Selamat datang di website E-PAPER PERPUSTAKAAN DPRRI.

Koleksi Perpustakaan DPR RI

Judul Kabar Hukum: Tes PCR Seharusnya Ditanggung Pemerintah
Tanggal 30 Oktober 2021
Surat Kabar Kompas
Halaman 0
Kata Kunci
AKD - Komisi IX
Isi Artikel Harga tes PCR yang berbeda-beda menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian hukum di masyarakat. Padahal, sesuai UU seharusnya biaya tes PCR ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah, karena situasi tanggap darurat. Oleh JOHAN IMANUEL *) Pengantar: Harian Kompas dan Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi) bekerja sama untuk melakukan pendidikan hukum dan menumbuhkan kesadaran hukum dalam masyarakat, melalui konsultasi hukum yang dimuat di Kompas.id setiap hari Sabtu dan Kabar Hukum. Kabar hukum menjadi wadah bagi anggota Peradi untuk menuangkan pemikirannya, baik berbentuk opini/artikel atau rilis/berita. Untuk Konsultasi Hukum, warga bisa mengajukan pertanyaan terkait persoalan hukum melalui e-mail: hukum@kompas.id dan kompas@kompas.id, yang akan dijawab oleh sekitar 50.000 anggota Peradi. Untuk Kabar Hukum, anggota Peradi bisa mengirimkannya pada alamat email yang sama. Terima kasih   JAKARTA, KOMPAS -- DPR ramai-ramai menyoal tarif PCR. Namun, sangat disayangkan tidak ada yang dapat mengungkapkan norma hukum yang dilanggar oleh pemerintah, terkait kebijakan itu. Tim Advokasi Supremasi Hukum terdiri dari Johan Imanuel, Richan Simanjuntak, Winner Pasaribu, Santo Manalu, dan Rio Pamungkas memiliki pendapat dari sisi yuridis. Tim menerangkan, polemik tarif tes untuk memastikan Covid-19 sudah muncul sejak tarif rapid tes yang tidak seragam. Sekarang tes PCR. Seharusnya tes PCR menjadi tanggungan pemerintah. Tidak cukup dengan kebijakan penurunan tarif tes PCR, seperti yang ditegaskan Presiden Joko Widodo, pekan ini. Seharusnya pemerintah merujuk pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (UU Kesehatan). Dalam UU Kesehatan, khususnya pasal 82, jelas  ditegaskan bahwa pelayanan kesehatan dalam masa tanggap darurat dan pasca bencana bersumber dari APBN, APBD, atau bantuan masyarakat. Tes PCR merupakan pelayanan kesehatan, karena tanggap darurat mengingat status Indonesia saat ini masih mengalami bencana non alam, seperti disebutkan dalam Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020. Seyogyanya pemerintah kali ini menanggung 100 persen pelayanan PCR untuk masyarakat, karena masih dalam situasi bencana non alam, yakni pandemi Covid 19. Menurut Perwakilan Tim Advokasi Richan Simanjuntak, apabila polemik tarif tes PCR tidak kunjung diselesaikan, pihaknya akan menggugat Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan nomor HK.02.02/I/2845/2021 Tentang Batas Tarif Tertinggi Pemeriksaan Reserve Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). "Surat Edaran ini yang menjadi polemik, karena harga PCR berbeda-beda sehingga menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian hukum. Surat Edaran ini patut ditinjau kembali, bahkan biaya tes PCR ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah demi kepentingan umum," jelasnya di Jakarta, pekan lalu.     Tim akan mengajukan hak uji materiil itu pada hari Senin (1/11/2021) besok. Santo menambahkan, sebagai warganegara Indonesia yang sekaligus berprofesi sebagai advokat, mereka meyakini memiliki kepentingan, karena harus menjadi penjaga hukum (guardian of law) dan penjaga konstitusi (guardian of constitution). Adapun alasan pengajuan hak uji materiil itu, adalah pertama, jelas Surat Edaran Nomor HK.02.02/I/3843/2021 Tentang Batas Tarif Tertinggi Pemeriksaan RT PCR bertentangan dengan pasal 82 UU Kesehatan serta pasal 5 dan 6 UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Surat Edaran itu bertentangan dengan UU No. 36/1999 juncto UU Nomor 12 Tahun 2011 sebagaimana diubah Dengan UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Kedua, tidak ada alasan bagi pemerintah untuk tidak menanggung pelayanan RT PCR secara sepenuhnya, bersumber melalui APBN/APBD. "Sudah tegas dalam UUD 1945, pemerintah menguasai sumber daya alam (Pasal 33), sehingga tak ada alasan untuk menolak apabila pendanaan untuk RT PCR melalui APBN/APBD," tegas Santo. Santo juga menjelaskan, pengajuan uji material itu akan dilakukan dirinya bersama anggota Tim yang lain. Ia pun berharap dukungan dari warga lainnya, termasuk media dan advokat lain untuk mengawal proses pengajuan tersebut. Richan menambahkan,  surat edaran memang bukan masuk kategori peraturan perundang-undangan. Namun, faktanya surat edaran SE tersebut mengikat dan berlaku untuk umum, sehingga mau tidak mau untuk mengujinya harus melalui uji materiil. Harapannya biaya tes PCR ditanggung 100 persen oleh pemerintah.  
  Kembali ke sebelumnya