Isi Artikel |
Saatnya Melirik Hutan-hutan Kalteng yang Rapuh Kalimantan Tengah pernah didapuk menjadi ibu kota paru-paru dunia oleh Komite Perdamaian Dunia. Namun, kenyataannya hutan-hutan di Kalteng tak lagi seperkasa dulu. Dampaknya, bencana alam pun menghantui hingga saat ini. Hari-hari suram mewarnai hidup Maslani (55). Warga Temanggung Tillung, Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, itu tak lagi bisa bekerja sesuai keahliannya sebagai pencari titik sumur bor. Alih-alih beristirahat di rumah, Maslani dan warga desa di tempatnya kini harus sibuk menyelamatkan rumah mereka dari banjir. Sebelumnya, hidup Maslani selalu sibuk saat musim kemarau. Ia yang sehari-hari bekerja serabutan membersihkan halaman kantor dinas dan rumah warga, aktif mencari titik sumur bor untuk pemadaman api. Setahun lalu, Kompas melihat betapa tenaga dan pengalamannya dibutuhkan para pemadam api. Apalagi saat musim kebakaran lahan tiba, banyak sumur bor yang sudah dibuat mendadak tak mengeluarkan air. Di situlah Maslani berperan. Sayang, ia tak bisa melakukannya lagi karena alasan kesehatan. KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO Ahmad (26), warga Jalan Mahir-Mahar, Kota Palangkaraya, Kalteng, memadamkan api di belakang rumahnya dengan ember dan gayung, Rabu (18/9/2019). Sedikitnya 44.000 hektar lahan terbakar di Kalimantan Tengah selama 2019. Baca juga: Titik-titik Panas Mulai Bermunculan di Kalteng Belum usai didera masalah kesehatan, kini Maslani harus bekerja keras menyelamatkan rumahnya. Rumah Maslani yang hanya berupa kayu diterjang banjir. Air awalnya berhenti di depan rumahnya, tapi itu hanya permulaan. Banjir lebih besar pun melanda Kalimantan Tengah. Setidaknya delapan kabupaten di Kalteng terendam banjir pada Juli hingga September. Delapan kabupaten diterjang banjir yakni Kabupaten Lamandau, Katingan, Kapuas, Kotawaringin Timur, Kotawaringin Barat, Gunung Mas, Seruyan, dan Kabupaten Murung Raya. Ironisnya, beberapa wilayah belum pernah diterjang banjir sebelumnya. Data dari Pusat Pengendalian dan Operasi Penanggulangan Bencana (Pusadalops-PB) Provinsi Kalteng, 10.459 unit rumah terdampak banjir. Ada yang hanyut ada yang ditelan luapan sungai-sungai perkasa di Kalteng. Setidaknya 4.391 orang mengungsi ke tenda-tenda yang disiapkan pemerintah. KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO Tim pemadam kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Tengah memadamkan api dengan cara tradisional menggunakan ranting pohon di lahan tidur sekitar Jalan Danau Indah, Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Kamis (16/8/2018). Salah satu desa yang diterjang banjir adalah Kinipan di Kabupaten Lamandau. Kepala Desa Kinipan Wilem Hengki yang sejak kecil hidup di desa itu belum pernah mengalami banjir. Namun, sejak 2019 hingga kini wilayahnya jadi langganan banjir. ”Di salah satu jalan desa itu ketinggian air mencapai satu meter, gak pernah ada sejarahnya rumah kemasukkan air, tetapi ini akhirnya masuk,” kata Wilem. Bencana banjir tak datang serta merta. Kerusakan alam yang tidak seimbang dengan pemulihannya menjadi salah satu faktor pendorong. KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO Members of the Manggala Agni Firefighting Troop of Operation Area I Palangkaraya are extinguishing the fire and spraying peatlands around Mahir-Mahar Road, Palangkaraya, Central Kalimantan on Saturday (21/7/2018). Hutan yang terbabat Di atas kertas hutan di Kalimantan Tengah memang perkasa, tetapi keropos pada kenyataannya. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, berdasarkan Rencana Tata Ruang dan Wilayah Provinsi (RTRWP) Kalteng, hutan lindung di Kalteng luasnya mencapai 1,3 juta hektar, Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam pada area eks-Pengembangan Lahan Gambut (PLG) luasnya 1,6 juta hektar, total keduanya hanya 2,9 juta hektar. WILEM HENGKI Kepala Desa Kinipan Wilem Hengki (dua dari kiri) melintas di jalan desa yang terendam banjir, Minggu (7/9/2020). Sementara untuk kawasan budidaya, dari data yang sama, menunjukkan kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) luasnya 3,3 juta hektar, Hutan Produksi (HP) 3,8 juta hektar, Hutan Produksi Konversi luasnya 2,5 juta hektar, dan Areal Penggunaan Lain (APL) mencapai 2,5 juta hektar. Totalnya untuk kawasan budidaya mencapai 12,3 juta hektar. Total kawasan lindung ditambah kawasan budidaya luasnya mencapai 15,3 juta hektar. Itu adalah luas wilayah Provinsi Kalimantan Tengah, totalnya sama dengan 1,3 kali luas Pulau Jawa. Namun, kenyataannya, hutan di Kalteng sudah digerogoti aktivitas tambang dan sawit. Dinas Kehutanan Provinsi Kalteng mencatat izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam, Hutan Tanaman, Restorasi Ekologi, Karbon (IUPHHK-HA/HT/RE/Kar) tahun 2017 hingga saat ini telah ada 91 unit usaha dengan luas mencapai 5,08 juta hektar. KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO Kawasan hutan adat di Kinpan yang dialihfungsikan menjadi perkebunan sawit, di Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, Rabu (9/9/2020). Di sektor tambang, data dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kalteng menunjukkan terdapat 303 perusahaan tambang dengan total luas konsesi tambang mencapai 1,8 juta hektar. Untuk sawit, data dari Dinas Perkebunan Provinsi Kalteng mencatat terdapat 333 perusahaan perkebunan kelapa sawit dengan total luas 3,9 juta hektar. Namun, jumlah perusahaan yang beroperasi luasnya hanya 1,13 juta hektar. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Tengah mencatat setidaknya 72 desa masuk dalam kawasan perkebunan kelapa sawit di Kalteng. Jika ditotal semua perizinan itu luasnya mencapai 11,2 juta hektar baik perusahaan yang sudah beroperasi maupun yang belum. Dari 15,3 juta hektar luas wilayah di Kalteng, 11,2 juta hektar sudah dan bakal dikonversi ke berbagai jenis usaha. Artinya, hanya 4,1 juta hektar atau 1,7 persen sisa lahan di Kalteng merupakan kawasan permukiman juga kebun-kebun masyarakat atau wilayah kelola lainnya. Baca juga: Kawasan Pelepasliaran Orangutan Mulai Penuh Dari data itu bisa dibayangkan kerusakan alam yang terjadi di Kalteng. Hutan-hutan tak hanya hilang, hijaunya keanekaragaman pohon diganti dengan teknik monokultur. Konflik pun mencuat. Walhi mencatat sejak 2005-2018 setidaknya terdapat 345 konflik antara masyarakat dan perusahaan perkebunan sawit yang penyelesaiannya tidak optimal. Padahal, Kalimantan Tengah pada 2018 pernah didapuk menjadi ibu kota paru-paru dunia oleh Komite Perdamaian Dunia. Alasannya karena hutan-hutan di Kalteng dinilai masih perkasa dan menyumbang udara sejuk untuk Indonesia bahkan dunia. Fahrizal Fitri mengungkapkan, pemerintah masih akan mengeluarkan status kawasan hutan lindung untuk investasi. Salah satunya adalah megaproyek food estate atau program strategis lumbung pangan nasional yang sudah mulai dikerjakan di Kalteng. DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO Kawasan hutan adat di Kinipan yang dibuka untuk perusahaan perkebunan sawit di Lamandau, Kalimantan Tengah, Rabu (9/9/2020). Kawasan adat itu masuk dalam konsesi perizinan sawit. Laju deforestasi sudah berlangsung di Kalimantan Tengah sejak 1990 hingga saat ini. Hutan hujan tropis yang menyumbang udara sejuk dunia pun kini sakit. Seperti pneumonia yang sedang menggerogoti paru-paru. Di satu sisi, investasi memang menebalkan kantong-kantong pendapatan daerah. Namun, dengan dampak yang dirasakan saat ini, pertimbangan ekonomi saja tidak cukup. Hal itu menjadi pekerjaan rumah besar bagi para calon gubernur dan wakil gubernur Kalimantan Tengah periode 2021-2026. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Kalteng sudah menetapkan dua pasangan calon dalam pesta demokrasi tersebut. Baca juga: Indonesia Dinilai Tidak Memerlukan Pertanian Monokultur Nomor urut 1 adalah pasangan Ben Brahim-Ujang Iskandar, lalu nomor urut 2 pasangan calon petahana, yakni Sugianto Sabran-Edy Pratowo. Ben Brahim dan Ujang Iskandar diusung oleh tiga partai politik, yakni Partai Demokrat, Partai Gerakan Indonesia Raya, dan Partai Hati Nurani Rakyat. Tiga partai itu memiliki 12 kursi di legislatif. Sementara Sugianto Sabran dan Edy Pratowo diusung oleh delapan partai politik, yakni PDI Perjuangan, Partai Golongan Karya, Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Persatuan Indonesia, dan Partai Keadilan Sejahtera. Delapan partai itu memiliki 33 kursi di legislatif. Soal investor, kita jangan alergi, ayo (investor) masuk. Tetapi harus membawa kesejahteraan untuk Kalteng, ini perlu ditekankan Kedua kandidat menilai lingkungan memang masalah yang krusial, tetapi tetap berupaya untuk meningkatkan investasi. Ben Brahim, saat ditemui pada Minggu (27/9/2020), berpendapat, saat ini sudah banyak regulasi yang mengatur agar hutan tetap terjaga. Regulasi ia nilai dibuat untuk bisa mengatur para investor. ”Soal investor, kita jangan alergi, ayo (investor) masuk. Tetapi harus membawa kesejahteraan untuk Kalteng, ini perlu ditekankan. Jangan sampai membuat masyarakat justru menderita, ini harapan kami ke depan,” kata Ben yang merupakan Bupati Kabupaten Kapuas dua periode. KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO Pasangan nomor urut 1 Ben Brahim dan Ujang Iskandar saat ditemui Kompas, pada Minggu (27/9/2020). Ben mengungkapkan, investasi seharusnya bisa membawa kesejahteraan bagi masyarakat, khususnya desa-desa yang tinggal di sekitar lokasi usaha perusahaan. Hingga kini, lanjut Ben, masih banyak desa yang bahkan belum dialiri listrik. ”Selain itu, investor juga harus menghormati hak-hak masyarakat atas tanah, khususnya adat,” kata Ben. Ke depan kami akan bangun Kalteng ini dimulai dari desa, tentunya segala macam investasi yang bersinggungan di desa tetap harus dijaga agar tidak merusak lingkungan. Hal serupa juga disampaikan Sugianto Sabran. Petahana Gubernur Kalteng periode 2015-2020 ini mengungkapkan, selama menjabat Gubernur Kalteng dirinya tidak pernah mengeluarkan izin pertambangan ataupun perkebunan sawit. ”Malah yang bermasalah itu saya perintahkan untuk dicabut saja izinnya. Di Kalteng ini banyak perusahaan yang sudah diberi kepercayaan, tetapi malah tidak bertanggung jawab, yang seperti ini saya tegaskan untuk dicabut izinnya,” kata Sugianto saat ditemui di Rumah Relawan, Kota Palangkaraya, Senin (28/9/2020). KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO Sugianto Sabran memberikan penjelasan kepada awak media terkait rencana pembangunan lima tahun ke depan pada Senin (28/9/2020). Petahana Gubernur Kalteng itu berpasangan dengan Edy Pratowo. Pada 2019, Gubernur Kalteng mengeluarkan surat rekomendasi pencabutan izin untuk 106 perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kalteng. Total area dari 106 perusahaan itu mencapai 1,07 juta hektar atau hampir setengah luas Provinsi Jawa Tengah. ”Ke depan kami akan bangun Kalteng ini dimulai dari desa, tentunya segala macam investasi yang bersinggungan di desa tetap harus dijaga agar tidak merusak lingkungan,” ungkap Sugianto. Dengan komitmen itu, masyarakat Kalteng menaruh harapan besar agar hutan-hutan di Kalteng kembali memberikan oksigen sejuk bukan asap api kebakaran gambut atau muntahan banjir dari luapan sungai. Sudah terlalu lama para pemimpin di Kalteng membelakangi hutan. Kini, saatnya mereka peduli terhadap hutan dan isinya.
|