Selamat datang di website E-PAPER PERPUSTAKAAN DPRRI.

Koleksi Perpustakaan DPR RI

Judul Harga Tes PCR Bisa Diatur
Tanggal 06 Oktober 2021
Surat Kabar Kompas
Halaman 0
Kata Kunci
AKD - Komisi IX
Isi Artikel Perlu keterbukaan pemerintah dan pengelola faskes dalam menghitung komponen, seperti pengadaan alat, operasional gedung, dan sumber daya manusia sehingga bisa ditarik harga rata-rata yang bisa dicapai oleh semua pihak. Oleh LARASWATI ARIADNE ANWAR   JAKARTA, KOMPAS — Harga tes reaksi berantai polimerase atau PCR kini dibatasi agar pemeriksaan Covid-19 bisa diatur dan semakin terjangkau oleh masyarakat sesuai Surat Edaran Kementerian Kesehatan. Untuk benar-benar merealisasikannya, di satu sisi perlu campur tangan pemerintah membantu rumah sakit untuk mendapatkan alat tes dan reagen yang harganya tidak selangit. Di sisi lain, rumah sakit bisa berinisiatif dengan keterbukaan biaya pembelian alat. Pada tanggal 5 Oktober 2020, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menerbitkan Surat Edaran Nomor HK.02.02/I/3713/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan PCR. Surat itu ditandatangani oleh Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes Abdul Kadir. Isinya adalah meminta semua fasilitas kesehatan (faskes), baik rumah sakit (RS) maupun klinik yang memberi layanan tes PCR, agar meminta bayaran dari masyarakat paling mahal Rp 900.000. Surat ini keluar karena ada keluhan masyarakat mengenai ragam harga tes PCR. Ada faskes yang menarik harga ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Akibatnya, selain membebani pengeluaran ekonomi, masyarakat juga menyangsikan keakuratan hasil tes dengan harga yang dinilai lebih murah. ”Harga alat dan reagen PCR bisa bervariasi, bergantung pada volume yang dibeli oleh faskes,” kata Ketua Perkumpulan Ekonomi Kesehatan Indonesia Hasbullah Thabrany saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (6/10/2020). Hasbullah memaparkan perlunya keterbukaan pemerintah dan faskes dalam menghitung komponen, mulai dari pengadaan alat, operasional gedung, hingga sumber daya manusia sehingga bisa ditarik harga rata-rata yang bisa dicapai oleh semua pihak. Faskes semestinya juga bisa membuka data jenis alat PCR, reagen, dan jumlah yang mereka beli. Biasanya, semakin besar volume pembelian, harga semakin bisa diturunkan. ”Ada aturan bahwa margin keuntungan faskes di sektor penanganan Covid-19 tidak boleh melebihi 15 persen dan sudah mencakup balik modal,” ujar Hasbullah. Ia menjabarkan bahwa faskes jangan melihat layanan tes PCR sebagai sektor yang wajib memberi laba ekonomi, apalagi di tengah situasi pandemi. Hendaknya faskes melihat komponen pelayanan mereka secara komprehensif. Tidak setiap layanan perlu memberi keuntungan dan justru bisa disubsidi dari sektor layanan lainnya. Dari sisi pemerintah, bisa dilakukan inisiatif untuk mengarahkan pembelian alat PCR dan reagen dari perusahaan yang bisa memberi harga terjangkau. Cara ini bisa membantu faskes untuk tidak memulai dari nol untuk penyediaan perlengkapan tes. Pertimbangkan semua Daniel Wibowo dari Perhimpunan RS Seluruh Indonesia mengatakan, pihaknya memahami maksud pemerintah, tetapi sukar diterapkan di lapangan. Setiap RS memiliki biaya operasional berbeda-beda, bergantung pada ukuran dan jumlah layanan yang mereka berikan kepada publik. Status laboratorium RS juga beragam karena ada yang sudah mumpuni dan ada yang relatif kecil. ”Perlu diingat ada laboratorium RS yang harus merujuk pemeriksaan ke laboratorium lain karena keterbatasan alat sehingga akan berat bagi mereka menerapkan tarif standar,” kata Daniel. RS besar dan yang bisa melakukan tes PCR serta memeriksa sampel di laboratorium sendiri cenderung lebih bisa mengikuti anjuran Kemenkes. Apabila pemerintah mengeluarkan aturan RS wajib membeli alat dan reagen dari perusahaan tertentu, justru kontraproduktif. Daniel menerangkan, ada RS yang investasi alat dan bebas mendapat reagen, ada yang kontrak reagen merek tertentu dengan pinjaman mesin, ada yang memiliki kerja sama operasi dengan investor tes cepat PCR, dan ada pula yang alatnya murni sumbangan sehingga tidak ada penyusutan alat. Faktor ini harus dipertimbangkan juga untuk melakukan standardisasi tarif tes.
  Kembali ke sebelumnya