Kompas, 11-01-2022, hal. 8
REFORMA AGRARIA
Pencabutan Izin Perlu Tindak Lanjut
JAKARTA, KOMPAS — Pemanfa-
atan areal perkebunan yang izin
usahanya dicabut, khususnya di
sektor perkebunan, agar diuta-
makan bagi kegiatan reforma
agraria. Kebijakan ini bisa di-
tindaklanjuti dengan mengeva-
luasi areal-areal perkebunan la-
in yang berkonflik dengan ma-
syarakat.
Langka ini diharapkan men-
jadi momentum untuk meng-
atasi ketimpangan lahan di In-
donesia. Masyarakat di lahan
berkonflik punya harapan besar
atas hal itu.
”Saya sangat senang mende-
ngar kabar itu. Kami harap bisa
segera dikembalikan ke masya-
rakat,” ujar Titik Gideo, warga
Desa Ramang, Kecamatan Ba-
nama Tingang, Kabupaten Pu-
lang Pisau, Kalimantan Tengah,
Senin (10/1/2022).
Setelah lebih dari enam ta-
hun masyarakat setempat ber-
konflik dengan perusahaan sa-
wit, mereka ingin segera meng-
garap kembali tanahnya.
Seperti diberitakan, Presiden
Joko Widodo mengumumkan
pencabutan 2.078 izin pertam-
bangan, 192 izin kehutanan, dan
137 izin perkebunan. Pencabut-
an dilakukan karena izin-izin
itu tak dijalankan,tak produktif,
dialihkan kepada pihak lain,
serta tak sesuai dengan perun-
tukan dan peraturan (Kompas,
7/1/2022).
Direktur Eksekutif Wahana
Lingkungan Hidup Indonesia
(Walhi) Kalteng Dimas Novian
Hartono menyebutkan, kebi-
jakan ini merupakan momen-
tum untuk menyelesaikan kon-
flik agraria yang masih tinggi di
Indonesia, khususnya di Kal-
teng. Di Kalteng ada 344 kasus
konflik agraria di lahan konsesi
seluas 151.524 hektar. Sekitar 80
persen dari total konflik itu
terjadi di wilayah konsesi per-
kebunan.
Direktur Eksekutif Walhi Ka-
limantan Selatan Kisworo Dwi
Cahyono mengatakan, penca-
butan perizinan jangan sebatas
administratif. Langkah itu agar
ditindaklanjuti dengan pemu-
lihan hak rakyat, terutama ma-
syarakat adat, serta pemulihan
kerusakan lingkungan.
”Pencabutan perizinan itu
harus jadi momentum perbaik-
an lingkungan, terutama sete-
lah bencana banjir besar me-
landa Kalsel pada awal tahun
2021,” katanya.
Guru besar hukum tata ne-
gara sekaligus Senior Partner
Integrity Law Firm, Denny In-
drayana, memandang, tindakan
pemerintah mencabut ribuan
izin itu layak diapresiasi jika
semangatnya menegakkan Pa-
sal 33 Ayat(3) UUD 1945. ”Pen-
cabutan izin harus untuk men-
jaga kekayaan alam untuk se-
besar-besar kemakmuran rak-
yat sebagaimana amanat kon-
stitusi. Jangan ada kepentingan
pemodal besar, kepentingan oli-
garki koruptif, dalam kebijakan
negara tersebut,” ujarnya.
Diinginkan sejak lama
Wakil Menteri Agraria dan
Tata Ruang/Wakil Kepala Ba-
dan Pertanahan Nasional Surya
Tjandra mengungkapkan, pen-
cabutan izin dan evaluasi per-
izinan hak guna usaha (HGU)
dan hak guna bangunan (HGB)
sudah diinginkan Presiden se-
jak lama. Sebab, pemerintah sa-
ngatfokus terhadap penyediaan
lahan untuk berbagai kebutuh-
an, tetapi terhalang banyaknya
izin perusahaan yang tidak
efektif selama puluhan tahun.
Setelah pencabutan izin, kata
Surya, sebagian lahan akan di-
distribusikan kepada masyara-
kat lokal dan sebagian ke per-
usahaan yang kredibel. Skema
dan ketentuan distribusi lahan
ini secara detail masih dibahas.
Sementara itu, Sekretaris
Jenderal Konsorsium Pemba-
ruan Agraria (KPA) Dewi Kar-
tika mengatakan, pencabutan
izin usaha, khususnya perke-
bunan, belum dapat mengatasi
persoalan ketimpangan pengu-
asaan lahan. Ini karena luas
areal yang sangat kecil. Tercatat
HGU perkebunan yang dicabut
izinnya seluas 34.448 hektar.
(IDO/JUM/MTK)
|