Selamat datang di website E-PAPER PERPUSTAKAAN DPRRI.

Koleksi Perpustakaan DPR RI

Judul Bisnis Waktu dalam Tes PCR
Tanggal 06 Nopember 2021
Surat Kabar Kompas
Halaman 0
Kata Kunci
AKD - Komisi IX
Isi Artikel Lama waktu untuk mengetahui hasil tes PCR telah berkembang menjadi bisnis yang memberi keuntungan besar. Semakin pendek waktu tunggu, semakin mahal tarifnya. Bisa dua kali lipat dari harga yang ditetapkan pemerintah. Oleh JANNES EUDES WAWA Waktu adalah uang. Kalimat sakti ini mengingatkan kita betapa pentingnya waktu. Betapa berharganya waktu sehingga jangan sampai menyia-nyiakannya. Dan jangan pernah menunda peluang sebab waktu terus berjalan tanpa pernah bisa diputar ke belakang lagi. Peringatan itu juga menyadarkan manusia agar lebih disiplin, bijak, dan konsisten. Karena hanya orang disiplin, beretos kerja tinggi, dan produktif, yang mampu diandalkan untuk memberikan hasil kerja optimal. Dalam masa pandemi Covid-19, pepatah tersebut agaknya cocok dengan Indonesia. Bayangkan jika pemerintah terlambat menerapkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSPB). Jumlah warga yang berjatuhan karena Covid-19 bakal jauh lebih banyak lagi. Bayangkan juga jika Presiden Joko Widodo terlambat memutuskan pembelian vaksin dari China pada akhir tahun 2020. Mungkin vaksinasi di Indonesia belum bisa dimulai pada awal Februari 2021. Akibatnya, belum tentu pada 1 November 2021, angka vaksin dosis pertama bisa mencakup 120.553.182 orang atau 57,88 persen seperti saat ini. Atau cakupan dosis kedua bisa menjangkau 77.444.261 orang atau 35,74 persen dari total sasaran 208.265.720 orang. Saat ini, Indonesia termasuk salah satu negara di dunia yang paling banyak memberikan vaksinasi kepada warganya. Dengan wilayah teramat luas yang tersebar di belasan ribu pulau, realisasi vaksinasi sebesar itu tergolong luar biasa. Apalagi saat menghadapi serangan varian delta Covid-19, Indonesia dinilai mampu mengatasi dengan baik, terukur, dan efektif sehingga dalam tempo lebih kurang dua bulan kasus sudah dapat dikendalikan. Kini, kasus pun semakin menurun dengan angka kasus harian di bawah 700 per hari. Melebihi tarif tertinggi Namun, di tengah pandemi ini, ungkapan ”waktu adalah uang” seakan berubah esensinya. ”Waktu” berubah menjadi bisnis yang menggiurkan. Ini terkait waktu tunggu hasil tes Covid-19 dengan metode tes usap berbasis polimerase rantai ganda (PCR). Semakin pendek waktu tunggu, semakin mahal biaya tes. Normalnya, hasil tes baru diketahui dalam 1x 24 jam. Akan tetapi, ada pihak tertentu yang menjanjikan mampu mempercepat waktu tunggu tersebut. Bisa hanya 6 jam, 10 jam, atau 20 jam. Menariknya, lama waktu untuk mengetahui hasil tes PCR telah berkembang menjadi peluang bisnis yang memberi keuntungan besar. Semakin pendek waktu tunggu, semakin mahal tarifnya. Harganya bisa dua kali lipat dari harga yang ditetapkan pemerintah. Saat ini, sejumlah klinik di Jakarta menawarkan tes PCR melalui media sosial dengan dua jenis tarif. Pertama, tes PCR yang hasilnya diketahui dalam 20 jam dengan harga Rp 275.000. Kedua, tes PCR dengan hasil 10 jam seharga Rp 495.000. Promosi ini dilakukan setelah adanya revisi tarif tes PCR dari Kementerian Kesehatan. Bisnis waktu dalam tes PCR yang dilakukan sejumlah klinik sebetulnya sudah berlangsung lama. Sebelum ini, tes PCR dengan hasil 6-10 jam dikenai tarif minimal Rp 900.000. Kementerian Kesehatan dalam Surat Edaran Nomor HK 02.02/01/3842/2021 tanggal 27 Oktober 2021 telah menetapkan batas tarif tertinggi pemeriksaan reverse transcription polymerase chain reaction (RT-PCR). Dalam surat yang ditandatangani Dirjen Pelayanan Kesehatan Abdul Kadir itu, batas tarif tertinggi untuk pemeriksaan RT-PCR di Pulau Jawa dan Bali ditetapkan sebesar Rp 275.000. Tarif tertinggi berarti tarif yang paling mahal. Artinya, tidak ada tarif yang lebih tinggi dari yang ditetapkan Kemenkes. Apabila ada pihak yang memberlakukan tarif lebih tinggi lagi, termasuk pelanggaran. Abdul Kadir menegaskan rumah sakit atau laboratorium tidak diperkenankan mematok tarif melebihi tarif tertinggi yang ditetapkan Kemenkes dengan alasan apa pun, termasuk hasil pemeriksaan lebih cepat. ”Kami tidak mengizinkan dan tidak membenarkan ada harga di atas tarif tertinggi ini, apa pun alasannya, termasuk alasan batas waktu hasil keluarannya lebih cepat atau tidak. Batasnya kita tetapkan adalah seperti tadi disebutkan dengan maksimal pembacaan hasilnya atau keluar hasilnya 1 x 24 jam,” kata Kadir dalam konferensi pers virtual Kementerian Kesehatan, Rabu (27/10/2021). Juru bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito dalam keterangan pers pada 28 Oktober 2021 mengingatkan, evaluasi harga tes PCR sudah melalui penghitungan biaya pengambilan dan pemeriksaan RT-PCR, yang meliputi komponen jasa, reagen, bahan habis pakai, biaya administrasi dan komponen lainnya sesuai kondisi saat ini. ”Hasil pemeriksaan RT-PCR dengan menggunakan besaran tarif tertinggi tersebut dikeluarkan dengan durasi maksimal 1x24 jam dari pengambilan swab. Apabila terjadi penambahan waktu keluar hasil, tidak akan meningkatkan biaya tes PCR,” katanya. Masyarakat pasti senang dengan kebijakan pemerintah yang antisipatif terhadap kemungkinan praktik bisnis waktu dalam tes PCR. Terlebih, Kemenkes juga menyiapkan sejumlah langkah penindakan apabila menemukan pelanggaran terhadap penerapan tarif tes PCR. Untuk itu, pemerintah perlu segera memperkuat pengawasan. Instansi terkait harus lebih rajin memantau dan mengawasi situasi di lapangan, termasuk melalui media sosial. Selain itu, meminta masyarakat agar aktif melaporkan pelanggaran tersebut. Lebih penting lagi menindak tegas pelanggarnya. Jika praktik busuk ini dibiarkan, masyarakat akan terus-menerus menjadi korban. Padahal masyarakat belum selesai menderita akibat krisis ekonomi, masih ditambah lagi harus menghadapi praktik bisnis sekelompok orang yang ingin memperkaya diri melalui bisnis tes PCR. JANNES EUDES WAWA, wartawan KOMPAS 1997-2019
  Kembali ke sebelumnya