Selamat datang di website E-PAPER PERPUSTAKAAN DPRRI.

Koleksi Perpustakaan DPR RI

Judul Pupusnya Kebebasan Pers di Hong Kong
Tanggal 04 Januari 2022
Surat Kabar Kompas
Halaman 4
Kata Kunci
AKD - Badan Kerja Sama Antar Parlemen
Isi Artikel Pupusnya Kebebasan Pers di Hong Kong Satu lagi media arus utama di Hong Kong ”gugur” akibat tebasan Undang-Undang Keamanan Nasional. Kebebasan pers di wilayah itu diperkirakan segera puna     HONG KONG, SENIN — Tiga media independen di Hong Kong mati akibat dibredel oleh pemerin- tah melalui Undang-Undang Keamanan Nasional. Kebebas- an pers di wilayah yang dulu terkenal sebagai pusat kreati- vitas di Benua Asia ini semakin menurun. Publik mengkhawa- tirkan, kebebasan berekspresi dan berkreasi akan perlahan mati seiring dengan semakin diberangusnya media arus uta- ma. Media daring Citizen News mengumumkan melalui akun Facebook mereka bahwa per Selasa (4/1/2022) mereka akan berhenti menerbitkan berita. Situs mereka juga akan dimati- kan pada hari itu. ”Keputusan ini kami ambil dengan berat hati. Di tengah situasi yang penuh ketidakpas- tian ini, kami harus memasti- kankeselamatandankeamanan semua anggota redaksi,” demi- kian kutipan pengumuman yang diunggah pada Senin (3/1/2022). Media daring Citizen News didirikan pada tahun 2017 oleh beberapa wartawan senior di Hong Kong. Mereka mengkha- watirkan menurunnya kebe- basan pers di wilayah tersebut sejak Hong Kong dikembalikan oleh Inggris kepada China pada tahun 1997. Kekhawatiran ini semakin menguat ketika pada 2019 terjadi unjuk rasa be- sar-besaran yang meminta agar Otoritas Hong Kong tidak me- nerbitkan Undang-Undang (UU) Keamanan Nasional. Pu- luhan pendemo dan aktivis pro- demokrasi ditangkap dan di- penjarakan oleh aparat Hong Kong. Ditengah kecemasan itu, me- dia arus utama prodemokrasi terus menggaungkan penting- nya menjaga kebebasan masya- rakat. Citizen News, misalnya, memiliki pengikut sebanyak 800.000 orang di media sosial mereka. Media-media arus uta- ma yang kritis terhadap Pe- merintah China dan Otoritas Hong Kong ini kemudian men- jadi incaran di bawah dalih pe- ngacau keamanan. Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam mengeluar- kan tuduhan bahwa media arus utama prodemokrasi adalah an- tek asing, terutama dari ne- gara-negara Barat. Tujuan me- reka ialah mendiskreditkan Pe- merintah China dan Otoritas Hong Kong agar kehilangan wi- bawa di mata dunia. ”Media-media arus utama ini menyebar fitnah, menghasut rakyat, dan menyerukan ujaran kebencian terhadap pemerin- tah di balik kedok kebebasan pers dan jurnalistik,” ujar Lam. Tak ada kejelasan Melalui UU Keamanan Na- sional, segala jenis pemberitaan di media arus utama diatur agar bersifat aman. Meskipun de- mikian, tidak ada penjelasan le- bih lanjut pada UU itu ataupun aturan turunannya mengenai definisi berita yang aman atau- pun konten yang dikategorikan sebagai fitnah dan ujaran ke- bencian. Hal ini mengakibatkan redaksi media arus utama tidak bisa melakukan manuver dalam peliputan isu-isu di Hong Kong. ”Kami tidak tahu seperti apa berita yang ’aman’. Ini yang membuat kami akhirnya me- mutuskan untuk membubar- kan diri. Bagaimanapun juga wartawan dan staf redaksi men- jadi terpapar risiko yang mem- bahayakan kehidupan mereka dan keluarga,” kata Daisy Li, Pemimpin Redaksi Citizen News. Media pertama yang digu- lung oleh Otoritas Hong Kong adalah tabloid prodemokrasi Apple Daily. Pada Juni 2021, redaksi mereka digerebek oleh 500 petugas polisi. Pemimpin redaksi dan sejumlah redaktur ditangkap. Beberapa bulan se- belumnya, pendiri Apple Daily, Jimmy Lai, divonis hukuman penjara 20 bulan atas tuduhan pengacau keamanan. Seluruh aset media ini juga disita oleh aparat penegak hukum. Pada Desember lalu, giliran media Stand News yang dibre- del. Sebanyak 200 petugas ke- polisian diturunkan untuk me- nutup redaksi. Tujuh orang di- tangkap, termasuk beberapa editor dan anggota dewan re- daksi, dengan tuduhan konspi- rasi menerbitkan hasutan. Pen- diri Stand News, Chung Pui-ken, dan Pemimpin Redak- si Patrick Lam ditahan tanpa ada uang jaminan. Melihat kejadian yang me- nimpa dua media ini, jajaran pimpinan Citizen News memi- lih membubarkan diri sebelum aparat pemerintah membredel mereka. ”Kebebasan pers yang kami pahami telah banyak ber- ubah,” kata Chris Yeung, pen- diri dan penulis utama di Ci- tizen News. Pada pertengahan tahun 2021, organisasi Reporter Lin- tas Batas (RSF) mengeluarkan indeks kebebasan pers global. Pada tahun 2002, Hong Kong berada pada urutan ke-17. Ada- pun pada tahun 2021, wilayah ini berada pada urutan ke-80, sementara kebebasan pers di China berada pada posisi ke-177. Ini setara dengan posisi Korea Utara, Turkmenistan, dan Eritrea. Komite Perlindungan Jurna- lis (CPJ) mengeluarkan laporan akhir tahun 2021 yang meng- ungkapkan, secara umum, Chi- na merupakan negara yang me- menjarakan wartawan paling banyak, yaitu 50 orang. Koalisi Kebebasan Pers Bersatu (One Free Press Coalition) sebagai protes atas perhelatan Olim- piade Musim Dingin 2022 di Beijing meminta Pemerintah China membebaskan sepuluh wartawan yang ditahan, terma- suk Jimmy Lai. Surat kabar Pemerintah China, Global Times, menulis artikel yang menyebut Apple Daily, Stand News, dan Citizen News melanggar kode etik jur- nalistik karena menulis berita secara tak berimbang dan bias. Menurut surat kabar itu, ketiga media independen tersebut menuduh Pemerintah China sebagai entitas yang diktator dan menyalahgunakan kekua- saan untuk menekan warga. ”Kotak hitam” Para pengamat media dan politik menilai bahwa Otoritas Hong Kong berusaha menja- dikan Hong Kong sebagai ”ko- tak hitam”. Artinya, tidak ada informasi yang bisa keluar atau- pun masuk keHong Kong tanpa sepengetahuan pemerintah. Di masa depan, kemungkinan be- sar pers Hong Kong akan me- lesap ke dalam pers China. ”Ini akan menghalangi trans- paransi kinerja pemerintah dan penggunaan anggaran. Tidak ada yang bisa memantau ja- lannya pengelolaan negara, apa- lagi menyelidiki penyelewengan uang ataupun kekuasaan,” kata Glacier Kwong, pegiat politik Hong Kong. Ia berbicara kepada surat kabar Inggris, The Inde- pendent, dari pengasingannya di Jerman. Media independen yang kini tersisa dengan jangkauan di Hong Kong ialah Hong Kong Free Press, laman berita ber- bahasa Inggris; dan Initium, la- man berita berbahasa China yang baru memindahkan kan- tor pusatnya ke Singapura pada Agustus lalu. Initium masih me- miliki staf di Hong Kong. Menjadi tanda tanya besar juga soal masa depan media internasional di Hong Kong. Di wilayah itu, beberapa media in- ternasional, seperti kantor be- rita AFP, Bloomberg, The Wall Street Journal, CNN, The Eco- nomist, Nikkei, dan Financial Times, menempatkan kantor perwakilan Asia di sana. Na- mun, The New York Times dan The Washington Post telah me- mindahkan atau membuka kantor perwakilan Asia di Korea Selatan karena situasi politik Hong Kong. (AP/AFP/REUTERS/DNE)  
  Kembali ke sebelumnya