Selamat datang di website E-PAPER PERPUSTAKAAN DPRRI.

Koleksi Perpustakaan DPR RI

Judul Menunggu Listrik yang Lebih Hijau
Tanggal 06 Oktober 2021
Surat Kabar Kompas
Halaman 0
Kata Kunci
AKD - Komisi VII
Isi Artikel Indonesia, bersama banyak negara lain di dunia, berkomitmen menjaga kenaikan suhu bumi tidak lebih dari 2 derajat celsius dan mengupayakan menjadi 1,5 derajat celsius. Listrik dari energi terbarukan dibutuhkan. Oleh ARIS PRASETYO   Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral  akhirnya merilis Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik atau RUPTL 2021-2030. Dokumen ini menjadi acuan bagi PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk membangun pembangkit listrik di seantero Nusantara, termasuk proyeksi pertumbuhan listrik. Kabar baiknya adalah porsi sumber energi terbarukan diberikan lebih besar ketimbang energi primer dari fosil. Optimalisasi sumber energi terbarukan untuk pembangkit listrik merupakan bagian dari komitmen Pemerintah Indonesia terhadap Perjanjian Paris 2015. Indonesia, bersama banyak negara lain di dunia, berkomitmen menjaga kenaikan suhu bumi tidak lebih dari 2 derajat celsius dan mengupayakan menjadi 1,5 derajat celsius. Penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dengan usaha sendiri atau 41 persen dengan dukungan internasional pada 2030. Sumber energi terbarukan, seperti air, bayu, cahaya matahari, atau geotermal, menjadi pilihan dan diandalkan untuk mengurangi dampak gas rumah kaca. Sebenarnya, pembangkit listrik bukanlah satu-satunya pemicu kenaikan suhu global atau meningkatnya efek gas rumah kaca. Penyebab lainnya adalah gas buang kendaraan (transportasi), aktivitas industri, rumah tangga, dan alih fungsi hutan atau kebakaran. Namun, akhir-akhir ini tekanan terhadap batubara, sebagai salah satu sumber energi primer pembangkit listrik, menguat. Banyak negara menyerukan penghentian operasional pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang menggunakan batubara sebagai energi primernya. Pembakaran batubara dianggap sebagai biang keladi pencemaran udara. Di tengah lonjakan permintaan energi global akibat bangkitnya ekonomi sejumlah negara dari dampak pandemi Covid-19,  harga energi primer meningkat. Minyak mentah  Brent  per barel tembus ke level 80 dollar AS atau kenaikan tertinggi sejak 2018. Sementara gas alam sempat menembus angka 6 dollar AS per juta metrik british thermal unit[. Lantaran kenaikan tersebut, sejumlah negara memilih (kembali ke) batubara sebagai sumber energi lantaran harganya lebih murah ketimbang gas. Selain pulihnya ekonomi global, faktor musim dingin di sejumlah negara subtropis juga membuat permintaan terhadap energi meningkat. Harga komoditas energi, tak terkecuali batubara,  terdongkrak. Harga batubara global tembus ke angka 180 dollar AS per ton dan di Indonesia ditetapkan 160 dollar AS per ton untuk periode Oktober 2021.   Tak sederhana Kembali ke soal RUPTL 2021-2030,  pemerintah berencana menambah kapasitas pembangkit listrik 40.600 megawatt (MW) di periode tersebut. Dari rencana penambahan itu, porsi sumber energi terbarukan sebesar 20.900 MW atau  51,6 persen dan sisanya dari batubara, gas, ataupun diesel. Dari ragam sumber energi terbarukan, porsi terbesar diberikan kepada pembangkit listrik tenaga air (PLTA), yaitu  10.391 MW. Disusul kemudian pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) 4.680 MW, pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) 3.355 MW, dan sisanya pembangkit listrik energi terbarukan lainnya. PLTA mendapat porsi besar lantaran, selain harga listriknya  murah, potensi di Indonesia juga terbilang melimpah, yaitu sekitar 75.000 MW. Sejauh ini pemanfaatannya baru sekitar 6.100 MW. PLTA juga punya keandalan yang lebih baik dibanding PLTS atau pembangkit listrik tenaga bayu  yang  bersifat intermiten. Yang patut mendapat perhatian adalah pemerintah memberi peran swasta (independent power producer/IPP) yang lebih besar dalam RUPTL 2021-2030. IPP mendapat porsi 64,8 persen atau setara 26.300 MW, sedangkan PLN mendapat 35,2 persen atau 14.300 MW. Namun, dari peran swasta yang besar itu, sebanyak 55 persen adalah pembangkit non-energi terbarukan, sedangkan pembangkit energi terbarukan sebesar 45 persen. Swasta sesungguhnya berminat untuk berinvestasi dalam pengembangan energi terbarukan menjadi tenaga listrik di Indonesia. Seperti yang ditulis di harian ini edisi Senin, 4 Oktober 2021, investor berskala besar dan yang berskala kecil berminat untuk berbisnis di sektor pembangkitan. Hanya saja, masih ada kendala dalam hal regulasi. Sikap pemerintah kerap berubah-ubah dalam penentuan tarif jual beli tenaga listrik dari energi terbarukan. Selain itu, regulasi yang dijanjikan mengenai penentuan tarif tersebut lewat peraturan presiden hingga kini tak kunjung terbit setelah pernah diwacanakan tuntas pada semester II-2020. Hal lain yang patut jadi pertimbangan adalah faktor pasokan dan permintaan. Pembangunan pembangkit harus memperhatikan kondisi dan proyeksi pertumbuhan listrik di wilayah tersebut. Jangan sampai pasokan melimpah, tetapi serapan rendah. Dan PLN (termasuk subsidi negara di dalamnya) harus menanggung biaya dari skema take or pay, yaitu tenaga listrik yang dihasilkan harus dibayar, dipakai atau tidak.
  Kembali ke sebelumnya