Isi Artikel |
Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah bercerita strategi pengendalian inflasi yang dilakukan daerahnya. Sebagai provinsi yang mencatat angka inflasi terendah pada 2015, upaya Ganjar dalam mengelola inflasi memang layak dicermati.
Usai menghadiri Rapat Koordinasi Nasional VII TPID pekan lalu, Ganjar mengungkapkan strategi pengendalian inflasi di provinsinya. Jawa Tengah, provinsi dengan 35 kabupaten /kota memperoleh penghargaan sebagai provinsi terbaik Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) 2015. Tahun lalu, inflasi sepanjang di Jateng bertengger di 2,73%.
Bagi Ganjar, keberhasilan itu tak hanya persoalan kerja tim dan pasokan belaka. Dia terjun ke pasar untuk menebar pengaruh psikologis memastikan harga pangan tak melonjak.
Dalam pandangannya, peran TPID menjadi sokongan utama untuk menekan laju inflasi. TPID akan melakukan virtual meeting secara online dan memantau harga kebutuhan pangan secara real time untuk segera mengambil tindakan intervensi seperti mendatangkan suplai dari daerah lain.
Dia meyakini turun ke lapangan langsung untuk mengecek harga ke pasar merupakan siasat yang manjur untuk memengaruhi psikologis. Lalu, dia memandang bahwa pengendalian inflasi harus dilihat pasokan barang dan harga dari hulu ke hilir.
“Di hulu ada komoditas apa, hilirnya bagaimana perkembangan harga, misalnya cabai merah naik, kita dorong untuk carikan pasokan dari mana,” katanya.
Inflasi yang rendah terus terjadi pada tahun ini. Dalam survei Bank Indonesia, pekan pertama Agustus 2016 terjadi deflasi sebesar 0,06%.
Gubernur BI Agus D.W Martowardojo mengatakan deflasi itu disebabkan turunnya tarif angkutan udara, termasuk harga daging ayam yang juga bergerak turun.
Dalam kesempatan sebelumnya, Agus telah mengingatkan bahwa risiko inflasi dalam jangka pendek berasal dari pangan yang bersumber dari gangguan cuaca yang diprediksi terjadi hingga akhir tahun. Hal itu berpotensi mengusik harga komoditas holtikultura seperti bawang, cabai, dan beras.
Sementara itu, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listianto mengatakan inflasi sepanjang tahun memang relatif rendah. Namun inflasi pangan masih di atas 8%.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) pada kuartal II/2016, kelompok bahan makanan mengalami inflasi 6,81%, sedangkan kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau mengalami inflasi 6,19%.
Andil kelompok bahan makanan terhadap inflasi kuartal II/2016 masih menempati posisi teratas dengan besaran 0,23%.
Dari sisi produksi pangan, Eko berpandangan banyak daerah yang masih defisit dan ada daerah yang surplus tetapi memiliki harga jual yang mahal.
Dia mencontohkan Provinsi Aceh yang mana surplus beras, namun harga beras daerah itu sangat tinggi. Menurutnya, permasalahan itu terletak di fasilitas penggilingan yang tidak dipunyai oleh Aceh.
Setelah panen, padi diboyong ke Medan untuk digiling dan dijual oleh pedagang besar ke Aceh. Urusan rantai distribusi dan tata kelola niaga menjadi penyebab harga jual produk menjadi tinggi.
“Fenomena seperti ini banyak terjadi. Daerah surplus tapi karena tata niaga, kewirausahaannya juga karena tidak banyak pedagang besar, ini biasa terjadi sehingga volatile food tinggi,” ucapnya.
Gubernur Sumatra Selatan Alex Noerdin menjelaskan Sumsel merupakan daerah yang masih bergantung pada provinsi lain untuk memasok bahan pangan.
“Sekarang kami berkomitmen bagaimana caranya menggalakan produksi dari dalam daerah sendiri, sebab selama ini masih banyak dikirim dari luar,” katanya, Jumat (5/8).
Dia mengklaim Sumsel merupakan provinsi yang dapat membuat inflasi terkendali dibandingkan dengan provinsi lain di Sumatra. “Sumsel termasuk nominasi untuk pengendalian inflasi terbaik di Sumatra, selain Sumatra Utara dan Sumatra Barat pada tahun ini,” katanya.
Terkait dengan lalu lintas distribusi juga menjadi perhatian Kota Makassar. Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto menyatakan lonjakan harga pangan yang memberikan kontribusi paling tinggi dalam struktur pembentuk inflasi, cenderung bergantung pada ketersediaan stok pada pasar tradisional.
"Fokus kita memang jalur distribusi, sejak dulu kita juga menjalin koordinasi lintas instansi termasuk TNI-Polri untuk menjamin ketersediaan pasokan," katanya kepada Bisnis, Minggu (7/8).
Pemerintah Kota Surabaya juga memilih strategi pengendalian inflasi dengan melakukan subsidi transportasi. "Pemberian subsidi transportasi ini agar harga pangan yang didistribusikan ke daerah-daerah tidak melonjak tinggi dan terjadi inflasi," jelas Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur, Hadi Prasetyo.
Sesuai dengani instruksi Presiden Joko Widodo agar daerah memiliki TPID dan membuat strategi baru dalam pengendalian inflasi, Pemprov Jatim akan menggunakan aplikasi dashboard yang dapat dipantau oleh TPID.
Hadi menjelaskan, pada dasarnya rumus pengendalian inflasi itu sama di setiap daerah yakni memastikan pasokan barang dan kelancaran distribusi yang tepat waktu.
Wali Kota Bontang Neni Moerniaeni menuturkan untuk wilayahnya sebagian besar kebutuhan berasal dari daerah luar, seperti kelapa dan sawi yang berasal dari wilayah Marangkayu Kabupaten Kutai Kartanegara. Selain itu juga, kebutuhan masyarakat Bontang juga berasal dari dari luar Pulau Kalimantan.
Selain itu, distribusi kebutuhan masyarakat banyak yang menggunakan kapal sehingga menghambat kelancaran pasokan. "Saat musim hujan, barang jadi terhambat karena ombak tinggi sehingga dibutuhkan pengendalian harga," jelanya.
Ekonom PT Bank Permata Tbk. Josua Pardede menuturkan pengendalian menjadi penting karena membuat ekonomi lebih optimal sehingga investasi akan membaik.
Dengan target 3,5% pada 2018, pemerintah dan TPID harus berkoordinasi maksimal. Menurutnya, sumber inflasi berasal dari goncangan yang berasal dari arah kebijakan seperti kenaikan BBM, listrik, dan LPG.
|