Isi Artikel |
Rakyat Indonesia kemarin memperingati dan merayakan hari kemerdekaan ke-71 yang ditandai dengan beragam kegiatan, mulai dari lomba hingga pagelaran.
Esensi dari euforia kemeriahan hari besar itu adalah ungkapan rasa syukur dengan menjaga semangat kebersamaan. Sebagai negara berdaulat, Indonesia memiliki sebuah cita-cita luhur untuk mencapai tujuan masyarakat adil dan makmur seperti yang tercantum dalam naskah Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Untuk mencapai tujuan itu, Presiden Joko Widodo dalam pidato penyampaian RAPBN 2017 beserta Nota Keuangannya menekankan perlunya anggaran yang lebih berkualitas.
Kualitas yang dimaksud itu, APBN harus dapat menjadi instrumen fiskal untuk mendukung upaya pengentasan kemiskinan, pengurangan ketimpangan pendapatan serta penciptaan lapangan kerja. Dengan demikian, perekonomian yang terbentuk tidak sekadar tumbuh, tetapi juga berkelanjutan dan berkeadilan.
Di dalam RAPBN 2017, pemerintah menenkankan sustainabilitas pada langkah konsolidasi fiskal demi menjaga kepercayaan pasar dan dunia usaha, serta menjadi basis perencanaan fiskal dan pembangunan yang lebih realistis.
Karena itu, dalam pengajuan RAPBN 2017 pemerintah tak ingin mengusung anggaran yang jauh panggang dari api, meskipun bujet tahun depan tetap bersifat ekspansif.
Dalam pidato Presiden Jokowi disebutkan kebijakan belanja yang menggarisbawahi pada peningkatan kualitas belanja produktif dan prioritas. Fokus belanja itu dialokasikan untuk mendorong percepatan pembangunan infrastruktur, perlindungan sosial, subsidi yang lebih tepat sasaran, dan penguatan desentralisasi fiskal.
Dengan asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3% PDB, prospek perekonomian diperkirakan lebih baik dibandingkan tahun ini. Kendati begitu, pemerintah mengakui masih ada unsur ketidakpastian yang bersumber dari perlambatan ekonomi global, termasuk juga sejumlah tantangan internal. Tantangan dari sisi domestik yang dihadapi terkait dengan upaya penguatan daya saing ekonomi dan tingkat produktivitas.
Salah satu indikator percepatan kebijakan reformasi struktural yang sudah dilakukan sejatinya dapat diukur dari kinerja Neraca Pembayaran Indonesia yang terdiri dari transaksi berjalan, transaksi modal, dan transaksi finansial.
Upaya peningkatan kinerja NPI, a.l. dilakukan dengan mendorong ekspor nonmigas dan menekan impor, tentu membutuhkan dukungan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial yang berhati-hati, serta penguatan koordinasi kebijakan antara bank sentral dengan pemerintah.
Alhasil, kebijakan fiskal yang menurut pemerintah realistis ini membutuhkan dukungan kebijakan suku bunga yang juga realistis agar secara cepat bisa memengaruhi pasar uang, perbankan dan sektor riil.
Karenanya, pergantian suku bunga acuan BI rate menjadi BI 7-day (Reverse) Repo Rate yang akan berlaku efektif pada 19 Agustus ini diharapkan dapat menjawab tantangan peningkatan daya saing dunia usaha. Acuan BI Rate yang selama ini dipakai dianggap tidak efektif karena transmisi ke sektor perbankan yang memakan waktu lama.
Hal ini merujuk pada suku bunga operasi moneter BI yang memiliki tenor setahun, sedangkan kondisi realita di pasar uang menggunakan jangka waktu lebih pendek. Untuk itu, momentum terkendalinya inflasi yang tampak dari laju kenaikan harga secara umum di level terendah dalam 5 tahun terakhir pada Juli tahun ini, perlu diarahkan pada strategi penurunan lending rate.
Harapannya dengan permintaan kredit yang meningkat, sektor riil, utamanya manufaktur berorientasi ekspor, pada gilirannya dapat ikut terakselerasi. Pada bagian lain, implementasi tax amnesty yang sudah dimulai lepas paruh kedua 2016 juga harus dipastikan berdampak pada sisi fiskal mulai tahun depan.
Kebijakan ini semestinya dapat memberi manfaat bagi otoritas fiskal sebagai landasan atas perluasan basis pajak. Dengan begitu, peningkatan penerimaan pajak dari upaya tersebut pada akhirnya dapat tercermin sejalan dengan membaiknya kepatuhan WP. Dari sisi global, tantangan ekonomi pada tahun depan juga tidak mudah.
Dampak langsung terhadap penerimaan negara bukan pajak juga masih akan relatif stagnan seiring dengan pelemahan harga komoditas dunia yang akan berlanjut.
Faktor yang tak kalah penting agar perekonomian mendatang dapat berjalan lebih realistis dan kredibel yaitu terjaminnya stabilitas politik. Tugas pemerintah untuk memastikan kondisi itu. Dirgahayu Indonesia, selamat hari ulang tahun ke-71 kemerdekaan Tanah Air.
|