Isi Artikel |
JAKARTA — Sekitar 45,8% dari penyesuaian dana transfer ke daerah dalam postur APBNP 2016 dieksekusi dengan cara penundaan atau carry over ke tahun anggaran 2017.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan sebagian penyesuaian pagu dana transfer ke daerah dilakukan dengan melakukan carry over dana bagi hasil (DBH) dan dana alokasi umum (DAU) ke anggaran tahun depan.
“Memang tidak sepenuhnya menyelesaikan masalah. Namun ini dipentingkan karena 2016 ini beban sangat besar dari APBN, yang kita anggap ini akan sangat memengaruhi kredibilitas dari APBN kita,” ujarnya akhir pekan lalu.
Langkah ini akan diterapkan pada pemerintah daerah (pemda) dari seluruh tingkatan yang masih memiliki APBD dan uang kas yang cukup banyak. Dengan demikian, dia menjamin eksekusinya tidak akan mengganggu kebutuhan pendanaan tiap pemda.
Seperti diketahui pemerintah berencana mengurangi dana transfer ke daerah sekitar Rp68,8 triliun. Dari angka itu, sekitar Rp31,5 triliun akan mendapat carry over, yang terdiri atas DBH senilai Rp12,1 triliun dan DAU senilai Rp19,4 triliun.
Sri juga menegaskan carry over dana transfer ke daerah tidak akan menyentuh alokasi dana desa (ADD). Kalaupun ada yang tidak tersalurkan, sambung dia, sepenuhnya masalah administrasi yang belum dipatuhi.
Boediarso Teguh Widodo, Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu, mengatakan pemda yang terkena carry over DBH senilai Rp12,1 triliun itu hanya Provinsi DKI Jakarta. Hal ini dikarenakan DKI Jakarta tidak memperoleh DAU.
"Selain itu, DKI Jakarta mempunyai kapasitas fiskal yang sangat tinggi. Sementara, kinerja penyerapan anggaran belanjanya dalam beberapa tahun terakhir relatif belum optimal, sehingga memiliki saldo kas di perbankan relatif sangat besar," jelasnya.
Untuk DAU, Boediarso mengklaim pemerintah melakukannya dengan sangat selektif. Sebanyak 170 daerah yang hingga saat ini berpotensi terkena carry over DAU dengan tetap mempertimbangkan kapasitas fiskal tiap daerah.
“Carry over Oktober-Desember tapi tidak dipukul rata. Ada yang 75%, 60%, 45% atau 30% tergantung pada kapasitas fiskal dan besarnya dana idle,” katanya.
Di luar carry over DAU dan DBH, sekitar Rp37,3 triliun sisanya atau 54,2 merupakan hasil penurunan alamiah dan punishment penyaluran dana perimbangan sesuai dengan kinerja penyerapan.
Penurunan pagu alokasi dana yang berlangsung secara alamiah a.l. pagu alokasi DBH pajak dan DBH sumber daya alam pada daerah-daerah penghasil. Penurunan alamiah sekitar Rp9 triliun itu dikarenakan turunnya penghasilan pajak dan SDA yang dibagihasilkan ke daerah.
Sisanya, ada penghematan dana transfer khusus (DTK) berupa penghematan DAK Fisik yang realisasinya tidak bisa mencapai 100% karena berkaitan erat dengan mekanisme penyaluran DAK yang juga berbasis kinerja penyerapan.
Selain DAK fisik, penghematan DAK nonfisik juga terjadi misalnya tunjangan profesi guru (TPG). Bukan hanya dikarenakan lebih rendahnya perkiraan jumlah guru yang bersertifikat, hal ini juga diakibatkan masih banyaknya sisa dana TPG di kas daerah.
"Sehingga pembayaran TPG kepada guru-guru yang telah bersertifikat cukup dipenuhi dari sisa dana TPG yang ada di masing-masing kas daerah," tuturnya.
Boediarso mengungkapkan semua eksekusi penyesuaiaan ini akan dilakukan oleh pemerintah daerah. Walaupun demikian, seperti yang diungkapkan Menkeu Sri, tetap ada evaluasi dengan daerah.
Boediarso mengatakan simpanan pemda hingga akhir Juni 2016 tercatat senilai Rp214,6 triliun, lebih rendah sekitar Rp58,83 triliun dari posisi periode yang sama tahun lalu Rp273,49 triliun.
LEBIH RENDAH
Angka tersebut, lanjutnya, juga lebih rendah sekitar 12,8% dibandingkan dengan posisi akhir Mei 2016 yang mencapai Rp246,18 triliun. Simpanan itu paling besar atau sekitar 63,9% berada di simpanan giro senilai Rp137,2 triliun.
Selain itu, ada di tabungan senilai Rp3,88 triliun atau sekitar 1,81% dari total dana idle. Sisanya, yakni sekitar 34,3% dari dana idle atau senilai Rp73,6 triliun berada pada simpanan deposito.
Adapun, tiga daerah tingkat provinsi dengan simpanan pemda tertinggi secara berurutan yakni DKI Jakarta (Rp13,95 triliun), Jawa Barat (Rp8,03 triliun), dan Jawa Timur (Rp3,95 triliun).
Pada tingkat kabupaten a.l. Bogor (Rp1,91 triliun), Badung (Rp1,66 triliun), dan Bandung (Rp1,65 triliun). Sementara, simpanan pemda tertinggi di tingkat kota, yakni Medan (Rp2,27 triliun), Surabaya (Rp1,85 triliun), dan Tangerang (Rp1,63 triliun).
Untuk daerah terutama provinsi, lanjut Boediarso, biasanya memang memiliki dana bagi hasil maupun pendapatan asli daerah yang tinggi sehingga simpanannya pun selalu mencatatkan posisi tertinggi.
|