Selamat datang di website E-PAPER PERPUSTAKAAN DPRRI.

Koleksi Perpustakaan DPR RI

Judul Presiden Jokowi Minta Harga Tes PCR Jadi Rp 450.000-Rp 550.000
Tanggal 15 Agustus 2021
Surat Kabar Kompas
Halaman 0
Kata Kunci
AKD - Komisi IX
Isi Artikel ”Saya minta agar biaya tes PCR berada di kisaran Rp 450.000 sampai Rp 550.000,” ujar Presiden Joko Widodo. Oleh MAWAR KUSUMA WULAN JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo meminta Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin untuk mengatur kembali harga tes reaksi rantai polimerase atau PCR. Presiden Jokowi minta agar biaya tes PCR untuk mendiagnosis kasus konfirmasi Covid-19 ini berada pada kisaran Rp 450.000 sampai Rp 550.000. ”Salah satu cara untuk memperbanyak testing adalah dengan menurunkan harga tes PCR dan saya sudah berbicara dengan Menteri Kesehatan mengenai hal ini. Saya minta agar biaya tes PCR berada di kisaran Rp 450.000 sampai Rp 550.000,” ujar Presiden Jokowi dalam keterangan di Istana Merdeka yang diunggah di kanal Youtube Sekretariat Presiden, Minggu, (15/8/2021). Selain itu, Presiden Jokowi juga meminta agar hasil tes PCR tersebut bisa diketahui hasilnya dalam waktu cepat. ”Saya juga minta agar tes PCR bisa diketahui hasilnya dalam waktu maksimal 1 kali 24 jam. Kita butuh kecepatan,” ujar Presiden Jokowi. Sebelumnya Kementerian Kesehatan telah mengatur batasan harga tertinggi untuk tes PCR melalui Surat Edaran Nomor HK. 02.02/I/3713/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR), yakni Rp 900.000. Surat edaran tersebut disahkan oleh Plt Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Prof dr Abdul Kadir pada Senin 5 Oktober 2020. Batasan tarif tersebut berlaku untuk masyarakat yang melakukan pemeriksaan tes PCR atas permintaan sendiri atau mandiri. Dalam keterangan tertulis di laman resmi Kementerian Kesehatan, Prof Kadir mengatakan, penetapan standar tarif tertinggi pemeriksaan tes PCR dilakukan dengan mempertimbangkan komponen jasa pelayanan, komponen bahan habis pakai dan reagen, komponen biaya administrasi, dan komponen lainnya. ”Memang, penetapan batas tarif tertinggi pemeriksaan RT-PCR ini perlu kita tetapkan. Penetapan batas tarif ini melalui pembahasan secara komprehensif antara Kemenkes dan BPKP terhadap hasil survei serta analisis yang dilakukan pada berbagai fasilitas layanan kesehatan,” kata Kadir kala itu. Hingga Minggu (15/8/2021), harga tes usap PCR di sejumlah rumah sakit atau laboratorium masih sangat bervariasi, mulai dari Rp 700.000 hingga sekitar Rp 900.000. Umumnya, rumah sakit dan laboratorium menaati batasan tarif tertinggi sebesar Rp 900.000 yang sebelumnya ditetapkan pemerintah. Perbedaan harga ini terutama tergantung dari kecepatan penerbitan data hasil pemeriksaan. Baca juga : Warga Berharap Tarif Tes PCR Lebih Terjangkau Indonesia menjadi salah satu negara yang memasang harga tinggi untuk tes Covid-19. India, misalnya, memangkas harga tes PCR dari 800 rupee menjadi 500 rupee atau sekitar Rp 96.000, seperti diberitakan India Today pada 4 Agustus 2021. Untuk warga yang ingin melakukan tes PCR di rumah, harganya juga turun dari 1.200 rupee menjadi 700 rupee atau setara Rp 135.000. Penelusuran kontak Batasan tarif tertinggi tes PCR itu tidak berlaku untuk kegiatan penelusuran kontak atau rujukan kasus Covid-19 ke rumah sakit yang penyelenggaraannya mendapatkan bantuan pemeriksaan tes PCR dari pemerintah atau merupakan bagian dari penjaminan pembiayaan pasien Covid-19. Sebelumnya, juru bicara vaksinasi Covid-19 Kemenkes RI, Siti Nadia Tarmizi, dalam siaran pers yang diunggah di laman Youtube Sekretariat Presiden pada Jumat (13/8) meminta semua daerah di Indonesia agar meningkatkan dan mempertahankan testing atau pengetesan, terutama kasus terduga Covid-19 dan kontak erat yang ditemukan. Menurut Nadia, secara nasional testing rate adalah 3,53 per 1.000 penduduk per minggu. Sementara angka positivity rate mingguan mencapai 23,6 persen. ”Walau kita melihat tren positivity rate terus menurun di awal Juli sebesar 30,1 persen dan saat ini sudah sampai pada angka 22,5 persen. Meski demikian penularan yang masih tinggi dan merata terjadi di semua wilayah,” ujar Nadia. Provinsi yang hingga akhir pekan ini belum mencapai target standar testing rate Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah Aceh, Lampung, Jawa Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, dan Maluku. ”Kami sedang menggalakkan pelacakan kontak erat, merupakan kunci untuk menemukan kasus lebih awal,” ujarnya. Dengan penemuan kasus lebih awal, pasien Covid-19 bisa segera menjalani karantina atau isolasi. Dengan terus melibatkan semua pihak, terutama TNI-Polri, jumlah kontak erat yang akan dilacak semakin meningkat. ”Kami mengupayakan tracing ditingkatkan dengan memperbaiki sistem aplikasi, pencatatan, dan pelaporan,” ujar Nadia.  
  Kembali ke sebelumnya