Isi Artikel |
K O M P AS, R A B U , 1 2 J A N U A R I 2022
hal. 8
https://epaper.kompas.id/pdf/show/20220112
Sawit Masih Hadapi
Sejumlah Persoalan
Korupsi, penghindaran pajak, dan manipulasi data perdagangan masih
menjadi pekerjaan rumah perbaikan tata kelola sawit.
JAKARTA, KOMPAS — Tata kelola
sawit di Indonesia yang masih
buruk ditunjukkan dari belum
tuntasnya persoalan korupsi,
penghindaran pajak, serta ma-
nipulasi data perdagangan.
Upaya membenahi tata kelola
sawit di antaranya bisa dilaku-
kan dengan perbaikan sistem
informasi komoditas sawit yang
terintegrasi dan transparan.
Transparency International
Indonesia mencatat produksi
sawit setiap tahun juga memi-
liki tren peningkatan yang sig-
nifikan. Pada 2008, produksi
sawittercatat sebanyak 19,4 juta
ton dan meningkat menjadi
48,3 juta ton pada 2020. Pro-
duksi ini sebagian besar untuk
ekspor.
”Angka ini sangat tinggi, pa-
dahal dunia masih dalam kon-
disi pandemi. Ambisi ini juga
membuat banyak pengusaha
beralih ke sawit dan mengaki-
batkan ekspansi masif tidak ha-
nya dari sisi ekologis,tetapi juga
sosial dan budaya,” tutur pe-
neliti Transparency Internatio-
nal Indonesia, Bellicia Angelli-
ca, dalam diskusi, Selasa
(11/1/2022).
Ia mengatakan, sawit masih
dililit sejumlah persoalan. Ia
menyebut persoalan yang per-
tama adalah korupsi akibat be-
lum ada desain tata kelola sawit
yang terintegrasi antara ke-
menterian/lembaga terkait de-
ngan pemerintah provinsi dan
daerah setempat.
Persoalan kedua berkaitan
dengan penghindaran pajak.
Hasil studi menunjukkan, po-
tensi penerimaan negara ra-
ta-rata hilang sebesar Rp 22,83
triliun per tahun akibat dugaan
penghindaran, penggelapan,
dan manipulasi pajak oleh
pengusaha yang tidak melapor-
kan luasan lahan kebunnya.
Selain itu, kajian Sistem Pe-
ngelolaan Komoditas Kelapa
Sawit oleh Komisi Pemberan-
tasan Korupsi pada tahun 2016
menunjukkan tingkat kepatuh-
an wajib pajak badan usaha sa-
wit turun dari 70,6 persen
(2011) menjadi 42,3 persen
(2015). Pada periode yang sama,
tingkat kepatuhan wajib pajak
perseorangan pun turun drastis
dari 42,3 persen menjadi 6,3
persen.
Persoalan ketiga, tata kelola
sawit di Indonesia masih meng-
hadapi manipulasi data perda-
gangan. Banyak pihak menye-
but kelapa sawit sebagai komo-
ditas yang terindikasi marak
praktik kebocoran perdagangan
melalui manipulasi pelaporan
nilai ekspor. Ini berdampak pa-
da pungutan ekspor yang di-
terima Pemerintah Indonesia.
”Berdasarkan temuan kami,
tahun 2019 nilai ekspor yang
dilaporkan Indonesia sebesar
5,8 juta dollar AS, sedangkan
nilai impor yang dilaporkan
China 8,2 juta dollar AS. Ini
kembali terulang pada 2020 ke-
tika nilai ekspor yang dilapor-
kan Indonesia sebesar 1,9 juta
dollar AS, sedangkan nilai im-
por yang dilaporkan China 2,3
juta dollar AS,” ucapnya.
Guna membenahi tata kelola
sawit di Indonesia ini, Bellicia
merekomendasikan agar peme-
rintah membuat kebijakan yang
mengatur transparansi antar-
pemangku kepentingan, khu-
susnya dalam pengawasan dan
penegakan hukum terkait ko-
rupsi serta penghindaran pajak.
Selain itu, perlu keterbukaan
informasi kepada publik dan
perbaikan sistem informasi ko-
moditas sawit yang terintegrasi
serta transparan.
Direktur PT Sinar Mas Agro
Resources and Technology
(SMART)/Golden Agri Resour-
ces (GAR) Agus Purnomo me-
ngatakan, dari berbagai tuduh-
an buruk terhadap perusahaan
sawit, masih ada perusahaan
yang berusaha menjalankan
usahanya sesuai aturan dan le-
bih berkelanjutan. Kinerja per-
usahaan juga dapat dibuktikan
melalui audit atau pemeriksaan
keuangan secara rutin setiap
tahun.
”Setiap tahun, kebun-kebun
sawit kami diperiksa lebih dari
450 audit, termasuk terkait ser-
tifikasi dari pemerintah. Jadi,
sangat bisa mewujudkan tata
kelola yang baik dan adil jika
perusahaan sawit memiliki niat
untuk lebih berkelanjutan,” ka-
tanya.
Sengketa lahan
Guru Besar Fakultas Kehu-
tanan IPB University Hariadi
Kartodihardjo mengatakan,
permasalahan lainnya tentang
tata kelola sawit adalah adanya
tumpang-tindih dan sengketa
lahan. Berdasarkan data Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia
dalam 5 tahun terakhir ada pe-
ningkatan 30 persen aduan be-
rupa konflik agraria.
”Seluruh rekomendasi untuk
memperbaiki tata kelola sawit
ini perlu sebuah alat paksa be-
rupa jaringan atau terobosan
melalui aspek tertentu. Perba-
ikan tata kelola sawit tidak ha-
nya mencakup aspek teknis, te-
tapi juga politis,” tuturnya.
(MTK)
|