Isi Artikel |
K O M P AS, R A B U , 1 2 J A N U A R I 2022
https://epaper.kompas.id/pdf/show/20220112
Hujan Intan Itu Nyata
M Zaid Wahyudi
Uranus dan Neptunus adalah dua planet
terluar di Tata Surya yang jarang ter-
perhatikan. Keberadaan kedua planet
”raksasa es” ini kalah populer dibandingkan
dengan Jupiter dan Saturnus yang megah.
Namun, Uranus dan Neptunus memiliki fe-
nomena spektakuler yang tak terjadi di planet
lain, yaitu hujan intan.
Secara berurutan, Uranus dan Neptunus
adalah planet ketujuh dan kedelapan dari Ma-
tahari. Jarak masing-masing dari Matahari
adalah 2,9 miliar kilometer (km) dan 4,5 miliar
km. Diamater kedua planet ini sekitar 4 kali
diameter Bumi. Artinya, jika Bumi seukuran
buah apel, planet-planet ini sebesar bola bas-
ket.
Sama seperti planet-planet raksasa lainnya,
lapisan terluar planet ini terdiri atas gas hid-
rogen dan helium. Di Neptunus, tebal lapisan
hidrogen-helium itu mencapai 3.000 km. At-
mosfer kedua planet ini berwarna hijau ke-
biruan sebagai akibat jejak metana yang ada di
lapisan bawahnya.
Di bawah lapisan gas itu, terdapat lapisan es
setebal 17.500 km. Ini adalah lapisan tengah
atau mantel. Meski dinamai lapisan es, jangan
dibayangkan seperti es batu yang ada dalam
minuman atau kulkas rumah kita. Dalam as-
tronomi, es digunakan untuk menyebut senya-
wa yang mengandung hidrogen. Lapisan es
Uranus dan Neptunus ini tersusun atas se-
nyawa air, amonia, dan metana.
Tarikan gravitasi yang besar membuat la-
pisan es ini memiliki kepadatan tinggi. Semen-
tara panas dari bagian inti batuan planet
membuat suhu lapisan es tengah itu mencapai
ribuan derajat celsius.
Paul M Sutter, astrofisikawan dari Univer-
sitas Negeri New York (SUNY) Stony Brook,
Amerika Serikat, dalam tulisannya di Space,
Senin (10/1/2022), menyebut bagian terbawah
lapisan es ini memiliki suhu mencapai 6.727
derajat celsius dan tekanan 6 juta kali tekanan
atmosfer Bumi. Adapun di bagian atas mantel,
suhunya 1.727 derajat celsius dan tekanannya
200.000 kali tekanan atmosfer Bumi.
Suhu yang tinggi dan tekanan yang besar
membuat amonia dan metana menjadi reaktif.
Tekanan yang kuat dapat memecah molekul
metana hingga melepaskan karbon. Unsur-un-
sur karbon yang lepas itu akan membentuk
rantai panjang dan menyatu dengan yang lain
hingga membentuk pola-pola kristal seperti
intan.
Intan padat yang terbentuk itu lebih berat
dari metana, amonia, dan air yang ada di
lapisan es. Akibatnya, intan jatuh ke mantel
bagian bawah atau mendekati inti planet.
Kumpulan intan itu, seperti ditulis Dominik
Kraus di majalah American Scientist, Sep-
tember-Oktober 2018, akan membentuk la-
pisan baru dengan ketebalan beberapa meter.
Suhu yang tinggi membuat lapisan karbon itu
dapat berbentuk padat, cair, atau gabungan
padat dan cair.
Jika lapisan karbon itu berbentuk padat dan
cair, karbon padat akan memiliki kerapatan
lebih rendah dari cairan hingga intan akan
mengapung di atas lautan karbon cair. Suhu
yang panas juga membuat sebagian intan tak
hanya mengapung, tetapi juga menguap. Na-
iknya intan ke lapisan mantel bagian atas ini
membuat siklus pembentukan intan akan ter-
ulang kembali hingga disebut hujan intan.
Hipotesis hujan intan di Uranus dan Nep-
tunus itu pertama kali disampaikan Marvin
Ross dari Laboratorium Nasional Lawrence
Livermore California, AS, dalam tulisannya di
majalah Nature pada 1981. Namun, hingga
empat dekade kemudian, hujan intan di planet
raksasa es itu belum bisa dibuktikan lang-
sung.
Cara terbaik membuktikannya adalah de-
ngan mengirim wahana luar angkasa untuk
mengeksplorasi lapisan es kedua planet terse-
but. Selama ini, eksplorasi Uranus dan Nep-
tunus jauh tertinggal dibandingkan dengan
tetangga dekat mereka, Jupiter dan Saturnus.
Satu-satunya wahana buatan manusia yang
pernah melintasi kedua planet itu adalah Vo-
yager 2, yaitu pada Januari 1986 untuk Uranus
dan Agustus 1989 untuk Neptunus. Voyager 2
diluncurkan dari Bumi pada Agustus 1977 dan
kini berada di ruang antarbintang pada jarak
19,4 miliar km dari Bumi.
Mengirim wahana ke planet raksasa es itu
sepertinya tidak mungkin dilakukan dalam
waktu dekat ini. Walau begitu, sejumlah badan
antariksa, termasuk Badan Penerbangan dan
Antariksa AS (NASA), Badan Antariksa Eropa
(ESA) dan Badan Antariksa Nasional China
(CNSA) sedang menyiapkannya.
Namun, pengiriman wahana tersebut harus
menunggu konfigurasi planet-planet di Tata
Surya yang tepat hingga perjalanannya menjadi
efisien. Kraus memprediksi posisi planet-pla-
net itu akan berada pada kondisi terbaik untuk
pengiriman misi ke Uranus dan Neptunus pada
2030 dengan harapan wahana sampai di sana
pada tahun 2040-an.
Karena mengirimkan wahana langsung ru-
mit, validasi potensi hujan intan itu bisa dila-
kukan melalui eksperimen di laboratorium.
Meski demikian, pengiriman wahana antariksa
untuk mengamati langsung proses tersebut di
Uranus dan Neptunus tetap penting. Informasi
yang diperoleh wahana itu akan melengkapi
hasil pengamatan landas Bumi yang selama ini
dilakukan hingga pemahaman manusia ten-
tang kedua planet raksasa es itu beserta proses
pembentukannya di awal terbentuknya Tata
Surya makin baik.
|