Isi Artikel |
Opini: Optimisme RAPBN 2017
DI tengah situasi dunia yang belum membaik, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 2017 yang cukup tinggi, yakni 5,3 persen, sama seperti tahun ini. Padahal pendapatan dan belanja yang diusulkan malah lebih rendah dibanding dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016.
Dalam pidato kenegaraan tentang nota keuangan dan rancangan APBN 2017 pada 16 Agustus lalu, Presiden Joko Widodo mengusulkan pagu belanja negara tahun 2017 sebesar Rp 2.070,5 triliun. Jumlah tersebut lebih rendah Rp 81,4 triliun dibanding tahun ini. Penerimaan negara pun dipatok turun Rp 84,9 triliun menjadi Rp 1.737,6 triliun. Dan pendapatan pajak ditetapkan Rp 1.495,9 triliun, berkurang Rp 50,8 triliun daripada target APBN Perubahan 2016.
Dengan belanja yang lebih kecil, pemerintah harus bekerja lebih keras untuk mengejar target pertumbuhan. Rencana untuk berfokus pada program-program prioritas sudah tepat. Terutama pembangunan infrastruktur yang berjalan lancar dan merata sepanjang tahun, karena menjadi pilar penting penggerak perekonomian. Jangan sampai proyek infrastruktur tertumpuk di semester terakhir.
Selain itu, penghematan biaya operasional dan belanja barang seperti yang telah diinisiasi Menteri Keuangan Sri Mulyani mesti dipertahankan. Penghematan biaya operasional akan memberikan tambahan ruang fiskal untuk program yang menunjang pertumbuhan.
Sedangkan di sisi pendapatan, pemerintah jangan lalai mengawal target penerimaan pajak. Dengan asumsi harga minyak mentah yang cuma US$ 45 per barel, beban pajak masih sangat berat. Kalau sampai terjadi shortfall penerimaan pajak, keseimbangan neraca APBN akan terancam. Apalagi defisit yang diusulkan sudah cukup tinggi, Rp 332,8 triliun atau 2,41 persen terhadap produk domestik bruto (PDB), lebih besar dibanding patokan defisit tahun 2016 yang hanya 2,35 persen terhadap PDB.
Pemenuhan target pajak tampaknya juga akan bergantung pada program tax amnesty. Demi mendongkrak pendapatan tahun depan, pemerintah harus memastikan amnesti sukses memperluas basis pajak. Lebih bagus lagi kalau program tersebut juga berhasil membawa pulang dana milik orang Indonesia yang selama ini secara diam-diam diparkir di luar negeri.
Dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Presiden Jokowi mengatakan pemerintah punya senjata lain untuk mendorong pertumbuhan, yakni paket kebijakan ekonomi. Presiden amat yakin 12 paket kebijakan berisi 203 deregulasi yang telah lama digulirkan itu akan menstimulasi perekonomian tahun depan.
Optimisme tersebut sah saja. Cuma, mesti diingat bahwa hingga pertengahan tahun ini paket deregulasi belum mampu mengangkat perekonomian nasional secara substansial. Antara lain lantaran menteri-menteri perekonomian tidak kompak dan banyak kebijakan yang tersendat dalam realisasinya. Nah, masalah dalam realisasi paket kebijakan ekonomi ini perlu segera diperbaiki, agar deregulasi membawa dampak yang baik bagi pertumbuhan.
|