Selamat datang di website E-PAPER PERPUSTAKAAN DPRRI.

Koleksi Perpustakaan DPR RI

Judul TAMAN NASIONAL LORENTZ
Tanggal 15 Januari 2022
Surat Kabar Kompas
Halaman 1-15
Kata Kunci
AKD - Komisi IV
Isi Artikel

TAMAN NASIONAL LORENTZ
Daya Magis Danau Tertinggi


Kicau burung
mengiris sunyi keti-
ka malam makin la-
rut di Danau Habe-
ma, Kabupaten
Jayawijaya, Papua.
Sorot cahaya bulan
memantul di atas
permukaan danau
yang berada di
ketinggian 3.200
meter di atas
permukaan laut itu.
Saiful Rijal Yunus/
Stefanus Ato
Ini adalah malam kedua
kami di Danau Habema
dalam rangkaian Ekspedi-
si Tanah Papua. Di
sebuah bukit di sisi
utara danau, kami
mendirikan tenda
yang menjadi
”rumah” dalam dua
hari terakhir. Sebuah
kesempatan untuk
merasakan dan me-
ngenal Taman Nasi-
onal Lorentz.
Danau Habema yang ter-
letak di zona Sub-Alpine me-
rupakan salah satu daya tarik
utama di Taman Nasional Lo-
rentz. Danau seluas 224 hek-
tar ini memegang predikat se-
bagai danau tertinggi di In-
donesia dan terkenal akan cu-
aca dinginnya.
Jelang tengah malam, Sab-
tu (13/11/2021), hawa dingin
semakin menusuk. Pengukur
suhu menunjukkan kisaran
10 derajat celsius, tetapi ra-
sanya lebih dingin
dari apa yang terte-
ra. Dua lapis jaket
belum mampu
menghalau dingin.
Api unggun men-
jadi penghangat ka-
mi. Dasilvira (38),
polisi hutan Balai
Taman Nasional
(TN) Lorentz, me-
meluk lutut di depan api ung-
gun yang kian redup. Secang-
kir kopi menjadi teman setia.
BACA JUGA
HLM 2, 16
DAN E-PAPER
(Bersambung ke hlm 15 kol 1-5)
Daya Magis Danau Tertinggi


Saat kopi dingin, gelas alumi-
nium diletakkan ke atas bara
api agar kembali hangat.
”Beberapa suku di sekitar
Jayawijaya menyebut danau
ini Yuginopa, atau danau yang
seperti perempuan dan laki-la-
ki,” kata Dasil, panggilannya.
”Kalau cuaca tepat, kita bisa
melihat gugusan galaksi, de-
ngan latar danau, dan Gunung
Trikora di belakang. Tapi, be-
gitulah di alam, kita tidak bisa
prediksi cuaca,” tambahnya
sembari menyeruput kopi.
Dasil, bersama dua rekan-
nya sesama pegawai Balai TN
Lorentz, Amandus dan Zaka-
rias, menemani kami untuk
menginap di Danau Habema
serta melihat langsung keka-
yaan hayati di danau ini. Ber-
tahun-tahun bertugas, mereka
mengenal dekat kawasan ini.
Namun, ketika malam se-
makin jatuh menuju pagi. Da-
sil dan rekannya pamit ber-
ingsut ke tenda, tak kuasa me-
nahan dingin dan kantuk. Be-
gitu juga kami yang bergegas
masuk ke dalam tenda dan
meringkuk ke kantong tidur.
Ketika pagi tiba, kabut ma-
sih menetap di sekitar Danau
Habema yang berbaring ang-
gun di kaki Pegunungan Tri-
kora. Tenda basah oleh embun.
Aroma tanah basah dan em-
busan angin pegunungan
mengisi udara.
Seiring hari mulai tinggi,
pohon yang hijau dan kecok-
latan mulai terlihat jelas di
tepi danau. Air yang tenang
terlihat serupa cermin raksasa,
dengan kabut yang masih tebal
di atasnya. Danau Habema
menunjukkan semua lekuk ke-
indahannya. Sebuah peman-
dangan magis yang tidak hen-
ti-hentinya membuat takjub.
Sekumpulan itik noso (Anas
waigiuensis), salah satu hewan
endemik di kawasan ini, riang
bermain di danau. Sesekali me-
reka terbang sejauh puluhan
meter, sebelum kembali men-
darat di permukaan danau.
Rawan
Hanya tenda kami yang ter-
lihat di Danau Habema pada
hari itu. Banyak yang enggan
menginap di Habema karena
pertimbangan keamanan. ”Pa-
dahal, di sini sangat indah, me-
narik. Tapi rawan, jadi masih
jarang yang datang. Saya saja
yang sudah 10 tahun di Wa-
mena baru pertama kali meng-
inap di sini,” kata Chaerul
Iman (32), sipir yang meng-
antar kami keliling Wamena.
Meskipun Chaerul telah be-
berapa kali mengantar tamu ke
Danau Habema, baru saat itu ia
merasakan menginap di tepi
danau. Biasanya, ia berangkat
pagi dan pulang sebelum gelap.
Kondisi keamanan membuat-
nya khawatir.
Ancaman keamanan di area
Pegunungan Tengah Papua ini
memang tidak terelakkan. Ter-
lebih, daerah ini termasuk zo-
na ”merah”, zona di mana
kontak tembak antara militer
dan kelompok kriminal ber-
senjata sering terjadi. Untuk
memutuskan menginap di da-
nau ini perlu mengutamakan
kehati-hatian. ”Kalau ada
orang yang singgah, jangan lu-
pa untuk diberi rokok atau
makanan,” tutur Amandus
mengingatkan.
Untuk mencapai Habema,
kami harus terbang dulu dari
Bandara Sentani Jayapura me-
nuju Bandara Wamena Jaya-
wijaya. Berbeda dengan daerah
lain yang memerlukan tes ce-
pat antigen terkait pandemi
Beberapa gempa besar yang
terjadi di zona subduksi kerap
didahului gempa-gempa lebih
kecil di pinggiran segmen. Ini,
misalnya, terjadi dengan gempa
disusul tsunami di Tohoku, Je-
pang, pada September 2011
yang didahului gempa lebih ke-
cil di bagian bawah subduksi
sebulan sebelumnya.
”Sebelum gempa 2018 di Palu
ada beberapa gempa lebih kecil.
Juga sebelum tsunami Aceh
2004, setahun sebelumnya ada
gempa-gempa lebih kecil,” tu-
turnya.
Iwan menambahkan, sampai
sekarang belum bisa diketahui
dengan pasti kapan gempa uta-
ma bisa terjadi setelah gempa
pendahuluan. Demikian halnya
potensi gempa di kawasan Selat
Sunda. ”Gempa kaliini harus jadi
alarm, apalagi dengan kekuatan
seperti sekarang sudah memicu
banyak kerusakan dan kepanik-
an hingga di Jakarta,” katanya.
Menurut Iwan, selain gempa
bumi, khusus kawasan sekitar
Selat Sunda juga harus mewas-
padai potensi tsunami. Apalagi,
di kawasan ini banyak industri
strategis, termasuk industri ki-
mia yang rentan terdampak.
Kajian tim peneliti dengan
penulis pertama S Widiantoro
dari Global Geophysics Rese-
arch Group ITB di jurnal Na-
ture pada 2019 menyebutkan,
ketinggian tsunami yang dia-
kibatkan gempa bumi di zona
selatan Jawa Barat dan Selat
Sunda dapat mencapai 20 me-
ter dan rata-rata 4,5 meter di
sepanjang pantai selatan Jawa.
(AIK/NTA/DAN/VIO/
HLN/GIO/TAM)
Covid-19, kami harus melaku-
kan tes usap nasofaring dan
orofaring. Syarat ini ditetapkan
Pemerintah Kabupaten Jaya-
wijaya bagi siapa pun yang
ingin masuk ke wilayah ini
melalui perjalanan udara.
Dari Wamena, ibu kota Ja-
yawijaya, yang pernah terjadi
kerusuhan pada 2019 ini, per-
jalanan menuju Habema di-
mulai. Kami harus menyewa
kendaraan berpenggerak em-
pat roda meski sebagian besar
jalan telah mulus. Jalur
Trans-Papua sepanjang 48 ki-
lometer menuju danau ini te-
lah selesai dikerjakan. Namun,
jalur yang menanjak dan se-
bagian jalan masih berupa ta-
nah berbatu membuat kenda-
raan harus mumpuni di me-
dan ekstrem.
Kekayaan hayati
Danau Habema serupa mu-
tiara raksasa di area pegunu-
ngan tengah Papua. Selain itik
noso, sekitaran danau juga
menjadi habitat burung isap
madu elok atau Mcgregoria
pulchra. Spesies burung ini me-
miliki warna hitam legam se-
rupa gagak. Ia memiliki gelam-
bir di mata berwarna kuning
terang dan bercak kuning yang
juga terang di bagian sayap.
Kawasan itu juga jadi ha-
bitat Canis lupus dingo. Dingo
adalah anjing hutan yang me-
raung seperti layaknya seekor
serigala. Keberadaannya ter-
pantau di sekitar Habema.
Nama danau ini sendiri ber-
asal dari seorang perwira de-
tasemen militer Belanda, Let-
nan D Habbema. Ia mengawal
ekspedisi pimpinan Hendrikus
Albertus Lorentz di kawasan
tersebut tahun 1909. Ekspedisi
itu bertujuan mencapai Pun-
cak Trikora atau yang dulu di-
sebut Puncak Wilhelmina.
Kepala Balai TN Lorentz
Acha Anis Sokoy mengatakan,
hanya sebagian kecil dari ke-
kayaan hayati Lorentz yang
terungkap. Ia bahkan menaksir
kekayaan hayati yang telah di-
ketahui di Lorentz hanya mak-
simal 40 persen.
”Tidak usah jauh-jauh, ke-
dalaman Danau Habema ini
bahkan belum kita ketahui.
Dan ini hanya salah satu ba-
gian dari kekayaan TN Lorentz
yang seluas 2,3 juta hektar, de-
ngan ekosistem paling lengkap,
dari laut hingga gunung ter-
tinggi di Indonesia,” ujar Acha.

  Kembali ke sebelumnya