atas standar WHO yaitu 60 persen. Padahal pada Mei 2021, BOR masih sebesar 28 persen. Tidak hanya darurat tempat perawatan, situasi saat ini juga berpotensi menyebabkan krisis tabung oksigen. Beberapa wilayah seperti D.I.Yogyakarta dan Jawa Tengah telah melaporkan adanya kekurangan tabung oksigen pada pertengahan Juni 2021 lalu. Saat itu, kebutuhan oksigen di rumah sakit DIY meningkat hampir tiga kali lipat. Akibatnya, beberapa rumah sakit terpaksa membatalkan pelaksanaan operasi demi memprioritaskan pasien yang kritis. Pada 3 Juli 2021, stok oksigen sentral RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta menurun dan diperkirakan habis pada pukul 20.00 WIB dan terpaksa beralih menggunakan oksigen tabung. Direktur Utama RSUP Dr Sardjito Rukmono Siswishanto meminta bantuan pasokan oksigen sentral yang datang pada tengah malam. Di daerah lain seperti DKI Jakarta, tabung oksigen juga mulai langka di pasaran. Hal ini terjadi lantaran tingginya permintaan dari masyarakat demi merawat kerabat yang tidak mendapat layanan dari fasilitas kesehatan. Kondisi tersebut menyebabkan harga tabung oksigen medis meningkat dua hingga tiga kali lipat, dari sekitar 700.000 rupiah per tangki ukuran sedang menjadi lebih Rp 2.000.000 per tangki.   Pentingnya oksigen medis Merujuk pada laman path.org, per 1 Juli 2021 Indonesia membutuhkan sekitar 868.202 meter kubik oksigen medis per hari. Kebutuhan ini meningkat seiring dengan peningkatan kasus. Sebagai perbandingan, pada April hingga Mei 2021, jumlah oksigen medis yang dibutuhkan hanya sekitar 200.000 meter kubik per hari. Oksigen medis menjadi komponen penting untuk menyelamatkan pasien Covid-19. Virus SARS-CoV-2 yang menyerang paru-paru manusia dapat menyebabkan pneumonia. Akibatnya terjadi peradangan dan halangan paru-paru untuk menyerap oksigen sehingga menyebabkan hipoksemia atau kadar oksiden dalam darah turun drastis. Jika tidak diatasi, organ vital tidak dapat mendapat pasokan oksigen cukup sehingga meningkatkan risiko kematian. Menurut studi yang dilakukan pada ribuan kasus Covid-19 pada Februari 2020 menyebutkan bahwa hampir 20 persen pasien Covid-19 membutuhkan oksigen. Dari jumlah itu, 14 persen memerlukan beberapa bentuk terapi oksigen, sementara pasien yang membutuhkan ventilator 5 persen. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan pasien Covid-19 dengan gejala parah membutuhkan oksigen sebanyak lima liter per menit. Dengan asumsi tersebut maka dalam sehari dibutuhkan 7.200 liter oksigen. Jika rata-rata lama perawatan pasien Covid-19 sepuluh hari, maka satu pasien membutuhkan 72.000 liter oksigen per perawatan. Untuk pasien kritis, kebutuhan oksigen lebih besar. Setidaknya dibutuhkan oksigen 15 liter per menit dan sebagian membutuhkan ventilasi mekanis serta oksigen aliran tinggi mencapai 48 liter per menit. Sehingga total kebutuhan oksigen untuk pasien kritis yang dirawat selama 10 hari mencapai 453.600 liter. Pelajaran dari India Mengingat pentingnya oksigen medis dalam penanganan Covid-19, potensi kelangkaan oksigen patut diwaspadai. Apalagi lonjakan kasus dan banyak pasien Covid-19 dengan gejala berat yang datang ke rumah sakit dalam waktu bersamaan saat kondisinya sudah kritis sehingga membutuhkan bantuan oksigen. Krisis tabung oksigen yang terjadi di India beberapa waktu lalu bisa saja terjadi di Indonesia. Menurut wawancara dan penelaahan dokumen pemerintah yang dilakukan media New York Times (NYT), kelangkaan oksigen di India terjadi karena kurang cermatnya pemerintah dalam mengantisipasi gelombang kedua Covid-19. Pemerintah India terlambat mendistribusikan pasokan oksigen, padahal selama ini India sebagai produsen utama oksigen dunia. Dalam sehari, India mampu memproduksi 7.100 metrik ton oksigen cair. Namun, lonjakan kasus Covid-19 menyebabkan kebutuhan oksigen meningkat hingga 9.500 metrik ton per hari, melebihi kapasitas produksinya. Kondisi ini diperparah dengan letak pabrik produsen oksigen yang berada jauh dari pusat-pusat kota di mana lonjakan kasus Covid-19 terjadi. Masalahnya, oksigen sulit disimpan dan didistribusikan. Proses distribusi dan pengiriman membutuhkan waktu lama untuk sampai ke daerah yang membutuhkan. Merespon hal ini, Pemerintah India pada November 2020 menetapkan rencana pembangunan 160 pabrik produksi oksigen serta perluasan kapasitas penyimpanan oksigen di rumah sakit. Akan tetapi saat gelombang kedua terjadi, hanya seperlima pabrik yang sudah dibangun. Kritik terhadap pemerintah India dilayangkan atas abainya pemerintah dalam mengatur produksi, penyimpanan serta distribusi oksigen. Negara-negara bagian yang kekurangan pasokan saling menuduh penimbunan oksigen. Terdesak dengan kebutuhan, penjarahan dilakukan pada sebuah kapal tanker yang membawa tabung oksigen untuk dikirimkan ke sebuah rumah sakit di negara bagian Madhya Pradesh. Kepastian stok dan distribusi Bencana oksigen di India itu menjadi pelajaran sekaligus peringatan bagi Indonesia. Dari krisis oksigen di India, ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan dalam menangani gelombang Covid-19 di Indonesia saat ini. Salah satunya adalah upaya untuk memastikan stok oksigen. Sejak awal pandemi Covid-19, Hamish Graham, peneliti di Melbourne University Hospital dan International Center for Child Health telah memperingatkan bahwa negara di Asia dan Afrika tidak hanya membutuhkan ventilator tetapi juga oksigen. Ia mengkhawatirkan fokus penanganan Covid-19 pada pemenuhan ketersediaan ventilator mengabaikan pentingnya pasokan oksigen. (Kompas, 23/4/2020). Saat ini, untuk merespon kekurangan oksigen di beberapa daerah, pemerintah telah memprioritaskan produksi dan distribusi gas oksigen untuk kebutuhan medis. Sebelum pandemi, proporsi peruntukan gas oksigen untuk kebutuhan medis dan industri adalah 40:60. Karena kondisi darurat, peruntukannya diubah menjadi 60:40 untuk kebutuhan medis. Bahkan Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Pandjaitan meminta seluruh pasokan industri dikonversi untuk memenuhi kebutuhan medis. Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang menyatakan pasokan oksigen masih tergolong aman dengan kemampuan pasok 850 ton per hari dengan populasi tabung oksigen sekitar 1,5-1,8 juta tabung. Adapun kebutuhan untuk penanganan Covid-19 sebesar 800 ton per hari. Meskipun saat ini cukup, perlu dipastikan bahwa saat kasus Covid-19 terus meningkat pasokan oksigen tambahan tersedia secara merata di setiap daerah. Tak cukup hanya mengoptimalkan ketersediaan oksigen, diperlukan juga pengaturan distribusi dan rantai pasok oksigen. Hal ini mengingat waktu panjang yang dibutuhkan untuk mengangkut pasokan oksigen dari suatu daerah ke daerah lain. Jangan sampai pasokan oksigen yang sudah disiapkan terlambat sehingga gagal menyelamatkan pasien. Selain itu, diperlukan juga pengawasan ketat melihat kerentanan penimbunan dan permainan harga oksigen oleh oknum-oknum tertentu. Tanpa penanganan maksimal pada tahap-tahapan ini, krisis kelangkaan sarana dan prasarana kesehatan terus akan terjadi. (LITBANG KOMPAS)
  Kembali ke sebelumnya