Judul | Kapal dengan Energi Terbarukan Perlu Berbasis Lokal |
Tanggal | 01 Nopember 2021 |
Surat Kabar | Kompas |
Halaman | 0 |
Kata Kunci | |
AKD |
- Komisi IV - Komisi VII |
Isi Artikel | Pemanfaatan energi bersih untuk kapal perikanan tengah dijajaki untuk menekan emisi. Kapal perikanan dan transportasi laut merupakan salah satu pengguna terbesar bahan bakar fosil. Oleh BM LUKITA GRAHADYARINI JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menjajaki pemanfaatan kapal listrik untuk perikanan tangkap di Indonesia. Transportasi laut merupakan salah satu pengguna terbesar bahan bakar fosil. Dorongan terhadap penggunaan energi ramah lingkungan dinilai perlu berbasis sumber daya lokal. Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia Riza Damanik mengemukakan, dorongan pemanfaatan energi terbarukan di sektor perikanan telah lama menjadi perhatian dalam perundingan negosiasi iklim dunia. Sektor perikanan masih bergantung pada penggunaan energi fosil, seperti bensin dan solar. Meski demikian, upaya pengembangan energi nonfosil untuk sektor kelautan dan perikanan masih terkendala biaya investasi besar. Teknologi energi bersih dikuasai oleh negara-negara wilayah utara, sedangkan produsen ikan besar dunia didominasi negara-negara selatan. Oleh karena itu, insiatif kerja sama negara produsen perikanan dengan negara yang menguasai teknologi bersih harus diperbanyak. ”Indonesia menjadi bagian penting dari proses transformasi energi fosil ke nonfosil. Namun, tantangannya adalah investasi awal yang pastinya tidak kecil,” kata Riza, Senin (1/11/2021). INFOGRAFIK KOMPAS.ID Energi baru terbarukan (EBT) jenis EBT tahun 2020 dan target EBT per sumber pembangkit target bauran energi nasional 2025. Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menjajaki pemanfaatan inovasi kapal listrik dari Denmark untuk perikanan tangkap di Indonesia guna mendukung prinsip ekonomi biru. Hal itu diungkapkan setelah menaiki feri Ellen bertenaga listrik dengan rute Sonderborg ke Aeroskobing, Denmark. Trenggono mengemukakan, inovasi kapal listrik efektif mengurangi emisi. Pihak galangan kapal kini dalam tahap penelitian memanfaatkan tenaga listrik pada kapal dengan jarak tempuh dan waktu operasional yang lebih lama, seperti jenis kapal perikanan. ”Saya tertarik memanfaatkan potensi tenaga listrik untuk kapal perikanan di Tanah Air sesuai prinsip ekonomi biru yang ramah ekologi dan mendukung kesejahteraan. Saya akan diskusi dengan Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) untuk mewujudkan (kapal listrik) ini,” ujar Trenggono dalam keterangan tertulis, akhir pekan lalu. Dari laporan firma riset pasar IDTechEx, kapal listrik memiliki baterai terbesar dengan ukuran rata-rata baterai EV di Amerika Serikat adalah 67 kWh. Sementara feri Ellen di Denmark memiliki kapasitas baterai 4.300 kWh. Duta Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Denmark Merangkap Republik Lituania Dewi Savitri Wahab menambahkan, kedua negara memiliki karakter yang sama, yakni negara maritim, dengan banyak pulau yang memerlukan konektivitas laut. ”Pengalaman Denmark membangun kapal bertenaga listrik diharapkan dapat dikerjasamakan yang saling menguntungkan bagi kedua negara, khususnya pengembangan tenaga listrik untuk kapal perikanan,” ujar Dewi. Berbasis Lokal Menurut Riza, solusi pengembangan energi terbarukan di sektor perikanan dinilai perlu berbasis potensi sumber daya lokal, seperti listrik, biodiesel, dan bioenegi. Jenis energi terbarukan yang dimanfaatkan tidak harus sama dengan negara lain. Pemerintah perlu bekerja sama dengan 61 perguruan tinggi ilmu dan teknologi kelautan di Indonesia untuk memacu studi relevan dalam mendukung penggunaan energi bersih dengan kekuatan sumber daya domestik. ”Kalau kita punya potensi besar biodiesel, ini seharusnya menjadi prioritas untuk dimaksimalkan, termasuk di sektor perikanan. Proses transformasi dapat dilakukan secara bertahap, mulai dari kapal-kapal ikan ukuran besar,” katanya. Proses penghematan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) dinilai akan sejalan dengan upaya pemulihan ekosistem laut. Di sisi lain, kegiatan budidaya tradisional perlu semakin dipromosikan karena hemat energi, berkelanjutan, dan modal lebih kecil. Secara terpisah, Direktur Kelautan dan Perikanan Bappenas Sri Yanti mengemukakan, wacana mengkaji penggunaan listrik di kapal perikanan tangkap sejalan dengan kebijakan nasional pembangunan hijau dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) periode 2020-2024. Namun, implementasi kapal listrik bergantung pada ketersediaan infrastruktur, seperti pabrik baterai litium untuk memenuhi permintaan dalam negeri dan stasiun pengisian di daerah-daerah sentra produksi perikanan. ”Implementasi kapal listrik bergantung pada ketersediaan infrastruktur. Kalau infrastruktur sudah siap, saya optimistis (kapal listrik) ini bisa dimulai periode ini. Pemanfaatannya masih bersifat sukarela,” katanya. Ia menilai, pemanfaatan energi terbarukan lain, seperti biodiesel, dinilai terganjal kompetisi dengan kebutuhan untuk pangan. |
Kembali ke sebelumnya |