Isi Artikel |
JAKARTA – Kendati bersedia menurunkan asumsi pertumbuhan ekonomi, pemerintah kukuh mempertahankan usulan target penerimaan pajak nonmigas dalam RAPBNP 2016.
Dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Selasa malam (7/6), Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro mengatakan penerimaan yang berkaitan langsung dengan turunnya harga dan lifting migas tidak bisa dicari penggantinya sekitar Rp90 triliun.
Sementara, pajak nonmigas, dengan asumsi pertumbuhan yang sama dengan tahun lalu sekitar 13%, sebenarnya juga ada risiko shortfall atau selisih antara realisasi dan target sebesar Rp150 triliun hingga Rp180 triliun. Intaian shortfall ini, menurutnya, masih bisa ditutupi dengan kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty.
“Kita masukkan Rp165 triliun dalam RAPBNP 2016. Ini konservatif. Data yang kami miliki merupakan data primer,” ujarnya.
Di luar tax amnesty, pemerintah mengaku telah memiliki tiga program utama. Pertama, ekstensifikasi terutama pada pedagangan yang selama ini tidak formal, tidak mempunyai nomor pokok wajib pajak (NPWP) dan membayar pajak. Padahal, lanjutnya, orang-orang tersebut bisa jadi memiliki omzet hingga ratusan juta.
Kedua, pemeriksaan WP Orang Pribadi. Pemeriksaan WP OP memang lebih sulit dibandingkan WP Badan karena mereka tidak mempunyai pembukuan. Padahal, aset WP OP bisa jadi lebih banyak. Tahun lalu, penerimaan pajak penghasilan OP hanya Rp9 triliun dari 900.000 pembayar pajak.
“Paling tidak Rp18 triliun untuk tahap awal karena ini sangat tidak wajar,” katanya.
Ketiga, pemeriksaan penanaman modal asing (PMA). Menurutnya, ada banyak PMA yang tidak membayar pajak lebih dari 10 tahun karena mengaku rugi. Pihaknya sudah menginstruksikan kepada pegawai DJP untuk melakukan pendekatan logika.
Kepercayaan diri yang besar pada keberhasilan rencana kebijakan tax amnesty membuat pemerintah mengerek target pajak penghasilan nonmigas dalam RAPBN Perubahan 2016 hingga 48,3% dari realisasi tahun lalu.
Dalam RAPBN Perubahan 2016, pemerintah mengusulkan target PPh nonmigas Rp819,5 triliun, naik 14,48% dibanding target awal dalam APBN 2016 senilai Rp715,8 triliun. Padahal, tahun lalu, realisasi penerimaan ini hanya mencapai Rp552,6 triliun.
Beberapa anggota dewan mempertanyakan sikap pemerintah yang telah memasukkan potensi penerimaan pajak dalam rencana kebijakan pengampunan pajak. Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Golkar, Melchias Marcus Mekeng mengatakan langkah ini berisiko.
“Begitu optimisnya pemerintah memasukkan tax amnesty ke dalam penerimaan. Kalau ini tidak terjadi, akan berbahaya buat APBN kita,” tuturnya.
Level Pertumbuhan
Sementara itu, Komite Ekonomi dan Industri Nasional menyatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia berpeluang mencapai level 7% per tahun mulai 2018 apabila Pemerintah dan Bank Indonesia bisa melakukan kolaborasi kebijakan konter-siklus (counter-cyclical) yang optimal.
Wakil Ketua KEIN Arif Budimanta mengemukakan ada empat hal yang harus dilakukan secara pararel untuk mencapai target tersebut. Pertama, menjaga agar rata-rata pertumbuhan investasi dipertahankan hingga 10% per tahun. Investasi akan mendorong pembentukan modal tetap bruto.
Kedua, menjaga pertumbuhan ekspor minimal di level 3%, dan diiringi langkah ketiga, mengendalikan dan menjaga impor tetap tumbuh di kisaran 2% per tahun. Komponen keempat, adalah menahan agar konsumsi ruma tangga stabil di rentang 5%.
Suku Bunga
Di tempat yang sama, Anggota KEIN Hendri Saparini menyatakan, untuk mendorong ekonomi tumbuh tinggi tentu membutuhkan pembiayaan. Untuk itu, perbankan harus mendukung target ini dengan menurunkan suku bunga kredit.
Hanya saja, dia menilai penurunan suku bunga tidak perlu dilakukan melalui intervensi Pemerintah yang terlalu banyak. KEIN melakukan kajian, dan kami menilai kebijakan menurunkan suku bunga yang tidak dilakukan melalui sistem tidak akan sustainable dan berdampak negatif ke pasar,” ujarnya.
Dia menjabarkan, ketika pada kuartal pertama BI Rate didorong turun yang juga diikuti oleh Otoritas Jasa Keuangan dan Lembaga Penjaminan Simpanan, suku bunga kredit nyatanya tidak juga turun. Untuk mengatasi hal ini, dia mengaku KEIN sudah memberikan rekomendasi kepada Presiden.
“Kita usulkan ke Presiden untuk memberlakukan dan mendorong adanya perubahan di dalam sistem moneter ini. Jadi kita sudah menyampaikan langkah apa yang harus dilakukan, tidak perlu mengubah aturan perundangan dan tidak perlu mengintervensi pasar. Ini akan didiskusikan lebih dalam, sehingga tujuan kebijakan ini bisa maksimal.”
|